Tesis Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Kota X

(Kode ILMU-HKMX0025) : Tesis Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Rutan Klas I Kota X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara Republik Indonsia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat). Sebagai negara hukum maka Indonesia selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selalu menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Idealnya, sebagai negara hukum, Indonesia menganut sistem kedaulatan hukum atau supremasi hukum yaitu hukum mempunyai kekuasaan yang tertinggi di dalam negara.
Sebagai negara hukum, Indonesia menganut salah satu asas yang penting yakni asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Asas yang demikian selain ditemukan dalam Undang.undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) juga dapat disimak dalam Undang.undang Nomor 4 Tahun 2004 yang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehakiman. Dinyatakan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana harus diberikan hak.hak sebagai bentuk perlindungan dan jaminan hak asasi yang dimilikinya.
Hukum positip di Indonesia mengenai hak-hak tersangka/terdakwa dibatasi sebagaimana yang diatur dalam undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. Berdasarkan pentahapan proses peradilan pidana hak tersangka/terdakwa dapat dibagi hak yang berkaitan dalam proses pra adjudikasi (proses penyelidikan dan penyidikan), hak yang berkaitan dalam proses adjudikasi (proses penuntutan dan pemeriksaan di persidangan), hak yang berkaitan dengan proses post adjudikasi (proses setelah dijatuhi hukuman tetapi belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti).
Negara hukum yang dibangun di atas prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial nampaknya merupakan aspirasi dari para pendiri Negara Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pokok-pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 serta penjelasannya yang menyebutkan anatara lain bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. . Penegasan tersebut mengandung makna bahwa hukum harus diberi peranan sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan perorangan, masyarakat, maupun bangsa dan negara.
Seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan hukum positip seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana maka akan mengalami proses peradilan dalam sistem Peradilan Pidana Indonesia atau Criminal Justice Sistem. Menurut Romli Atmasasmita : Criminal Justice Process adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menyebabkan seorang tersangka ke dalam proses yang membawanya kepada penentuan pidana sedangkan Criminal Justice Sistem.adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana.
Kepolisian merupakan ujung tombak dalam sistem Peradilan Pidana dimana pelaksanaan tugasnya memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, dan penyelidikan terhadap peristiwa yang berkaitan dalam pelaksanaan hukum. Setelah dilakukan Penyidikan dan Penyelidikan oleh Kepolisian dalam suatu Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP) maka BAP tersebut diserahkan ke pihak Kejaksaan. Kejaksaan adalah lembaga penuntutan, yang melakukan penuntutan dalam suatu perkara pidana. Berdasarkan BAP dari Kepolisian maka Kejaksaan dapat melakukan penuntutan.
Pengadilan sebagai institusi yang melakukan pemeriksaan terhadap permasalahan pelanggaran hukum menentukan kesalahan dan kebenaran dan menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa sesuai dengan tingkat kesalahannya. Lembaga Peradilan di Indonesia terdiri dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi untuk memeriksa tingkat banding dan Mahkamah Agung untuk tingkat Pemeriksaan Kasasi sementara Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan bagian akhir dari SPP yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan perawatan warga binaan pemasyarakatan, pembinaan dan rehabilitasi. Jadi putusan pengadilan merupakan tonggak yang penting bagi cerminan keadilan, termasuk putusan pengadilan yang berupa penjatuhan pidana dan pemidanaan. Lahirnya penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan muncul begitu saja, melainkan melalui proses peradilan. Proses yang dikehendaki undang-undang adalah cepat, sederhana, dan biaya ringan. Biasanya asas itu masih ditambah bebas, jujur dan tidak memihak serta adil.
Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang Pengadilan terhadap seseorang dapat dilakukan penahanan yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oeh Penyidik atau Penuntut umum atau Hakim dengan penetapannya dan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang. Penjatuhan pidana dan pemidanaan dapat dikatakan cermin peradilan pidana. Apabila proses peradilan yang misalnya berakhir dengan penjatuhan pidana itu berjalan sesuai asas peradilan, niscaya peradilan dinilai baik. Apabila sebaliknya, tentu saja dinilai sebaliknya pula. Bahkan dapat dicap sebagai ada kemerosotan kewibawaan hukum. Penahanan terhadap seseorang dapat dilakukan dengan alasan sebagai berikut :
1. Mencegah tersangka atau terdakwa lebih lanjut melakukan tindak pidana;
2. mencegah tersangka atau terdakwa mengintimidasi korban atau saksi;
3. mencegah tersangka atau terdakwa berbahaya untuk merusak atau menghilangkan barang bukti;
4. mencegah tersangka atau terdakwa untuk merusak atau menghilangkan barang bukti;
5. mencegah tersangka atau terdakwa melarikan diri yang berdampak pemeriksaan terlarang
Salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada jajaran Pemasyarakatan yang berfungsi sebagai tempat melakukan penahanan adalah Rumah Tahanan Negara untuk selanjutnya disingkat rutan adalah tempat orang-orang yang ditahan secara sah oleh pihak yang berwenang dan tempat terpidana penjara (dengan masa pidana tertentu). Penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rutan merupakan proses awal hilangnya kemerdekaan bergerak seperti dikemukakan oleh Baharuddin Suryobroto :
Bahwa warga binaan pemasyarakatan yang ditempatkan di rutan merupakan proses penderitaan permulaan selama belum ada putusan dari Pengadilan Pidana yang memutuskan apakah perampasan kemerdekaan permulaan itu harus diakhiri atau harus dilanjutkan untuk kemudian diputuskan secara definitif apakah yang bersangkutan selanjutnya harus dikenakan perampasan kemerdekaan sebagai sanksi pidana, yang pelaksanaannya dilakukan oleh instansi pelaksana pidana yang hilang kemerdekaan atau instansi pemasyarakatan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rutan merupakan tempat untuk melaksanakan perampasan dan kemerdekaan dapat diakhiri dengan bebas dari segala tuntutan hukum atau dilajutkan berdasarkan Putusan Pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa terpidana yang salah harus bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dengan menjalani pidan penjara. Manusia adalah makluk sosial karena mereka hidup bersama dalam berbagai kelompok yang terorganisasi yang disebut masyarakat.
Rutan juga merupakan suatu bentuk masyarakat yang unik dimana anggotanya terdiri dari Petugas, warga binaan pemasyarakatan, dan narapidana serta masyarakat. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam suatu keadaan yang dipaksakan, Lingkungan yang tereliminasi dari dunia luar karena dibatasi oleh tembok keliling dan diatur oleh berbagai macam kontrol sosial baik formal maupun informal yang bersumber dari petugas maupun yang berlaku di kalangan mereka sendiri .
PBB menetapkan sejumlah konvensi yang berkaitan dengan perlindungan HAM seperti Konvensi Hak Sipil dan Politik; Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; Konvensi Hak Anak; Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia, standar` perlakuan minimum terhadap Narapidana/Warga binaan pemasyarakatan; Konvensi Internasional penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial; Konvensi Internasional penghapusan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan lain-lain. Beberapa instrumen internasional tersebut telah diratifikasi ke dalam perundang-undangan RI. HAM melekat pada diri setiap manusia tanpa memandang bulu, termasuk juga bagi narapidana/warga binaan pemasyarakatan yang melanggar hukum. Hukum merupakan suatu gejala yang muncul dalam hidup manusia sebagai norma bagi kehidupan bersama. Sebagaimana hidup manusia mempunyai banyak seginya, demikian pula dengan norma-norma bagi hidup manusia. Hukum itu seluas hidup itu sendiri.
Standard Minimum Rules for Prisoners (SMR) - Standar Perlakuan Minimum bagi Narapidana dan Warga binaan pemasyarakatan- menyatakan bahwa hak yang hilang daripada narapidana/warga binaan pemasyarakatan hanyalah hak atas kebebasan. Akan tetapi hak-hak lain yang melekat pada dirinya harus tetap diberikan selama mereka menjalani masa pidana/masa warga binaan pemasyarakatannya. Berdasarkan alasan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul .Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga binaan pemasyarakatan di Rutan Klas I Kota X . untuk disajikan menjadi suatu penelitian dalam tesis ini.

B. Rumusan Masalah
Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian ini, maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap sesama warga binaan pemasyarakatan di Rutan Klas I Kota X ?
2. Bagaimana bentuk-bentuk tindak kekerasan yang dilakukan terhadap sesama warga binaan pemasyarakatan di rutan Klas I Kota X ?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan petugas untuk mencegah tindak kekerasan terhadap warga binaan pemasyarakatan baru di Rutan Klas I Kota X ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahn yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap sesama warga binaan pemasyarakatan di Rutan Klas I Kota X
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak kekerasan yang dilakukan terhadap sesama warga binaan pemasyarakatan di Rutan Klas I Kota X.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan petugas untuk mencegah tindak kekerasan terhadap warga binaan pemasyarakatan baru di Rutan Klas I Kota X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang di dapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah khasanah kepustakaan.
2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuaan hukum mengenai pendekatan yang dapat dilakukan terhadap warga binaan pemasyarakatan, untuk berbagai kalangan yaitu :
a. Aparat/Praktisi hukum agar mengetahui pendekatan yang dapat dilakukan terhadap warga binaan pemasyarakatan untuk mencegah tindakan kekerasan terhadap sesama warga binaan pemasyarakatan
b. Pelaku yaitu orang yang melakukan kekerasan agar jangan lagi mengulangi perbuatannya.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada sekolah Pascasarjana, Universitas X belum ada penelitian menyangkut masalah “Pencegahan Tindak Kekerasan Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan di Rutan Klas I Kota X”.
Sepanjang yang penulis ketahui belum pernah ada tulisan tentang topik yang sama. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan terbuka untuk dikritisasi yang sifatnya konstruktif sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

Postingan terkait: