(Kode : PASCSARJ-0016) : TESIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan yang bermutu merupakan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas bangsa di era global. Pendidikan yang bermutu, memerlukan proses yang panjang, harus dimulai sejak usia dini karena pada masa ini merupakan usia emas, pada usia ini kesempatan yang baik untuk mengembangkan semua potensi anak.
Menurut Bambang Sudibyo (2005), pendidikan bermutu tidak hanya dilihat dari kemampuan lulusan dalam penguasaan pengetahuan dan tehnologi tetapi juga dalam pemahaman nilai-nilai keimanan dan beragama, etika, kepribadian dan estetika serta meningkatkan kualitas jasmani yang dapat mengantarkan Indonesia menuju bangsa yang modern dan madani. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu :
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, berilmu,cakap,kreatifdan mandiri serta menjadi warga negara yang bertanggang jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003).
Sejalan dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD makin mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bukan saja karena makin tidak adanya kesempatan atau kemampuan orang tua untuk mendidik anak-anaknya melainkan karena adanya kesadaran baru bahwa pengembangan potensi kecerdasan seseorang hanya bisa optimal apabila diberikan sejak dini.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara nyata sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Salah satu bentuk perlindungan dari antara lain : setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka mengembangkan bakat dan minatnya.
Pentingnya pendidikan bagi anak usia dini didasarkan adanya berbagai hasil penelitian yang menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai sekitar usia sekolah (7 tahun) ternyata tidak benar. Bahwa pendidikan yang dimulai pada saat Taman Kanak-Kanak (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi pada usia tersebut otak pertama separuh kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, apabila pada usia tersebut otak tidak mendapat rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Secara keseluruhan sampai usia 8 tahun 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia 4 tahun hingga mencapai 100% setelah berusia 18 tahun (Fasli Jalal, 2002).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahawa usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan (golden age) sekaligus masa kritis dalam tahap kehidupan manusia, yang menentukan perkembangan selanjutnya. Masa ini adalah yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama, sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai sejak awal agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Perkembangan anak menunjukkan pada bertambahnya fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang terstruktur dan diramalkan sebagai proses pematangan dalam belajar, jika pertumbuhan bersifat kuantitatif maka kemajuan bersifat kualitatif. Dalam perkembangannya anak sangat memerlukan perhatian, kasih sayang, sentuhan dan kesungguhan dalam pengasuhan dan orang tua serta orang dewasa disekitarnya. Perkembangan anak dapat dibedakan dalam empat aspek yakni kognisi, sosial dan sosial, bahasa dan aspek spiritual ( Muh. Noor,2005).
Aspek kognitif menunjuk pada proses berpikir anak, kemampuan ini sudah ada sejak anak dilahirkan dan merupakan kapasitas dalam otak manusia untuk berpikir dan memahami masalah. Lingkungan yang kaya stimulus dan slimulus yang diberikan secara tepat akan menambah cabang dendrit, meningkatkan preliferasi sinaps, memingkatkan mielininasi dalam otak sehingga informasi cepat dihantar. Hal ini merupakan peningkatan kemampuan kognisi atau kecerdasan otak (Ismail dalam Muh. Noor, 2005). Perkembangan kognisi adalah perubahan proses berpikir dan pemahaman anak dalam hal : (1) belajar memecahkan masalah,dan (2) berpikir logis (Hadis,dalam Muh. Noor 2005). Walaupun sebagian besar kemampuan kognisi berasal dari kondisi biologis namun lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam menstimulasi perkembangannya. Hal yang perlu diperhatikan meskipun lingkungan punya andil yang besar namun perlu dipertimbangkan dengan melihat kemampuan anak karena masing-masing anak memiliki memampuan yang berbeda-beda.
Perkembangan sosial dan emosi anak diarahkan pada anak untuk mengontrol dirinya, mengenal perasaan dan mengekspresikan melalui cara-cara yang dapat diterima baik secara sosial maupun kultural. Untuk mengembangkan emosi yang sehat anak membutuhkan dasar rasa aman dari lingkungannya serta teman sebaya yang sehat. Perkembangan sosial dan emosi atau biasa disebut perkembangan sosio-emosinal pada dasarnya adalah perubahan pemahaman anak tentang diri dan lingkungannya kearah yang lebih sempurna.
Perkembangan sosio-emosional diawali dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan orang tua terutama ibu. Sikap serta perilaku ibu yang tepat pada anak akan menumbuhkan rasa kepercayaan dasar anak pada orang tua, kepercayaan dasar pada lingkunganya, selanjutnya akan menumbuhkan rasa kemandirian dan timbulnya inisiatif anak. Ketiga kemampuan ini : kemampuan dasar, kemandirian, dan inisitatif harus dicapai sampai dengan anak usia 6 tahun. Pada saat anak telah mulai dapat menggunakan simbol yaitu ketika sudah berbahasa, pada saat itu pula telah dilakukan latihan untuk mengidentifikasi emosinya, menyatakan perasaannya dengan tepat dan mengajarkan membantu memahai orang lain. Aktifitas ini dimulai dengan dari orang-orang terdekat, misalnya orang tua, saudara atau teman sebaya. Ketika sudah bergabung teman sebaya perkembangan emosi anak akan berjalan lebih cepat. Bermain bersama, membantu teman, menunggu giliran, berbagi mainan dan atau makanan mejadi aktivitas yang penting sebagai sarana perkembangan sosial emosi yang sehat.
Aspek bahasa juga merupakan aspek yang penting pula yang perlu dikembangkan, kerena sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Ketika anak telah menggunakan bahasa,anak telah mulai dapat berpikir dengan sumbol-simbol. Pada saat ini apa yang dilihat dan dirasakan diungkapkan dengan bahasa, perkembangtan bahasa diarahkan pada peningkatan kemampuan anak untuk : (1) mendengar secara aktif dengan berkomuniksi menggunakan bahasa;dan (2) memahami bahwa sesuatu dapat diwakilkan dengan tulisan dan dapat dibaca, mengetahui abjad, menulis angka dan huruf (Hadis dalam Muh.Noor 2005). Meskipun anak sudah memiliki kemampuan bahasa dalam otaknya namun perkembanganya dipengaruhi stimulasi bahasa dari lingkungannya. Orang tua, pendidik serta orang dewasa dilingkungannya merupaka model bagi anak untuk megembangka kemampuan bahasanya melaui percakapan sehari-hari.
Selain ketiga aspek tersebut diatas aspek spiritual juga sangat penting untuk dikembangkan. Perkembangan spiritual yang mengacu pada keyakinan bahwa ada kekuatan besar yang menggerakkan manusia pada kesempurnaan, kekuatan tersebut adalah Tuhan (Muh. Noor, 2005). Seorang anak diharapkan telah memiliki konsep kepercayaan kepada Tuhan dan keyakinan bahwa Tuhanlah yang menggerakan manusia. Konsep spiritual disini bersifat umum bukan agama. Apabila anak memahai konsep tentang Tuhan maka pendidikan agama akan lebih mudah ditanamkan pada anak
Pencanangan pelaksanaan pendidikan anak usia dini oleh Presiden Megawati Sukarno Putri, pada acara Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2003, merupakan sumber semangat bagi para komponen pendidik usia dini untuk memberikan kesempatan pada pemenuhan hak-hak anak, khususnya untuk mendapatkan pendidikan sejak usia dini.
Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, akan tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasanya. Pendidikan disini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri di lingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan di luar keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan, yaitu melalui bermain. Kesenangan yang diperoleh melalui bermain memungkin anak belajar tanpa terpaksa dan tekanan sehingga di samping dapat berkembangnya motorik kasar maupun halus juga dapat dikembangkan berbagai kecerdasan yang lain secara optimal. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, dimana anak mendapatkan pengalaman yang nyata yang bermakna bagi kehidupan selanjutnya.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 28 ditegaskan bahwa : (1) Pendidikan anak usia dini deselenggaran sebelum jenjang pendidikan dasar yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun;(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformaldan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Roudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat; pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; (5) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Kelompok bermain sebagai salah satu penyelenggara pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal adalah bentuk layanan pendidikan bagi anak usia dini khususnya usia tiga tahun sampai enam tahun yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, sehingga siap memasuki pendidikan dasar (Direktorat PAUD, 2002). Hal ini sesuai dengan pasal 28 Undang-undang nomor 20 tahun 2003. Pada hakekatnya Kelompok Bermain adalah untuk mengangkat harga diri anak dan keluarga memalui penyediaan fasilitas permainan, dengan pelayanan yang diberikan, menjamin anak dan keluaraganya mampu melakuakan berbagai penyesuaian sesuai tuntutan dan kebutuhan yang selalu berkembang.
Kegiatan pada kelompok bermain diarahkan untuk mengembangkan anak seoptimal mungkin sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak melalui kegiatan bermain sambil belajar. Hakekat proses pendidikan anak usia dini adalah melakukan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan anak. Proses stimulasi tersebut akan efektif, sesuai dengan perkembangan usia anak, bila dilakukan dengan kegiatan bermain. Melalui kegiatan bermain dapat dilakukan pembiasaan perilaku positif sehingga anak memahami perilaku yang baik sesuai dengan nilai norma yang berlaku dimasyarakat. Oleh karena itu, program kelompok bermain tidak dirancang untuk mempersiapkan anak masuk sekolah, walaupun peningkatan potensi diri yang mencakup aspek pengembangan anak secara tidak langsung membantu mereka ketika memasuki pendidikan dasar.
Untuk dapat melayani anak usia dini memerlukan beberapa komponen, : yaitu : lembaga, sarana prasarana, dukungan masyarakat, kesadaran orang tua tentang pendidikan anak usia dini juga tak kalah pentingnya adalah pendidik. Pendidik anak usia dini mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan segala potensi yang dimiliki anak. Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran orang tua dan masyarakat pada PAUD dengan ditandai banyaknya dibuka lembaga yang menangani anak usia dini otomatis makin dibutuhkan pendidik anak usia dini baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pada umumnya pendidik anak usia dini lulusan SLTA dan Diploma II TK, atau bahkan mungkin lulusan SLTA yang mau menjadi pembimbing anak usia dini. Hal ini akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Kualitas pendidik yang memenuhi standar diharapkan dapat melaksanakan tugas secara benar dan tepat. Pendidik yang memahami metode pembelajaran akan lebih mudah mengantarkan anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya, sehingga tidak akan terjadi anak mengalami kejenuhan belajar yang disebabkan proses belajar yang tidak sesuai dengan porsinya pada usia dini.
Banyak dijumpai di lapangan pelaksanaan pembelajaran pada penyelenggaraan anak usia dini baik di Taman Kanak-Kanak maupun Kelompok Bermain guru maupun pembimbing masih mengunakan metode satu arah dimana guru mengajarkan sesuai dengan kemampuan guru atau program belajar tidak melihat kemampuan anak sehingga anak akan mengalami kejenuhan belajar, ketergantungan, kurang mandiri, tidak kreatif bahkan yang terjadi anak bisa pada tingkat awal di sekolah dasar mengalami tinggal kelas karena kejenuhan yang disebabkan oleh pembelajaran pada masa masa usia dini yang keliru. Sering terjadi pelaksanaan di Taman Kanak-kanak maupun kelompok bermain pelaksanaannya seperti di SD yaitu adanya pembajaran membaca, menulis berhitung. Pembelajaran difokuskan pada penguasaan akademik, dengan menghafal dan kemampuan baca tulis hitung yang menyimpang dari prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.
Pembelajaran yang baik untuk anak usia dini harus menyesuikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Pada masa ini anak masih suka bermain, dengan menerapkan prinsip bermain sambil belajar, proses pembelajaran akan lebih mencapai sasaran. Melalui bermain anak dapat memetik manfaat baik perkembangan aspek fisik, motorik, kecerdasan dan sosial emosional (Meyke 2001). Bermain merupakan jembatan bagi anak dari belajar secara informal menjadi formal. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan anak sehingga anak lebih siap menghadapi lingkungannya dan lebih siap dalam mengikuti pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bermain bagi seorang anak adalah kegiatan yang sangat penting. Lewat bermain itulah anak belajar bagaimana hidup dan kehidupan seseorang. Baik untuk masa kini, maupun masa mendatang.
Menurut Ismed Yusuf, (XXXX) dalam proses bermain ada lima unsur penting yang terkandung didalamnya yaitu (1) Kepuasan, dalam bermain anak dapat kepuasan dari apa yang berpengaruh dalam dirinya; (2) Kehendak sendiri dan kebebasan, lewat bermain anak dapt mengekpresikan kehendaknya sendiri secarea bebas dan sekaligus belajar batasan-batasan tertentu dari proses bermain tersebut; (3) menyenangkan dan dapat dinikmati. Dalam bermain anak merasa senang dan meninkmati apa yang sedang dihadapi dan dilakukan; (4) Imajinasi dan kreatifitas. Dalam bermain anak berimajinasi sesuai dengan kemampuan proses berpikir, sekaligus dalam imajinasi tersebut muncul kreatifitas yang ada pada anak itu sendiri; (5) Aktif dan sadar, selama kegiatan anak secara aktif dan sadar melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang dikehendaki dan secara bebas mengekspresikan segala energi dalam proses bermain tersebut
Uraian diatas menunjukkan bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak untuk dapat berkembang secara optimal, bahkan bermain merupakan gizi bagi untuk jiwa anak. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang tepat agar anak dapat memperoleh pendidikan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhannya. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini dapat menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT), atau dalam bahasa Indonesianya adalah Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran
Kegiatan bermain sambil belajar pada sentra-sentra (sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam), dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan hak. Anak dituntut aktif dan kreatif dalam kegiatan sentra-sentra dan pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator memberi pijakan-pijakan (scaffolding). Pijakan yang diberikan sebelum dan sesudah anak yang bermain dalam setting duduk melingkar sehingga dikenal sebagai saat lingkaran. Pijakan lainnya adalah pijakan lingkungan (penataan lingkungan), dan pijakan pada setiap anak dilakukan selama anak bermain (Ditjen Dikluspa, 2005). Pendekatan ini dikembangkan oleh Creative Pre School Florida Amerika Serikat dan mulai dikembangkan juga di Indonesia. Metode ini merupakan pengembangan dari metode Montessori, High Scope dan Reggio Emilio, yang menfokuskan kegiatan anak-anak di sentra-sentra, sudut-sudut, atau area-area untuk mengoptimalkan seluruh kecerdasan anak.
Pusat Pendidikan Anak Usia Dini X merupakan lembaga yang menangani anak usia dini, yang pembelajarannya menggunakan pendekatan BCCT (pembelajaran dengan menggunakan sistem sentra-sentra), dan memiliki 7 (tujuh) sentra dan Pusat PAUD X mempunyai keunggulan karena dalam pembelajarannya juga mengunakan bahasa asing (Inggris dan arab), sehingga banyak orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada PAUD X.
Sehubungan dengan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDEKATAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) DI PUSAT PAUD X".
B. Rumusan Masalah
Bertolak pada latar belakang masalah selanjutnya dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut ini :
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X?.
2. Sejauhmana pendekatan BCCT dapat mengembangkan perilaku dan kemampuan dasar anak di pusat PAUD X?
3. Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT pada Pusat PAUD X?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.
2. Pengembangan perilaku dan kemampuan dasar dengan pendekatan BCCT di Pusat PAUD X
3. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan BCCT di Pusat PAUD X.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharap memperoleh mafaat secara praktis maupun teoritis.
1. Manfaat secara Praktis :
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran mengenai perbaikan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran BCCT
b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi pengelola Pusat PAUD dalam membuat kebijakan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan anak usia dini.
2. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Menambah khasanah keilmuan terutama berkenaan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan BCCT dalam upaya peningkatan kemampuan dasar anak usia dini
b. Dapat dipakai sebagai kajian lebih mendalam bagi penelitian-penelitian lanjutan yang sifatnya lebih luas dan mendalam baik dari sisi wilayah maupun substansi permasalahannya.
c. Dapat dijadikan kajian apakah model BCCT memang tepat dan pas untuk dikembangkan di Indonesia, sehingga dapat menarik peneliti yang lain untuk mengembangkan lebih lanjut.