TESIS DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI

(KODE : PASCSARJ-0089) : TESIS DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI (PRODI : PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)




BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
Kecamatan X merupakan salah satu kecamatan yang dilalui Jalur Pantura Pulau Jawa yang menghubungkan Jakarta (Pusat Kegiatan Nasional/ PKN)-Cirebon (Pusat Kegiatan Nasional/ PKN). Secara relatif dalam konstelasi wilayah Kabupaten X, Kecamatan X adalah kecamatan terbesar kedua setelah Kecamatan X baik dari luas wilayah, jumlah penduduk ataupun kelengkapan sarana dan prasarana sosial ekonomi. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi X, Kecamatan X merupakan wilayah pantai utara yang diperuntukkan untuk kawasan lahan basah (Revisi RTRW Kab.X Tahun 2002-2012, hal. II. 1). Rencana hirarki kota-kota berdasarkan Revisi RTRW Kabupaten X Tahun 2002-2012 dalam, Kecamatan X merupakan kota hirarki I dengan fungsi utama sebagai pusat pertumbuhan utama dan sebagai gerbang perdagangan ke luar wilayah kabupaten. Sedangkan dalam rencana pembagian fungsi kota-kota, Kota X berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan Wilayah Pengembangan II, pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian, perikanan dan kebutuhan pokok. Wilayah Pengembangan II meliputi Kota X (sebagai pusat pelayanan Wilayah Pengembangan II), Kota Ciasem, Kota Legonkulon, Kota Blanakan, Kota Pusakanagara, Kota Binong, dan Kota Compreng. Kecamatan X juga merupakan pusat pelayanan di zona utara dengan fokus pengembangan sektor perdagangan (Revisi RTRW Kab.X Tahun 2002, hal. V.39-V.43). Sebagaimana diketahui berdasarkan keragaman karakteristik fisiknya Kabupaten X terbagi menjadi 3 zona pelayanan yaitu zona selatan dengan pusat di Kecamatan Jalancagak, zona tengah berpusat di Kecamatan Pabuaran, pusat pengembangan utama di Kecamatan X, dan zona utara berpusat di Kecamatan X.
Potensi utama di Kecamatan X yang didukung dengan kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten X dan Propinsi X adalah sektor pertanian. Hal ini tampak dari besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga konstan kecamatan, luas area pertanian, dan mata pencaharian penduduk. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kecamatan X Tahun 2002 merupakan terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (sebesar 34,17% dari total PDRB kecamatan atau sebesar Rp. 39.165.000.000), yaitu sebesar 30,58% dari total PDRB kecamatan (Rp. 35.053.000.000). Besarnya kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB Kabupaten X Tahun 2002 dapat dilihat pada Gambar I.2 di bawah ini. Luas lahan yang diperuntukkan bagi sektor pertanian di Kecamatan X tahun 2006 mencapai lebih dari 60% dari seluruh luas wilayah kecamatan. Namun produksi padi mengalami penurunan sebesar 42,57%, yaitu dari 95.000 tahun pada tahun 1993 menjadi 54.561 ton pada tahun 2003. Jumlah penduduk yang bermatapencaharian utama sebagai petani (baik sebagai petani pemilik maupun buruh tani) pada tahun 2006 sebesar 12.108 jiwa (50,18% dari total pekerja di Kecamatan X).
Kebijakan-kebijakan tersebut diatas mendorong perkembangan wilayah Kecamatan X yang berakibat pada peningkatan jumlah penduduk dari 80.898 jiwa pada tahun 1996 menjadi 90.142 jiwa pada tahun 2007 (tingkat pertumbuhan rata-rata 1% per tahun), dengan kepadatan penduduk rata-rata pada tahun 2007 sebesar 118 jiwa/Ha. Jumlah penduduk di Kecamatan X selain dipengaruhi oleh pertumbuhan alamiah (kelahiran) juga migrasi. Migrasi datang tahun 1998 sebesar 163 jiwa menurun menjadi 80 jiwa pada tahun 2007, sedangkan penduduk yang pindah ke luar wilayah Kecamatan X tahun 1998 sebesar 113 jiwa menjadi 117 jiwa pada tahun 2007.
Pertambahan jumlah penduduk pedesaan tentunya berdampak pada peningkatan pemanfaatan lahan baik untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan pangan maupun untuk menampung aktivitas manusia dalam keseharian. Namun demikian lahan merupakan sumberdaya yang relatif tidak berubah kuantitasnya, sedangkan kegiatan manusia bersifat dinamis dan terus bertambah dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Suhelmi, 1998). Pertambahan jumlah penduduk bukan hanya berdampak secara spasial, tetapi juga menyebabkan perubahan sosioekonomi dan kultural penduduk pedesaam yang antara lain menyangkut struktur produksi, mata pencaharian, cara hidup, perilaku dan banyak aspek sosiokultural lainnya (Giyarsih, 2006). Dengan demikian konversi lahan pertanian tidak hanya menimbulkan persoalan ketahanan pangan, tetapi juga lingkungan dan ketenagakerjaan, karena lahan pertanian atau sawah berperan sangat penting terhadap aspek ekonomi, industri, lingkungan hidup, sosial, politik, dan keamanan.
Ada tiga alasan utama perlunya pencegahan dan/atau pengendalian terhadap kecenderungan perubahan fungsi lahan pertanian. Pertama adalah karena kecenderungan tersebut dipandang sebagai ancaman terhadap upaya untuk mempertahankan swasembada pangan nasional. Kedua, besarnya biaya investasi untuk pembangunan prasarana irigasi selama ini yang akan hilang begitu saja jika peralihan penggunaan lahan sawah terus berlanjut tanpa pengendalian. Ketiga, pencetakan sawah baru di luar Jawa membutuhkan biaya yang besar untuk mengimbangi menyusutnya sawah produktif di pulau Jawa di samping memerlukan waktu yang lama dalam pengembangannya (Harun, 1997;21).
Jadi alasan perlunya pengendalian konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Kecamatan X, adalah karena konversi lahan yang telah terjadi dan nampaknya cenderung terus terjadi merupakan ancaman terhadap keberlangsungan kegiatan pertanian lahan basah atau sawah yang merupakan salah satu fungsi utama yang diemban wilayah Kecamatan X (secara makro spasial wilayah Kecamatan X), serta merupakan sektor penghidupan utama bagi sebagian besar masyarakatnya sehingga diperlukan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan rumah tangga pertanian yang menggantungkan hidupnya dari lahan pertanian, serta menjaga keberlangsungan kegiatan pertanian bagi rumah tangga pertanian tersebut (secara mikro).

1.2 Rumusan Persoalan
Rumusan persoalan yang berkaitan dengan dampak konversi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani, adalah belum diketahuinya perubahan kondisi sosial ekonomi petani sebagai akibat dari konversi lahan pertanian. Perubahan kondisi sosial ekonomi diindikasikan oleh perubahan mata pencaharian, perubahan kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi penduduk.
Pertanyaan yang dirumuskan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik perubahan guna lahan di wilayah studi, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan guna lahan?
2. Seberapa besar dampak konversi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani dalam perspektif makro (skala wilayah) dan mikro (skala rumah tangga petani), ditinjau dari aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi?

1.3 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan kondisi sosial ekonomi petani dari aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi akibat konversi lahan pertanian di wilayah studi. Sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya karakteristik perubahan guna lahan di wilayah studi, serta faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan.
2. Teridentifikasinya dampak konversi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani dalam perspektif makro (skala wilayah) dan mikro (skala rumah tangga petani), ditinjau dari aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan migrasi.

1.4 Manfaat Dan Relevansi Studi
Manfaat relevansi dari Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus: Jalur Pantura Kecamatan X) adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten X untuk mengendalikan pengembangan infrastruktur wilayah, agar dapat mempertahankan fungsi wilayahnya sebagai lumbung padi X, dan menjaga keberlangsungan kehidupan rumah tangga pertanian.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat Kabupaten X dan pihak pengembang swasta dalam pemilihan lokasi pembangunan infrastruktur agar lebih memperhatikan implikasinya bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat pertanian.
3. Sebagai bahan masukan bagi perencana dan stakeholders dalam meneliti dan mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan wilayah di Kabupaten X di masa mendatang.

1.5 Ruang Lingkup
Dalam rangka mewujudkan tujuan penelitian, maka perlu dijelaskan sekilas mengenai ruang lingkup pembahasannya baik itu yang berkaitan dengan ruang lingkup wilayahnya maupun yang berhubungan dengan materinya. Pembatasan ruang lingkup dapat dijadikan sebagai batasan mengenai wilayah yang diteliti serta memberikan arahan materi yang jelas dan tepat dalam proses penyelesaian masalah.
I.5.1 Ruang Lingkup Wilayah studi
Dalam penelitian ini, desa-desa di Kecamatan X yang dijadikan wilayah studi adalah desa-desa yang berada di sepanjang Jalur Pantura, dengan asumsi bahwa di sepanjang Jalur Pantura tersebut mengalami konversi lahan pertanian akibat perkembangan kegiatan perkotaan yang lebih cepat dibandingkan desa-desa lainnya yang jauh dari Jalur Pantura. Desa-desa yang berada di sepanjang Jalur Pantura antara lain:
1. Desa Batangsari
2. Desa Sukamaju
3. Desa Sukasari
4. Desa Sukareja
5. Desa X
6. Desa Mulyasari
7. Desa Mundusari
8. Desa X Sebrang
Selanjutnya batas-batas administratif wilayah studi adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa, Desa X Hilir, Desa Lengkong Jawa, Kecamatan Legonkulon,
Sebelah Selatan : Desa Curugreja, Desa Rancasari, Desa Rancahilir, Desa Bongas, Kecamatan Binong
Sebelah Timur : Kecamatan Pusakanagara
Sebelah Barat : Kecamatan Ciasem
I.5.2 Ruang Lingkup Materi
Lingkup materi dalam penelitian mengenai Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus: Jalur Pantura Kecamatan X) meliputi:
- Penggunaan lahan, di wilayah studi dengan lingkup pembahasan sebagai berikut:
1. Perkembangan penggunaan lahan pada 2 periode yang berbeda, yaitu tahun 1997 dan tahun 2006.
2. Isu-isu dan rencana pembangunan infrastruktur yang memerlukan pengendalian.
- Dampak konversi lahan pertanian menjadi non pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani dalam perspektif makro (skala wilayah) dan mikro (skala rumah tangga petani).
Adapun kondisi sosial ekonomi yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan berbagai perubahan yang terjadi pada kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani yang difokuskan pada beberapa komponen perubahan, yakni: struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan migrasi rumah tangga.
Ketiga komponen tersebut dipilih atas dasar beberapa pertimbangan, yaitu hasil penelitian sebelumnya mengenai dampak konversi lahan pertanian sebagai akibat dari pembangunan wilayah (di antaranya A. Anwar 1993; Edrijani, 1994; Iwan Kustiwan, 1996; Ivan Chofyan, 1997; Siti Fadjarajani, 2001; dll), pengamatan maupun wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat pada survei awal terkait dengan perubahan kondisi sosial ekonomi petani, yang merupakan beberapa faktor perubahan sosial ekonomi petani yang relatif lebih mudah untuk diperoleh informasinya di wilayah studi, di samping adanya pertimbangan keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan faktor teknis lainnya.
- Selain itu juga melihat hubungan antara ketiga komponen perubahan yaitu struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan migrasi dengan konversi lahan pertanian.

I.6 Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan tujuan, sasaran dan berbagai proses di dalamnya, penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi akibat konversi lahan pertanian, khususnya yang berkaitan dengan aspek struktur mata pencaharian, kepemilikan lahan pertanian, dan migrasi, sehingga pada akhirnya diketahui dampak konversi lahan pertanian di wilayah studi.

Postingan terkait: