BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu wujud nyata pasal 33 UUD 1945 yang memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun, dalam realitasnya seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila BUMN tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan menerima pelayanan yang tidak memadai serta harus menanggung biaya yang lebih tinggi.
Keberadaan BUMN di Indonesia tidak terlepas dari peninggalan sejarah, sejak 1950-an dalam rangka konfrontasi dengan Belanda, semua perusahaan Belanda dan beberapa perusahaan asing lainnya dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Akibatnya negara memiliki banyak perusahaan yang diambil alih dan bergerak di hampir seluruh bidang ekonomi. BUMN dalam perjalanannya telah banyak mengalami pasang surut usaha, baik yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu keadaan ekonomi nasional dan internasional maupun keadaan internal, dimana banyak terdapat pengurus perusahaan yang tidak sesuai dengan keahliannya serta penggunaan sumber daya yang kurang efektif dan efisien hingga kondisi BUMN saat ini masih belum seperti yang diharapkan.
Kinerja BUMN masih belum optimal, walaupun saat ini kinerja BUMN secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Kinerja BUMN mempunyai pengaruh di sisi pendapatan dan pengeluaran negara. Di sisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan pajak maupun bukan pajak, sedangkan di sisi pengeluaran, jika BUMN memiliki kinerja yang rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara. Kini, dengan arus ekonomi global keberadaan BUMN banyak mengalami kerugian besar, tak jarang BUMN yang merugi diselamatkan pemerintah dengan kucuran dana segar dan besar, agar perusahaan tersebut bisa tetap berjalan dan tidak mengalami kehancuran. Menurut keterangan mentri negara BUMN Sugiharto, selama 2001 aset total BUMN mencapai Rp 845,2 triliun dan meraih laba sebesar Rp26,9 triliun. Dari laba tersebut pemerintah memperoleh dividen sebesar Rp 8,1 triliun. Tetapi total hutang BUMN diperkirakan mencapai Rp 606 triliun.
Dengan hutang yang sedemikian besar, nampak kelemahan-kelemahan struktural yang melekat pada BUMN, selain dari kualitas direksi yang ditunjuk bukanlah orang-orang yang terpilih dan terbaik, yang jadi kriteria perusahaan bukanlah kapabilitas tapi loyalitas dan besarnya setoran, sehingga banyak terjadi KKN dalam tubuh BUMN. Menurut BUMN watch selaku tim pemantau kinerja BUMN, mengemukakan secara sederhana permasalahan mendasar BUMN di Indonesia kurang lebih terdiri atas empat macam ; (1) menjadi sarang KKN atau sapi perah kekuasaan, (2) pengelolaan atau manajemen yang berantakan serta salah urus, (3) kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan (4) tarik ulur privatisasi yang dialasi oleh kepentingan. Sebagian besar BUMN dalam kondisi mati suri, karena didera oleh beragam persoalan. Terbukti, dari 160-an BUMN tidak sampai sepertiganya yang memiliki kinerja baik.
Perum Peruri merupakan salah satu BUMN di Indonesia yang memiliki tugas menyelenggarakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan juga untuk mendapatkan laba agar mandiri serta dapat hidup berkelanjutan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik {Good Corporate Governance) dengan mengutamakan segi keamanan {security) terhadap produk yang dihasilkannya. Perum Peruri telah mengabdikan karyanya melalui eksistensi rupiah sebagai atribut kedaulatan bangsa dan negara, melalui produknya pula Peruri menjadi duta bangsa untuk representasi di dunia internasional, karena hasil karyanya memiliki ciri seni dan teknologi yang khas sebagai dokumen yang sah secara formal, baik aspek administratif maupun legal serta tidak mudah dipalsukan.
Legitimasi Peruri sebagai badan usaha tunggal di bidang percetakan uang yang diberi tugas dan wewenang melaksanakan tugas mencetak uang rupiah untuk Bank Indonesia. Hubungan Peruri dan Bank Indonesia sebagai mitra utama sudah terjalin sangat erat, sehingga membentuk suatu historis yang panjang. Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan sejalan dengan UU nomor 23 tahun 1999 Bank Indonesia berfungsi sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan demikian, penyediaan rupiah baik kertas maupun logam merupakan bagian dari salah satu tugas Bank Indonesia dan tugas itu akan berjalan dengan baik melalui dukungan dari Perum Peruri sebagai lembaga yang bertugas menyediakan alat tukar berupa mata uang rupiah. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Indonesia nomor 32 tahun 2006, maksud dan tujuan Peruri adalah melaksanakan dan menunjang program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, pada umumnya dengan mengadakan usaha di bidang percetakan uang, barang dan jasa yang memiliki tingkat keamanan tinggi demi kepentingan dan keamanan negara.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2006, maka tugas dan fungsi Peruri dijabarkan sebagai berikut:
1. Mencetak uang kertas {Bank Note) dan uang logam untuk Bank Indonesia dan negara lain
2. Mencetak dokumen-dokumen security (dokumen keimigrasian, pita cukai, materai dan dokumen pertanahan atas instansi yang berwenang), security paper, dokumen lainnya, begitu juga dengan logam berharga yang dibutuhkan pemerintah Bank Indonesia, bank swasta, perusahaan lain dan publik.
3. Memesan kertas uang, kertas berharga, logam untuk uang logam, dan material dasar lainnya.
4. Menentukan bisnis-bisnis lainnya yang berhubungan dengan fungsi perusahaan guna menambah devisa bagi negara.
Melihat dari tugas dan fungsinya, Perum Peruri merupakan perusahaan yang bidang usahanya menjadi objek vital strategis karena produk utamanya yang menjadi fokus, maka apabila dalam pelayanannya terdapat gangguan akibat suatu sebab sehingga berkurangnya target produksi yang telah ditetapkan atau terdapat kelangkaan atau perum peruri terlambat dalam penyerahan produknya maka akan berdampak nasional, bahkan dapat memunculkan kerawanan atau instabilitas pemerintahan. Berdasarkan tingkat keamanan produk yang dihasilkannya sangat tinggi, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya tentulah mengandung konsekuensi terhadap masalah penanganan teknologi dan sumber daya manusianya.
Pengamanan yang spesifik tersebut tentulah memerlukan cara dan strategi tertentu selain daripada kesadaran para karyawannya dalam pengelolaan tugasnya, maka tuntutan akan efektivitas serta produktivitas pelaksanaan tugas mutlak diperlukan. Untuk merealisasikannya salah satu faktor penting yang harus diselesaikan adalah masalah tingkat produktivitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, tentu mampu memberikan kepuasan bagi pelanggannya. Tingkat kepuasan yang harus diberikan Perum Peruri adalah memperoleh hasil cetakan uang rupiah dalam bentuk kertas dan logam, yang sesuai dengan standar kualitas yang telah disepakati, serta jumlah target produksi dan ketepatan dalam waktu penyelesaian pesanan pun menjadi komponen yang sangat penting. Perum Peruri sebagai perusahaan umum ada kalanya tidak mampu memenuhi keinginan dari Bank Indonesia terutama dalam hal ketepatan pengiriman hasil cetak serta jumlah pesanan lembar uang sesuai yang diinginkan, hal tersebut diakibatkan karena ketidak mampuan karyawan dalam memaksimalkan waktu yang telah ditentukan.
Dalam tubuh organisasi Perum Peruri terdapat empat direksi, delapan divisi, dan sembilan belas departemen. Departemen verutas sebagai salah satu departemen yang menangani alur cetak uang kertas mulai dari white papper (kertas siap cetak), pemeriksaan manual, penghitungan, finishing (penyelesaian) hingga menjadi kertas bilyet (lembar uang) siap pakai hingga pengiriman ke Bank Indonesia.
Mengingat proses alur cetak uang tidak semudah yang kita bayangkan, karena tingkat keamanan dari rancangan gambar yang ditampilkan pada produknya sangatlah tinggi, maka peran serta karyawan sebagai pelaku utama menjadi sangat penting. Tingkat efektivitas yang dibutuhkan karyawan terutama dalam hal ketelitian, kecepatan dan ketepatan dalam menangani alur cetak uang menjadi mutlak diperlukan, mengingat risiko yang dihadapi sangat besar.
Dari daftar di atas terlihat hampir sebagian besar hasil produksi tidak mencapai target yang diinginkan, contohnya saja pada bulan Agustus target cetak uang kertas untuk pecahan 5000 rupiah adalah 2.650.000 lembar (bilyet) uang kertas, namun pada kenyataannya hanya dapat terselesaikan sebanyak 1.364.000 lembar uang kertas. Tentu saja hal ini akan membawa dampak yang buruk bagi perusahaan karena Peruri harus membayar denda akibat kurangnya hasil cetak uang kertas yang telah ditargetkan. Kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan tentunya tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal yang dapat mengakibatkan produktivitas menurun.
Menurut Susi Indarwati selaku Kepala Unit Seksi Pemeriksaan Uang Besar (RIKSAR) beberapa faktor internal yang dapat mengakibatkan turunnya produktivitas karyawan Departemen Verutas Perum Peruri X adalah ; (1) Karyawan malas merapihkan tumpukan kertas yang akan dicetak sehingga menimbulkan beberapa kendala seperti kertas bergelombang sehingga seringkali cetakan yang timbul tidak rata dipermukaan, (2) Kesalahan pada saat mengirim LKU (Lembar Uang Kertas) dari satu tempat ke tempat yang lain sehingga menyebabkan kertas jatuh dan berantakan, (3) Kesalahan pemeriksaan manual lembar kertas uang biasanya diakibatkan oleh kondisi karyawan, (4) Kesalahan dalam melakukan hitungan secara manual biasanya diakibatkan oleh kondisi karyawan, (5) Ketidak pahaman operator dalam menjalankan mesin dan kurangnya skill operator dalam menjalankan mesin yang mengakibatkan mesin bekerja tidak optimal, (6) Malas menjaga kebersihan mesin yang biasanya mengakibatkan kertas kotor dan berdebu. Sedangkan faktor eksternal yang biasanya terjadi adalah; (1) Kerusakan pada mesin, baik itu mesin cetak maupun mesin hitung, (2) Kualitas Tinta yang jelek mengakibatkan tinta sulit kering, (3) Kerusakan pada fasilitas pendukung produksi, (4) Kualitas kertas yang jelek, mengakibatkan kualitas hasil cetakan tidak sesuai dengan pesanan.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi tentu saja berdampak bagi produktivitas tenaga kerja, karena berpengaruh terhadap waktu kerja karyawan, kedisiplinan karyawan pun berkurang, mengingat setiap hari karyawan harus berpacu dengan waktu, maka setiap ada kesalahan yang terjadi tingkat keefektifan kinerja menjadi berkurang. Serta dampak lain bagi perusahaan yang harus mengeluarkan biaya guna mengganti jumlah lembar uang yang hilang atau rusak bahkan tidak layak untuk digunakan, hingga tingkat kepuasan konsumen dalam hal ini Bank Indonesia yang harus selalu di jaga.
Untuk memperkecil terjadinya hal-hal yang dapat menyebabkan tidak maksimalnya hasil produksi serta keterlambatan pengiriman uang kertas Perum Peruri mulai mengupayakan strategi yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan bahkan mungkin tidak sama sekali. GKM (Gugus Kendali Mutu) atau QCC {Quality Control Circle) sebagai salah satu solusi yang digunakan untuk menangani masalah tersebut dengan berupaya meningkatkan produktivitas karyawan melalui partisipasi karyawan pada semua tingkat organisasi dalam proses pengambilan keputusan, yang membina manusia agar setiap karyawan mampu memberikan saran serta kreatifitasnya dalam memecahkan masalah yang terjadi secara berkesinambungan. Melalui GKM pula diharapkan setiap karyawan mampu meningkatkan produktivitasnya. Para penulis Jepang mengatakan bahwa memanusiakan tempat kerja merupakan kunci bagi keberhasilan, dimana Gugus Kendali Mutu sebagai alat pembinaan manusia, mereka memungkinkan karyawan untuk menggunakan kecerdasan, kreativitas serta keuletan mereka bukan hanya tenaga fisik mereka saja. Gugus Kendali Mutu memberikan tantangan pada para pekerja, berarti bahwa kecakapan dan kemampuan yang telah mereka pelajari harus dipergunakan. Hal ini menyebabkan diperlukannya keterampilan dan pengetahuan bam serta latihan tambahan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Dalam program Gugus Kendali Mutu, kegiatan-kegiatan pengendalian berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektiv. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan. Produktivitas kerja merupakan kunci bagi keberhasilan suatu organisasi, oleh karena itu produktivitas baik pada tingkat individual, kelompok maupun organisasi secara keseluruhan harus selalu dipelihara dan ditingkatkan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian tentang "Pengaruh Implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Departemen Verutas Perum Peruri" (Survei pada karyawan departemen Verutas Perum Peruri X).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Implementasi Gugus Kendali Mutu pada Departemen Verutas Perum Peruri
2. Bagaimanakah produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri
3. Seberapa besar pengaruh Implementasi Gugus Kendali Mutu terhadap Produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui gambaran implementasi Gugus Kendali Mutu pada Departemen Verutas Perum Peruri.
2. Untuk mengetahui gambaran Produktivitas Kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh implementasi Gugus Kendali Mutu terhadap Produktivitas kerja karyawan pada Departemen Verutas Perum Peruri.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Beberapa kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara akademis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan berupa wawasan dan perkembangan ilmu manajemen sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan pengaruh Gugus Kendali Mutu terhadap produktivitas kerja karyawan, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu manajemen sumber daya manusia.
2. Secara Praktis
Penelitian ini memberikan gambaran sejauh mana pengaruh implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) terhadap produktivitas kerja karyawan pada departemen Verutas Perum Peruri. Sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan yang bermanfaat bagi Perum Pemri untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
1.4 Kerangka Pemikiran
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) pada hakekatnya adalah penerapan manajemen, khususnya untuk sumber daya manusia. Peran manajemen sumber daya manusia sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan organisasi, tetapi untuk memimpin manusia merupakan hal yang cukup sulit, tenaga kerja selain diharapkan mampu cakap dan terampil, juga hendaknya berkemauan dan mempunyai kesungguhan untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh moral kerja dan kedisiplinan pegawai dalam mewujudkan tujuan perusahaan.
Pengertian manajemen sumber daya manusia diutarakan oleh Edwin B. Flippo dalam Sedarmayanti (2001:5) sebagai berikut:
"Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, Pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat."
Pengertian lain diutarakan oleh French dalam Sedarmayanti (2001:5), manajemen sumber daya manusia adalah "Sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi". Apabila pengertian dari Flippo dan French digabungkan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai "Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan (recruitment), seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu maupun kelompok."
Manajemen sumber daya manusia mempunyai kekhasan dibandingkan dengan manajemen secara umum atau manajemen sumber daya lain, karena yang dikelola adalah manusia, maka keberhasilan atau kegagalan manajemen sumber daya manusia akan mempunyai dampak yang sangat luas. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam organisasi dan pemanfaatannya dalam berbagai fungsi serta kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen sumber daya manusia diperlukan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya manusia dalam organisasi, dengan tujuan untuk memberi kepada organisasi suatu satuan kerja yang efektif.
Tujuan utama manejemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami karena semua kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan, tergantung kepada manusia yang megelola organisasi yang bersangkutan. Oleh sebab itu sumber daya manusia tersebut harus dikelola dengan memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Diharapkan melalui fungsi-fungsi manajemen tersebut sumber daya manusia dapat mencapai tujuan perusahaan. Salah satu komponen yang terdapat di dalam proses tata laksana pengendalian adalah TQC (Total Quality Control) atau Pengendalian Mutu Terpadu (PMT).
Menurut Hasibuan Malayu. S. P (2006:219)
"Pengendalian mutu terpadu berfungsi sebagai suatu sistem manajemen yang melibatkan semua tingkatan karyawan melalui pelaksanaan konsep quality control (kendali mutu) dan metode statistik untuk memuaskan pelanggan dan karyawan dengan mengutamakan mentalitas, kecakapan dan manajemen partisipatif yang mengutamakan kualitas kerja."
Total Quality Control (TQC) atau dalam bahasa Indonesia disebut Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) adalah pelaksanaan dari konsep produktivitas dalam perusahaan, sebagai suatu sistem manajemen untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien. Sebagai suatu sistem produktivitas yang didukung oleh semua faktor penunjang, maka PMT adalah suatu sistem manajemen yang mengikut sertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan teknik kendali mutu untuk mencapai tingkat produksi yang optimal dengan cara yang efektiv dan dengan tingkat efisiensi yang baik.
Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) atau Total Quality Control (TQC) sebagai suatu sistem manajemen memerlukan persyaratan awal sebagai sarana penunjang utama, agar program peningkatan produksi dan produktivitas melalui sistem ini bisa berjalan lancar, dimana seluruh unsur dipadukan dalam kegiatan nyata. Gerakan pengendalian mutu terpadu memerlukan keterampilan manajerial dan keterampilan teknis tenaga kerja, baik tenaga kerja yang berperan sebagai manajer atau pimpinan perusahaan maupun tenaga kerja teknis atau kaum pekerja. Perpaduan keterampilan manajerial dan teknis itulah yang dikembangkan secara terpadu dalam PMT yang kemudian disusun dalam bentuk Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu (GKM).
Gugus Kendali Mutu (GKM) atau Quality Control Circle (QCC) merupakan salah satu pendekatan yang menjadikan faktor manusia sebagai basis peningkatan produktivitas melalui partisipasi karyawan pada semua tingkatan organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Gugus Kendali Mutu juga diartikan sebagai sekelompok orang (biasanya terdiri dari 3 sampai dengan 8 orang) yang memiliki pekerjaan sejenis, membahas dan menyelesaikan persoalan kerja yang dihadapi dan mengadakan perbaikan secara terus-menerus dengan mempergunakan teknik kendali mutu.
Menurut Hasibuan Malayu.S. P (2006:232), gugus kendali mutu adalah kelompok kecil dari lingkup kerja yang dengan sukarela melakukan kegiatan pengendalian dan perbaikan secara berkesinambungan dengan menggunakan teknik-teknik quality control (kendali mutu). Jadi dalam program Gugus Kendali Mutu (GKM), kegiatan-kegiatan pengendalian berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektif. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan.
Keterlibatan karyawan dimasukkan dalam suatu kelompok kecil yang selalu mengkaji permasalahan pekerjaan dan mencoba memecahkannya, dalam pembentukannya berdasarkan pada bidang pekerjaan dan permasalahan yang dipecahkan yang ada dalam bidang pekerjaannya tersebut, gugus kendali mutu ini harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi. Jumlah karyawan yang ada dalam kelompok kecil menyesuaikan kebijakan organisasi, masing-masing kelompok kecil dipimpin oleh seorang ketua kelompok. Fungsi ketua kelompok hanyalah sebagai moderator guna memperlancar proses pemecahan persoalan. Diharapkan setiap anggota kelompok memberikan kontribusi pada saat bergabung bersama kelompok. Selain ketua kelompok, kebanyakan organisasi juga melibatkan seorang fasilitator. Tugas fasilitator ini adalah mempersiapkan program latihan, memberikan latihan dan mendampingi kepala gugus atau anggota tim. Setiap gugus atau kelompok kecil posisinya adalah independent (tidak terikat oleh yang lain), akan tetapi dapat saja melakukan pertemuan dengan gugus lain untuk memecahkan persoalan bersama. Persoalan yang dibahas dalam gugus tidak terbatas pada mutu, akan tetapi juga mencakup produktivitas, biaya, keselamatan kerja, moral, lingkungan dan lain sebagainya.
Menurut Anassidik (2002:14) gugus kendali mutu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mekanisme formal bagi partisipasi karyawan dalam memecahkan persoalan. Artinya gugus kendali mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan ciri-ciri memberikan penekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara karyawan; (2) Membantu organisasi untuk mnnyesuaikan diri dengan lingkungan. Artinya setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dalam memantau kesempatan dengan ciri-ciri kecepatan dan ketepatan karyawan dalam melihat persoalan; (3) Delapan sampai sepuluh anggota dalam setiap gugus. Artinya jumlah anggota gugus berlainan tergantung pada kebijaksanaan organisasi. Biasanya jumlah tersebut berkisar antara tiga sampai dua puluh karyawan, dengan rata-rata anggota gugus dari delapan sampai sepuluh orang dengan ciri-ciri: mengadakan pertemuan secara teratur, mempelajari persoalan, mempelajari metode yang berkaitan dengan persoalan, memilih dan memecahkan persoalan; (4) Pemimpin tidak mempnyai kekuasaan. Artinya dalam gugus seorang pemimpin tidak mempunyai kekuasaan terhadap anggota lainnya tapi lebih merupakan seorang moderator yang memperlancar proses pemecahan persoalan dengan ciri-ciri: berperan aktif dalam kelompok, berorientasi dan ikut berkepentingan mengarahkan kegiatan, menciptakan kerjasama antar anggota, menciptakan hubungan kelompok dengan kelopok yang lain, menciptakan kerja sama dengan pengelola hubungan sejawat, mendorong anggota kelompok untuk penerapan teknik-teknik quality control (kendali mutu) di tempat kerja.
Menurut Hasibuan Malayu (2006:232) untuk mencapai hasil yang maksimal, program gugus kendali mutu harus menetapkan sasarannya dengan jelas, yaitu:
a. Pengembangan diri.
b. Pengembangan bersama.
c. Perbaikan mutu.
d. Perbaikan komunikasi dan sikap.
e. Pengembangan tim dan produktivitas kerja.
f. Mengurangi keluhan dan absensi.
g. Memperbaiki kedisiplinan dan partisipasi positif karyawan.
h. Meningkatkan loyalitas dan kepuasan karyawan.
i. Memperkuat kerja sama antara semua tingkatan dalam perusahaan.
j. Meningkatkan efisiensi dan keselamatan kerja.
Gugus kendali mutu dibangun berdasarkan falsafah nilai manusia pada asumsi, bahwa karyawan dapat dan ingin ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap mereka dan bahwa mereka memiliki kebutuhan serta motif yang perlu mendapatkan penyalurannya di tempat kerja. Para pemimpin gugus memerlukan kecakapan yang akan memungkinkan mereka membantu karyawan yang ingin memberikan sumbangannya.
Banyak organisasi memperoleh pengalaman bahwa tim yang bekerja sama memiliki produktivitas lebih baik dan mutu yang memuaskan. Peningkatan efektivitas, sumbang saran, pemberian saran, umpan balik, kritik, pembuatan keputusan secara berkelompok dan perundingan kelompok memperkuat kesatuan tim. Cara termudah untuk mengukur keberhasilan suatu tim adalah menggunakan ukuran objektif, artinya perbaikan nyata yang telah terjadi karena hasil kerja Gugus Kendali Mutu, namun biasanya, karena falsafah dasar gugus kendali mutu, terdapat rasa partisipasi pada tingkatan pekerja pabrik.
Menurut Anassidik (2002:282) melalui gugus kendali mutu "Mereka dapat menyumbangkan pengetahuan mereka, kreatifitas, keterampilan dan bakat mereka untuk mencapai sasaran organisasi." Dalam kebanyakan kasus, peserta memperoleh dorongan karena adanya kesempatan untuk pengembangan diri dan prestasi. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa kebanyakan perusahaan memperoleh perbaikan yang besar dalam hal sikap para pekerja dan peningkatan produktivitas setelah dijalankannya gugus kendali mutu. Bahkan kebanyakan literatur telah mengendalikan bahwa partisipasi pekerja akan meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas dan bahwa keduanya akan meningkatkan keterlibatan secara psikologis.
Filosofi tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karena makna produktivitas adalah keinginan {the will) dan upaya {effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang. Secara psikologi menurut Dewan Produktivitas Nasional memiliki pengertian sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini. Sedangkan menurut formulasi National Productivity Board Singapore dalam Sedarmayanti (2001:56), dikatakan bahwa "Produktivitas adalah sikap mental {attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan perbaikan."
Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan Produktivitas tidak lain ialah ratio daripada apa yang dihasilkan {output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan {input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni: Investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.
Di samping ketiga pengertian tersebut terdapat pula pengertian umum produktivitas kerja merupakan kunci bagi keberhasilan suatu organisasi, oleh karena itu produktivitas baik pada tingkat individual, kelompok maupun organisasi secara keseluruhan harus selalu dipelihara dan ditingkatkan. Prinsip efesiensi harus menjadi pegangan mutlak dari organisasi, organisasi selalu bekerja dengan sumber dana dan daya yang terbatas, maka sumber-sumber yang ada harus dikelola secara efisien, agar tidak terjadi pemborosan. Sumber daya dan dana hanya benda mati, bukan kunci dari produktivitas organisasi, yang menjadi kunci keberhasilan dan produktivitas organisasi adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia menjadi elemen yang paling utama dalam organisasi. Peningkatan produktivitas kerja hanya dapat dilakukan oleh manusia. Di pihak lain pemborosan dan ketidakefisienan juga dapat terjadi karena faktor manusia Beberapa komponen dasar merupakan hal penting dalam penentuan produktivitas kerja yaitu tujuan organisasi, visi dan misi organisasi, dan strategi organisasi.
Gilmore dalam Sedarmayanti (2001:80) mengemukakan bahwa
"Orang yang produktif adalah orang yang memberikan sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungannya, imajinatif, dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat yang bersamaan orang seperti ini selalu bertanggung jawab dan responsif dalam hubungannya dengan orang lain."
Orang seperti ini merupakan asset organisasi, yang selalu berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya dan akan menunjang pencapaian produktivitas organisasi.
Meskipun tidak ada individu yang sama, Robert M Ranftl dalam Dale Timpe (1989:110-112) berhasil merumuskan karakteristik kunci profil pegawai. yang produktif yaitu: (1) Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan. Artinya bukan sekedar kualifikasi pekerjaan yang dapat mencirikan orang yang produktif tetapi terdapat ciri lain, yaitu: dapat belajar dengan cepat, kompeten secara professional, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, selalu mencari perbaikan dan selalu meningkatkan diri; (2) Mempunyai orientasi pekerjaan yang positif; yaitu sikap seseorang terhadap pekerjaan dengan ciri-ciri antara lain: membanggakan pekerjaan, menetapkan standar kerja yang baik, mempunyai kebiasaan kerja yang baik, selalu terlibat dalam pekerjaannya, dapat dipercaya dan konsisten, menghormati manajemen, mempunyai hubungan baik dengan manajemen, dapat menerima tantangan dan tugas baru, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan; (3) Dapat bergaul dengan efektif, yaitu kemampuan seseorang untuk memantapkan hubungan yang positif dengan ciri antara lain: memperagakan kecerdasan sosial, pribadi yang menyenangkan, berkomunikasi dengan efektif-terbuka terhadap saran-saran, dapat bekerja sama dan memperlihatkan sikap antusiasme; (4) Dewasa, yaitu kemampuan dan kemauan seseorang untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaannya, dengan ciri-ciri antara lain: bersikap jujur, mempunyai rasa tanggng jawab yang kuat, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri, mandiri dan disiplin, mantap secara emosional, dapat bekerja efektif di bawah tekanan, dapat belajar dari pengalaman, mempunyai ambisi yang sehat.
Pribadi yang produktif menggambarkan potensi, persepsi dan kreatifitas seseorang yang senantiasa ingin menyumbangkan kemampuan agar bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Jadi, orang yang produktif adalah orang yang dapat memberi sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungan disekitarnya, imajinatif dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat yang bersamaan orang yang seperti ini selalu bertanggung jawab dan responsive (cepat tanggap) dalam hubungannya dengan orang lain baik itu sesama karyawan mapun pada pemimpin. Pegawai seperti ini merupakan aset organisasi yang selalu berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya dan akan menunjang pencapaian produktivitas organisasi.
Pribadi yang produktif adalah pribadi yang yakin akan kemampuan dirinya, yang dalam istilah psikologi sering disebut sebagai orang yang memiliki rasa percaya diri, harga diri dan konsep diri yang tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan individu yang kreatif, yakni memiliki kepandaian untuk menggunakan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan persoalan, sebagaimana diungkapkan Erich Fromm (1975:91) dalam Sedarmayanti (2001:81) bahwa individu produktif adalah "Orang yang memiliki kasih sayang, kecakapan untuk menggunakan kemampuannya dan dapat merealisasikan potensi yang ada di dalam dirinya". Menurut Balai Pengembangan Nasional yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001:71), ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu sebagai berikut :
1. Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
2. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri.
3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) dan panitia mengenai kerja unggul.
4. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber daya dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5. Efesiensi tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6. Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha.
Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Gaffar (1987:143) dalam Sedarmayanti (2001:81) bahwa individu yang produktif adalah "Individu yang menghasilkan produk yang bermutu, dapat diamati serta berguna bagi masyarakat, maksudnya berkenaan dengan kontribusi individu secara kualitatif, yang memiliki dampak positif bagi masyarakat".
Pribadi yang produktif akan lebih kreatif dalam berhubungan dengan dunia sekitarnya dengan cara menciptakan suatu hasil karya melalui kemampuan dan menggunakan pikiran serta perasaannya. Individu yang kreatif dapat dikatakan sebagai seorang yang tinggi indenpendensinya, inovatif dalam pendekatan masalah, terbuka terhadap suatu pengalaman baru yang lebih luas, ditandai dengan spontanitas, fleksibilitas dan kompleksitas pandangan.
Produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kekuatannya dan mewujdkan potensi yang ada pada dirinya. Menggunakan kemampuan atau mewujudkan segenap potensi guna mewujudkan kreativitas.
1.5 Asumsi
Anggapan dasar (Asumsi) merupakan titik tolak dilakukannya penelitian ditinjau dari segi permasalahan. Suharsimi Arikunto (1993;59) menjelaskan pengertian anggapan dasar yaitu:" Suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas.
Berdasarkan pengertian diatas, maka asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan selalu berusaha meningkatkan kinerja organisasinya diantaranya, melalui kegiatan-kegiatan pengendalian yang berusaha melibatkan karyawan dalam penyelesaian masalah kerja, serta menyalurkan pemikiran mereka secara efektif. Dalam hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan menggali dan menyalurkan kekuatan pemikiran manusia yang bekerja sama dalam suatu perusahaan
2. Karyawan akan selalu berusaha meningkatkan produktivitas kerjanya secara optimal.
1.6 Hipotesis
Definisi hipotesis menurut Sugiyono (2004:51), "Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan."
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Penerapan Implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) berpengaruh positif terhadap Produktivitas Kerja karyawan departemen Verutas Perum Peruri X.