BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung pada kesiapan Pemerintah Daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar tercipta pembangunan yang efektif, efesien, transparansi, dan akuntabel serta mendapat partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya.
Sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk menekankan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance) dalam mewujudkan pembangunan daerah yang desentralistik dan demokratis.
Maka dalam penyelenggaraan pembangunan desa diperlukan pengorganisasian yang mampu menggerakkan masyarakat untuk mampu berpatisipasi dalam melaksanakan pembangunan desa serta melaksanakan administrasi pembangunan desa. Dengan demikian diharapkan pembangunan dan pelaksanaan administrasi desa akan berjalan lebih rasional, tidak hanya didasarkan pada tuntutan emosional yang sukar dipertanggungjawabkan kebenarannya (Suwignjo, 1982 : 1).
Hal ini mengisyaratkan bahwa keikutsertaan masyarakat di dalam perencanaan pembanguanan desa memang benar-benar sangat dibutuhkan untuk mensinkronkan rencana pembangunan desa yang akan dilaksanakan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan kehidupan dan penghidupannya di desa. Karena bila tidak demikian, bisa saja pembangunan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan sehingga pembangunan yang dilaksanakan sia-sia belaka dan masyarakat sendiripun akan bersifat apatis terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan desa itu.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa bukanlah bawahan Kecamatan, karena Kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, desa memiliki hak untuk mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa yang meliputi Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa merupakan pimpinan penyelengaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfiingsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Dari keterangan dan paparan di atas terlihat bahwa perencanaan pembangunan desa adalah sesuatu yang sangat penting. Karena dari perencanaan pembangunan inilah arah pembangunan desa ditentukan. Karena itu sudah menjadi kewajiban pemerintahan desa untuk menampung aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Aspirasi masyarakat dapat tertampung dengan cara melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan tersebut. Karena pada dasarnya merekalah yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan sarana bagi Kantor Kepala Desa di Desa X Kecamatan X dan masyarakat guna merencanakan pembanguanan desanya. Di sini dibutuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat untuk ikut serta dalam merencanakan pembangunan di desanya sendiri. Berarti masyarakat dapat dikatakan harus berpartisipasi dan sebagai subjek dalam perencanaan pembangunan di desanya.
Sebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat hendaknya sudah dilibatkan untuk menentukan perencanaan pembangunan sesuai dengan kebutuhan objektif masyarakat yang bersangkutan. Dalam arti bahwa perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat menyentuh langsung kebutuhan masyarakat sehingga program perencanaan pembangunan desa yang akan dicanangkan, masyarakat dapat berpartisipasi seoptimal mungkin. Ide-ide pembangunan harus berdasarkan pada kepentingan masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhannya yang menunjang terhadap pembangunan nasional. Ide-ide pembangunan desa demikian inilah yang akan ditampung dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan akan dimufakatkan bersama dalam musyawarah pembangunan desa sehingga dapat direncanakan dengan baik antara pemerintah dengan masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat serta partisipasi aktif nantinya pada saat pelaksanaan pembangunan desa.
Oleh karena itu, perencanaan pembangunan desa akan dilaksanakan pada musyawarah pembangunan desa antara pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupannya. Seperti kita ketahui bersama baik di media massa maupun media elektronik memberitakan bahwa perencanaan pembangunan desa sering tertunda. Oleh karena itu yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah BPD benar-benar telah melaksanakan peranannya dalam perencanaan pembangunan desa sesuai dengan yang telah disepakati bersama.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ilmiah dengan judul "Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Suatu Studi Deskriptif Tentang Proyek Desa Melalui APBD Di Desa X Kecamatan X)".
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah ini berfiingsi untuk membatasi studi dan mengacu pada pelaksanaan panelitian secara objektif terhadap objek penelitian. Selain itu dengan perumusan masalah yang jelas, akan memenuhi kriteria untuk memasukkan dan mengeluarkan data yang diperoleh dari objek penelitian. Jadi berdasarkan pemikiran ini dan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas adalah : Bagaimanakah peranan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa X Kecamatan X.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa X Kecamatan X.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dengan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah penulis terima selama perkuliahan di Departeman Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X.
2. Sebagai kontribusi bagi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa X Kecamatan X.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, definisi operasional, serta sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Dalam bab ini bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Dalam bab ini disajikan gambaran umum lokasi penelitian seperti batas-batas wilayah, penduduk, mata pencaharian, pendidikan, agama, pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa serta rekapitulasi usulan proyek melalui APBD.
BAB IV PENYAJIAN DATA PENELITIAN
Bab ini memuat penyajian data dan analisa data secara mendalam yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran.