TESIS HUBUNGAN KUALITAS PERENCANAAN DAN PENGAWASAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI LESSON STUDY

(KODE : PASCSARJ-0125) : TESIS HUBUNGAN KUALITAS PERENCANAAN DAN PENGAWASAN KEPALA SEKOLAH DENGAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI LESSON STUDY (PRODI : ADMINISTRASI PENDIDIKAN)




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 menyatakan pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Demi tercapainya tujuan itu dibentuklah suatu sistem pendidikan nasional Indonesia yang dilandaskan kepada akar budaya dan filsafat bangsa dengan berorientasi kepada persaingan global dalam kemajuan peradaban dunia melalui manajemen pendidikan nasional.
Manajemen pendidikan nasional menata setiap komponen sistem pendidikannya, yaitu tenaga pendidikan, peserta didik, kurikulum dan sarana prasarana, secara sistematis agar dapat menghasilkan output pendidikan sesuai dengan tujuan tersebut. Dalam pelaksanaannya, Fattah, N. (2008 : 1) mengungkapkan pengelolaan setiap komponen sistem pendidikan tidak terlepas dari fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling). Fungsi-fungsi tersebut bertujuan untuk mengatur proses kegiatan pendidikan, termasuk di sekolah sebagai wahana pendidikan, agar dapat berjalan dengan baik sehingga pada gilirannya tercapai efektivitas dan efisiensi.
Peningkatan efektivitas dan efisiensi kualitas pendidikan harus terus menerus dilakukan melalui berbagai upaya untuk memenuhi perkembangan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan dan hasil pendidikan. Bicara masalah pelayanan dan hasil pendidikan selalu diidentikkan dengan profesionalisme dan kinerja guru. Guru, sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan, seyogianya menguasai 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10.
Keempat kompetensi tersebut bersifat holistik dan integratif yang ditunjukkan dalam kinerja guru. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Sedangkan kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyekif mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan kompetensi sosial juga tak kalah penting karena merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang mengharuskan seorang guru dapat berkomunikasi dengan baik dan mampu bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali dan masyarakat sekitar secara santun. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Secara khusus tugas dan fungsi tenaga pendidik didasarkan pada Undang-Undang no 14 tahun 2007, yaitu sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mengabdi kepada masyarakat. Oleh karena itu guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi tersendiri guna mencapai harapan yang dicita-citakan dalam melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar khususnya. Agar memiliki kompetensi tersebut guru perlu membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara profesional di dalam proses belajar mengajar.
Berkaitan dengan peran dan tugas guru, Cooper (Satori, D. et al 2007 : 2.2) membagi kemampuan dasar guru ke dalam empat komponen, yakni (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya, dan (d) mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
Berdasarkan Undang-Undang no 20 tahun 2003 Pasal 39 ayat 2 pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dari pandangan tersebut peranan dan tugas guru dapat diidentifikasi dalam dua bagian pokok yaitu sebagai pengelola dan sebagai pelaksana pendidikan dan pengajaran di kelas. Artinya guru sebagai pengelola harus memiliki kemampuan manajerial yaitu menguasai perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Lalu, sebagai pelaksana, guru harus mampu memiliki kemampuan teknis yang terkait dengan bagaimana menggunakan segala sumber daya pendidikan yang ada dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, dalam hal ini guru harus mampu mengelola kegiatan belajar mengajar yang baik melalui berbagai strategi dan metode sekaligus menjadi sumber belajar bagi siswa.
Kenyataannya mutu pendidikan Indonesia dinilai secara rendah. Dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menunjukkan peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 diantara 130 negara di dunia.
Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0,935, dibawah Malaysia (0,945) dan Brunei Darussalam (0,965), Jawa Pos, edisi 12 Desember 2007 (Pujianto, W. 2008 : 1). Fakta tentang rendahnya mutu pendidikan Indonesia ini tentunya tidak terlepas dari masih lemahnya aspek manajemen pendidikan di Indonesia, bahkan tidak menutup kemungkinan dari rendahnya kemampuan guru sebagai ujung tombak pendidikan dalam mengejawantahkan keempat kompetensinya tersebut. Oleh karena itu pengembangan keprofesionalan guru harus selalu ditingkatkan, karena peningkatan keprofesionalan guru akan diikuti oleh peningkatan efektivitas kegiatan belajar mengajar dan secara tidak langsung peningkatan keprofesionalan guru juga akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan secara luas.
Lesson Study dipercaya sebagai salah satu upaya menciptakan guru yang profesional. Lesson Study memang bukan suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi lebih merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi, dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten dan sistematis melakukan untuk perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Mulyana, S. (2007 : 2) memberikan pandangan tentang Lesson Study yaitu sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.
Lesson Study dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan keprofesionalan guru karena memungkinkan guru selain untuk memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran jangka pendek dan jangka panjang terhadap materi pokok, strategi dan metode pembelajaran, Lesson Study juga membuat guru merancang pembelajaran yang kolaboratif. Hal ini menyebabkan terjadinya saling koreksi antar pelaksana Lesson Study demi perbaikan pembelajaran berikutnya.
Dalam pelaksanaannya program Lesson Study memerlukan fungsi-fungsi manajemen, terutama perencanaan yang kuat. Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang menempati posisi pertama dan utama di antara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Ini berarti bahwa perencanaan merupakan titik pangkal berbagai program dalam manajemen atau organisasi. Perencanaan adalah proses menentukan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin.
Sejalan dengan pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah fakta mengenai pentingnya peran Kepala Sekolah dinyatakan dalam http://yberlantai.1971.multiply.com/jounal/item/26 dalam International Conference of Lesson Study awal Maret 2009 di SMPN 4 X dinyatakan bahwa : "Lesson Study di X diakui ada yang gagal dan ada yang berhasil. Berhasil karena ada dukungan dari pengawas, Kepala Sekolah, dan Dinas setempat. Jadi ternyata agar berhasil Lesson Study ini perlu dukungan bottom up dan top down. Petunjuk teknis tetap di perlukan. Ujung tombak keberhasilan Lesson Study ternyata ada di Kepala Sekolah sebagai leader of innovation and motivator. Kepala Sekolah ternyata kunci keberhasilan sekolah dan juga guru".
Dari pernyataan tersebut bisa diindikasikan bahwa pengawasan dari Kepala Sekolah menduduki peran yang sangat penting dalam kesuksesan pelaksanaan program Lesson Study ini. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktivitas yang terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan. Pengawasan yang dilakukan Kepala Sekolah merupakan sebuah pengawasan internal yang pada hakikatnya meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian intern yang dimiliki oleh sekolah dan kualitas dari pelaksanaan program Lesson Study.
Perencanaan dan pengawasan yang efektif dapat melahirkan pelaksanaan program yang efektif pula. Menciptakan suasana kondusif agar semua guru mampu melaksanakan tugas bukan hanya sekedar tanggung jawab kesupervisian Kepala Sekolah, tetapi lebih sebagai akuntabilitas, yang tarafnya lebih tinggi dari tanggung jawab. Kepala Sekolah bertanggungjawab membangun sekolahnya sebagai tempat pembelajaran yang kondusif demi terciptanya sekolah yang efektif. Lunenburg (2008 : 14) dalam bukunya The Principalship : Vision to Action, menyatakan "The role of instructional leader helps the school to maintain a focus on why the school exists, and that is to help all students learn ". Hal ini berarti Kepala Sekolah sebagai pimpinan sekolah berperan sangat penting dalam membuat sekolah tetap fokus kepada mengapa sekolah tersebut ada, dan sekolah ada hanyalah untuk membantu siswa belajar. Kepala Sekolah merupakan the key person keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh sekolah menuju tujuannya.
Salah satu alasan utama penelitian ini dilakukan, yaitu sejalan dengan pendapat para ahli tentang peran Kepala Sekolah sebagai key person dalam organisasinya tersebut. Secara kontekstual peranan kepala sekolah sangat menentukan keefektifan implementasi program di sekolahnya termasuk Lesson Study, namun kenyataan di lapangan keberlangsungan Lesson Study perlu mendapat perhatian. Melalui beberapa kali pengamatan di beberapa sekolah, sebagian kepala sekolah tidak memiliki pengetahuan kepemimpinan, tidak hadir di hari efektif belajar mengajar, belum mampu menyusun program kerja tahunan, belum mampu merumuskan dan menjabarkan visi dan misi sekolahnya, dan belum melakukan pengawasan internal secara efektif terutama pada program Lesson Study. Hal ini tentu saja mempengaruhi keberlangsungan Lesson Study sebagai upaya perbaikan mutu pembelajaran, mutu lulusan dan mutu sekolah.
Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, ada dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP. JICA (Japan International Cooperation Agency) bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama Republik Indonesia membuat suatu program peningkatan kualitas SMP/MTs. Program ini baik mendukung terlaksananya Lesson Study berbasis MGMP maupun berbasis sekolah. Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi. Sedangkan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan.
Program Lesson Study Berbasis Sekolah menjadi menarik untuk dipelajari karena keterlibatan Kepala Sekolah yang sangat kuat dalam menciptakan iklim sekolah yang nyaman demi terlaksananya program tersebut. Beberapa penelitian menemukan beberapa fakta betapa sulitnya seorang Kepala Sekolah membangun iklim sekolah yang efektif. Beberapa diantaranya adalah :
1. masih tingginya tingkat ketidakhadiran guru dengan berbagai alasan, 45% tanpa alasan yang jelas, 36% karena sakit, dan 19% karena mendapat tugas resmi secara kedinasan (Usman, Ahmadi, dan Suryadarma, 2004, dalam Koesoema, 2009 : 194)
2. masih terjadinya mismatch teaching karena ketidakmerataan ketersediaan guru yang memungkinkan pengajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahlian guru (Koesoema, 2009 : 194)
3. masih adanya kultur sekolah yang negatif seperti senioritas dan bias gender (Kauffman and Liu, 2001, dalam Koesoema, 2009 : 195)
4. masih adanya norma privasi dalam kultur dalam profesi guru yang mengutamakan individualisme, meyakini bahwa pekerjaan guru merupakan urusan pribadi guru dan murid di dalam kelas di mana rekan kerja atau orang lain di luar kelas tidak berhak ikut campur (Fullan, 2007, dalam Koesoema, 2009 : 195)
5. dinamika, struktur, dan rutinitas pekerjaan guru yang cenderung sama setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun yang membuat guru terjerumus dalam kebosanan, kehilangan gairah dalam mengajar, terlalu terfokus pada mengajar tanpa memperkaya dirinya untuk belajar, mengakibatkan guru sulit menerima dan melakukan perubahan terutama dalam cara membelajarkan anak didiknya (Huberman, 1983; Hargreaves, 2005, dalam Koesoema 2009 : 82).
Masalah tersebut menjadi dasar bagi Kepala Sekolah dalam membuat kebijakannya dalam program Lesson Study yang menuntut guru untuk mau melakukan perubahan. Oleh karena itu perencanaan bersama dan pengawasan program Lesson Study oleh Kepala Sekolah adalah suatu keharusan demi terwujudnya keefektifan implementasi program.

B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka berikut ini adalah beberapa variabel yang akan menjadi fokus penelitian.
1. Efektivitas implementasi Lesson Study di sekolah pelaksana Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS)
2. Perencanaan Lesson Study sebagai langkah awal pelaksanaan program Lesson Study yang dilakukan tim guru-guru yang bersangkutan dengan Kepala Sekolahnya
3. Pengawasan Lesson Study sebagai tindakan penilaian Kepala Sekolah sebagai pengawas internal
Bertolak dari latar belakang penelitian yang telah diungkapkan di atas dan fenomena yang telah dipaparkan bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan faktor yang dapat meningkatkan efektivitas implementasi Lesson Study, maka fokus penelitian ini didasari oleh beberapa permasalahan yang muncul dalam manajemen sekolah khususnya manajemen pelaksanaan program Lesson Study di sekolah pelaksana LSBS yang terjadi saat ini berkisar pada perencanaan, pengawasan dan pelaksanaannya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam dengan judul : Hubungan Kualitas Perencanaan dan Pengawasan Kepala Sekolah dengan Efekti vitas Implementasi Lesson Study (Studi Analitik Terhadap Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri Pelaksana Lesson Study Berbasis Sekolah di Kabupaten X). Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan kualitas perencanaan dengan efektivitas implementasi Lesson Study?
2. Bagaimana hubungan pengawasan Kepala Sekolah dengan efektivitas implementasi Lesson Study?
3. Bagaimana hubungan kualitas perencanaan dan pengawasan Kepala Sekolah secara simultan dengan efektivitas implementasi Lesson Study?

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya
Penelitian ini berjudul "Hubungan Kualitas Perencanaan dan Pengawasan Kepala Sekolah dengan Efektivitas Implementasi Lesson Study". Untuk memberikan arahan yang jelas tentang maksud dari judul penelitian tersebut, perlu dijelaskan operasionalisasi variabel penelitian sebagai berikut.
1. Variabel bebas (X) atau disebut juga variabel prediktor adalah "variabel penyebab atau yang diduga memberikan suatu pengaruh atau efek terhadap peristiwa lain" (Sudjana, N. & Ibrahim, 1989 : 12). Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua, yakni kualitas perencanaan LSBS (X1) dan pengawasan Kepala Sekolah (X2).
Variabel kualitas perencanaan LSBS terdiri dari beberapa aspek berikut :
1. Penyusunan tujuan
2. Metode/Teknik
3. Tingkat prioritas
4. Alokasi sumber daya/dana
5. Perumusan kriteria keberhasilan
6. Pembuatan revisi program
Sedangkan variabel pengawasan Kepala Sekolah terdiri dari beberapa aspek berikut :
1. Relevansi, yaitu kesesuaian pengawasan dengan tujuan efektivitas, efisiensi dan produktivitas.
2. Ketepatan, kesesuaian hasil pengawasan dengan standar penilaian.
3. Kejelasan, yaitu kejelasan tujuan pengawasan demi perbaikan dan pemecahan masalah.
4. Keadilan, kesesuaian pengawasan dengan job description dan dengan jadwal.
5. Akses, kesesuaian tugas mengawas oleh pihak yang berwenang selain Kepala Sekolah.
2. Variabel terikat (Y) atau disebut juga variabel respon, yakni "variabel yang ditimbulkan oleh variabel bebas" (Sudjana, N. & Ibrahim, 1989 : 12).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah efektivitas implementasi Lesson Study berbasis sekolah yang meliputi aspek berikut.
1. Kuantitas pekerjaan
2. Mutu pekerjaan
3. Pengetahuan pekerjaan
4. Kreativitas
5. Kooperatif
6. Keterkaitan
7. Prakarsa
8. Kualitas Pribadi

D.Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empirik tentang besaran hubungan perencanaan dan pengawasan terhadap implementasi Lesson Study khususnya di sekolah pelaksana LSBS. Selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan untuk membuktikan hipotesis. Penganalisaan informasi dan data yang diperoleh dapat dijadikan bahan untuk pengembangan akademis pada level sekolah lain baik pelaksana LSBS maupun LS berbasis MGMP.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan fenomena tentang :
a. Hubungan kualitas perencanaan dengan efektivitas implementasi Lesson Study di SMP Negeri pelaksana LSBS di Kabupaten X.
b. Hubungan pengawasan Kepala Sekolah dengan efektivitas implementasi Lesson Study di SMP Negeri pelaksana LSBS di Kabupaten X.
c. Hubungan kualitas perencanaan dan pengawasan Kepala Sekolah dengan efektivitas implementasi Lesson Study di SMP Negeri pelaksana LSBS di Kabupaten X.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat dan kegunaan sebagai berikut :
a. Manfaat Teoretis
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menambah wawasan keilmuan khususnya dalam bidang pendidikan yang berkenaan dengan manajemen pendidikan khususnya perencanaan dan pengawasan terhadap implementasi Lesson Study. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang relevan terhadap pengembangan konsep peningkatan mutu tenaga pendidik dan pengembangan manajemen sekolah.
b. Manfaat Praktis
Hasil dari wawasan keilmuan tersebut dapat digunakan untuk upaya praktis diantaranya :
1. Perbaikan mutu implementasi Lesson Study di SMP terkait dalam menciptakan society learning yang berkesinambungan.
2. Perbaikan hubungan antara guru dan sesamanya, antara guru dan kepala sekolah dalam menuju iklim dan kultur sekolah yang kondusif.
3. Bahan perbandingan bagi para kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kinerja guru melalui Lesson Study dan pelaksanaan fungsi manajemen organisasi.
4. Bagi penulis sendiri, digunakan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian tentang model pengembangan kompetensi guru dan pelaksanaan fungsi manajemen organisasi.

F. Asumsi-Asumsi
Penelitian ini mempersoalkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi Lesson Study khususnya di sekolah pelaksana Lesson Study Berbasis Sekolah. Awal dari pemikiran bahwa efektivitas implementasi Lesson Study ini akan berjalan dengan baik di sekolah yang efektif. Mengutip pendapat Edmonds (1979) dalam buku The Principalship karya Lunenburg (2006 : 103) setidaknya ada tujuh dimensi yang berkorelasi menciptakan keefektifan sekolah berdasarkan riset yang ia kembangkan. "Edmond sets forth what he believed the research concluded were six (then seven) correlates for an Effective School : (1) clear and focused mission, (2) instructional leadership, (3) high expectation, (4) opportunity to learn and time on task, (5) frequent monitoring of student progress, (6) safe and orderly environment, dan (7) positive home-school relation. Lunenburg (2006) sangat setuju dengan pendapat Edmond bahwa sekolah yang efektif memiliki misi yang jelas, kepemimpinan yang kuat, target yang tinggi, memberikan kesempatan pembelajaran dan penugasan yang luas, memonitor kemajuan siswa secara rutin, memiliki lingkungan yang teratur dan aman, dan memiliki hubungan dengan lingkungan dan rumah dengan baik. Sejalan dengan pendapat mereka, lebih jauh lagi Danim, S. (2007 : 61) mengungkapkan beberapa kriteria yang menjadi ukuran dasar bagi sekolah yang efektif diantaranya mempunyai standar kerja yang tinggi dan jelas, menggunakan metode pembelajaran yang berbasis pada hasil penelitian dan mempunyai instrumen evaluasi yang terkait dengan standar yang telah ditentukan.
Dari pendapat para ahli tersebut peneliti menganggap bahwa Lesson Study sebagai program sekolah membutuhkan wadah yang tepat, yaitu sekolah yang efektif. Sekolah yang efektif dibangun oleh kesamaan visi pemimpin sekolah dan gurunya sehingga mereka bersama-sama sebagai perencana yang berkualitas di sekolahnya tersebut. Lebih jauh lagi sekolah yang efektif selalu melakukan pengawasan dan penilaian yang berkesinambungan baik oleh pemimpin sekolah, maupun petugas yang berwenang. Efektivitas pelaksanaan Lesson Study Berbasis Sekolah dibangun oleh perencanaan yang berkualitas dan pengawasan Kepala Sekolah yang berkesinambungan.

G. Hipotesis
Didasari oleh kerangka berpikir dan asumsi penelitian tersebut, diajukan hipotesis yang menunjukkan tentang "hubungan kualitas perencanaan dan pengawasan Kepala Sekolah dengan efektivitas implementasi Lesson Study" sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang signifikan kualitas perencanaan dengan efektivitas implementasi Lesson Study Berbasis Sekolah
2. Terdapat hubungan yang signifikan pengawasan dengan efektivitas implementasi Lesson Study Berbasis Sekolah
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas perencanaan dan pengawasan secara simultan dengan efektivitas implementasi Lesson Study Berbasis Sekolah

H. Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan pendekatan korelasional, dimana metode ini digunakan untuk menemukan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian terhadap sampel penelitian.
Bentuk studi yang akan dikembangkan dan teknik pengurupulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah : (1) studi kepustakaan, (2) studi lapangan yang akan dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner. Angket tersebut akan disebarkan kepada guru-guru Sekolah Menengah Pertama Negeri pelaksana LSBS di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten X yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara acak (simple random sampling), yaitu sebuah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota sampel.
Adapun teknik analisis data yang digunakan, Sugiyono (2008 : 215) karena menguji hipotesis asosiatif/hubungan yang datanya berbentuk interval maka diperlukan Korelasi Product Moment untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen dan Korelasi Ganda untuk menguji hipotesis tentang dua variabel independen atau lebih secara bersama-sama dengan satu variabel independen.

Postingan terkait: