BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran matematika dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ditujukan pada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis dan jujur dengan berorientasi pada penerapan matematika dalam menyelesaikan masalah. KBK mengisyaratkan bahwa empat pilar dasar pendidikan perlu diberdayakan agar nantinya anak mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik fisik, sosial, maupun budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Dengan demikian anak dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan untuk berinteraksi dengan individu atau pun kelompok yang bervariasi (learning to live together) akan membentuk pemahaman akan kemajemukan dan keragaman yang menumbuhkembangkan sikap positif dan toleran (Tarigan, 2006 : 16).
Berbagai interaksi dengan lingkungan dan aktivitas sehari-hari anak dalam membangun pengetahuannya sering kali anak dihadapkan pada masalah yang membutuhkan suatu cara pemecahan masalah atau penalaran yang melibatkan matematika. Karena memang matematika tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan manusia dalam menghadapi persoalan hidup.
Menurut Kirkpatrick (Payne, 1975 : 70) tujuan dari pembelajaran matematika pada masa kanak-kanak adalah untuk membantu anak melihat makna dalam situasi-situasi dan kejadian-kejadian yang dialaminya dalam aktivitas sehari-hari. Anak belajar menghubungkan suatu situasi kepada bentuk matematika. Saat menjalani kehidupan sehari-hari dengan menjelajah dan menemukan benda-benda di sekitarnya, anak dihadapkan pada dunia matematika.
Pendidikan matematika merupakan bagian dari sistem pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan bernalar dan memecahkan masalah. Sejalan dengan KTSP pelajaran matematika (BNSP, 2006 : 28) menyatakan bahwa :
Pembelajaran matematika bertujuan agar anak memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, serta meningkatkan sikap menghargai kegiatan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Hal senada juga diungkapkan oleh Fathani (2008 : 1), ada beberapa alasan mengapa matematika diajarkan pada anak, yakni :
(a) matematika merupakan pengetahuan terpenting yang harus dikuasai oleh anak (b) setiap individu dalam hidup membutuhkan matematika (c) anak dikaruniai kecerdasan matematis logis (d) matematika sangat bermakna bagi kehidupan manusia.
Dari beberapa penjabaran di atas, matematika merupakan sarana untuk melakukan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membantu anak melihat hubungan antara kejadian sehari-hari dan model matematika yaitu dengan mengembangkan permasalahan yang berasal dari dunia nyata dan pengalaman anak sehari-hari sehingga anak mudah untuk memahaminya. Dari permasalahan tersebut anak mencoba untuk meyelesaikannya secara logis dan sistematis.
Pada dasarnya, matematika adalah pemecahan masalah karena itu, matematika sebaiknya diajarkan melalui berbagai masalah yang ada disekitar anak dengan memperhatikan usia dan pengalaman yang mungkin dimiliki anak (Ariyanti, 2008 : 1).
Kemampuan pemecahan masalah pada anak usia dini dapat dikembangkan melalui berbagai upaya. Copley (2001 : 1) dan Kirkpatrick (Payne, 1975 : 71) memaparkan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada anak usia dini yaitu memberikan kesempatan atau peluang kepada anak untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapinya dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk bereksperimen dan bereksplorasi dengan benda-benda yang ada disekitarnya. Lebih lanjut diungkapkan bahwa permasalahan yang diberikan harus dihubungkan dengan dunia nyata dan berasal dari pengalaman anak sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar anak tertarik dan mudah untuk memecahkan masalah yang ditemuinya.
Pembelajaran matematika yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah secara spesifik mengungkapkan standar pembelajaran matematika untuk anak usia dini (anak usia prasekolah sampai dengan SD kelas awal) yang direkomendasikan oleh The National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) tentang prinsip dan standar Matematika Sekolah. Standar pembelajaran matematika untuk anak usia dini meliputi standar isi dan standar proses pembelajaran matematika, antara lain : (1) bilangan dan operasi bilangan, (2) aljabar (3) geometri, (4) pengukuran, (5) analisis data dan probabilitas, (6) problem solving, (7) penalaran dan pembuktian, (8) komunikasi, (9) koneksi, (10) representasi (Sriningsih, 2008 : 10).
Sebagaimana telah dipaparkan pada standar pembelajaran matematika untuk anak usia dini, matematika merupakan disiplin ilmu yang bukan sekedar berhitung tetapi matematika juga merupakan sarana untuk melakukan pemecahan masalah. Matematika merupakan aktivitas untuk menemukan dan mempelajari pola dan hubungan. Matematika merupakan bahasa. Matematika dapat dijadikan cara dan alat untuk berpikir. Matematika digunakan oleh setiap orang. Matematika untuk mengerjakan matematika dan sarana untuk berpikir independen (Sriningsih, 2008 : 17).
Riedesel (Sriningsih, 2008 : 18) menekankan tentang pentingnya matematika sebagai sarana untuk berpikir independen sehingga mampu mengubah pengetahuan teoretis yang dimiliki oleh manusia menjadi pengetahuan praktis yang bermanfaat dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui sehari-hari
Belajar matematika pada anak terjadi secara alami. Anak usia dini dapat menemukan, menguji, serta menerapkan konsep matematika secara alami hampir setiap hari melalui kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan matematika tersebut dapat meningkatkan kemampuan anak dalam memecahkan masalah dan dapat merangsang anak untuk memahami fenomena alam atau perubahan lingkungan di sekitarnya.
Menurut Fromboluti dan Rinck (Sriningsih, 2008 : 29) anak membangun konsep-konsep matematika melalui berbagai kegiatan sehari-hari yang ia lakukan melalui pengalaman langsung pada berbagai percobaan dan penemuan. Anak-anak sering mendengar dan mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan matematika dari orang tua, guru dan juga teman sesamanya. Pada umumnya anak mendengar dan mengucapkan terlebih dahulu berbagai konsep yang berhubungan dengan matematika bam kemudian seiring dengan meningkatnya usia dan kemampuan berpikirnya, ia mulai memahami konsep-konsep matematika itu dengan lebih mendalam. Anak usia 2-3 tahun sudah memiliki kemampuan untuk membilang buta namun belum diikuti oleh kesadaran terhadap kuantitas benda.
Belajar matematika memerlukan kemampuan untuk berpikir abstrak. Pembelajaran matematika pada anak harus disesuaikan dengan tahapan kognitifnya. Tahapan kognitif anak usia prasekolah menumt Piaget (Sriningsih, 2008 : 30 ) berada pada tahap praoperasional (2-7 tahun), dimana anak mampu menggunakan simbol-simbol dalam pikirannya untuk merepresentasikan benda-benda atau kejadian
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di TK X, ada beberapa masalah yang muncul dalam pembelajaran matematika temtama pada kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran matematika hanya ditekankan pada kemampuan berhitung. Tidak ada pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan selumh aspek perkembangan anak temtama dalam hal pemecahan masalah. Pengembangan pembelajaran matematika yang disampaikan oleh guru tidak mengarahkan anak pada kemampuan pemecahan masalah yang dihubungkan dengan pengalaman anak sehari-hari.
Masalah lain yang muncul di TK X adalah guru kurang kreatif dalam menyediakan media-media pembelajaran. Media pembelajaran yang kurang bervariasi berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam perkembangan pemecahan masalah. Pembelajaran lebih terpaku pada buku tulis, atau metode pembelajaran yang ditekankan adalah metode konvensional sehingga pembelajaran lebih sering dilakukan dengan kegiatan menulis. Tidak ada kegiatan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan minat dan kebutuhannya sehingga pembelajaran menjadi membosankan.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan kurang maksimalnya penggunaan pendekatan dalam pembelajaran dan penyediaan media yang bervariasi sehingga berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah di TK X. Dengan demikian, diperlukan suatu cara untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Banyak strategi, metode, pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada anak usia dini.
Salah satu alternatif yang dapat menyelesaikan permasalahan di atas yaitu penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik (Realistic mathematic education atau disingkat RME. Pembelajaran matematika realistik merupakan suatu paradigma baru dalam proses pembelajaran matematika yang diperkenalkan oleh Freudenthal, ide utama dari RME menurut Gravemeijer adalah bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistis. Menurut Heuvel (Caslam, 2007 : 34) realistis dalam pengertian tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga masalah yang dapat mereka bayangkan.
Pembelajaran matematika realistik menurut Gravemeijer (Tarigan, 2006 : 18) adalah pembelajaran matematika yang menekankan akan pentingnya konteks nyata yang dikenal anak dan proses konstruksi pengetahuan matematika oleh anak sendiri. Pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran anak yang bersifat realistik sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan bagi anak yaitu mengembangkan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur dengan berorientasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah.
Hasil penelitian Saragih (2008 : 18) menunjukkan bahwa pendekatan matematika realistik layak dipertimbangkan untuk digunakan di jenjang pendidikan dasar di Indonesia dalam rangka untuk meningkatkan berpikir logis dan sikap siswa terhadap matematika yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam matematika.
Hasil penelitian lain yang dilakukan Caslam (2007 : 2) menerangkan bahwa penerapan model pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika dalam pokok bahasan operasi hitung pada bilangan pecahan. Selanjutnya penelitian Caslam mengarah pada kemampuan memecahkan masalah, dimana anak akan terbiasa dengan memecahkan masalah realistis, sehingga mereka akan lebih siap menghadapi kehidupan yang penuh dengan berbagai persoalan. Penggunaan model pembelajaran realistic mathematic education akan mendorong siswa untuk memanipulasi persoalan-persoalan untuk mendapatkan solusi pemecahannya.
Selanjutnya hasil penelitian Diyah (2007 : 86) yang menunjukan bahwa pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada mated segi tiga dan segi empat. Selain itu pembelajaran matematika realistik lebih efektif dibanding dengan pembelajaran konvensional.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati dkk (Ahman, 2009 : 114) terhadap anak usia dini bahwa pembelajaran matematika realistik mempunyai keunggulan yang salah satunya adalah munculnya kemampuan problem solving pada anak. Kemampuan problem solving ini berkembang karena anak dapat menemukan dan menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan caranya sendiri dan berbeda dengan temannya.
Meskipun telah cukup sumber dan hasil penelitian mengenai pengaruh pendekatan pembelajaran matematika realistik terhadap peningkatan hasil belajar anak, akan tetapi sumber dan hasil penelitian mengenai pengaruh pendekatan pembelajaran matematika realistik terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada anak usia dini masih terbatas. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dan hasil kajian terhadap penelitian terdahulu, penelitian ini berfokus pada "Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Anak Usia Dini".
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini di kelas kontrol dan kelas eksperimen di TK X sebelum menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik?
2. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini di kelas kontrol dan kelas eksperimen di TK X setelah menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik?
3. Apakah pendekatan pembelajaran matematika realistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini di TK X?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh pendekatan pembelajaran matematika realistik terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini di TK X.
2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Memperoleh gambaran tentang kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini di kelas kontrol dan kelas eksperimen di TK X sebelum penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik.
b. Memperoleh gambaran tentang kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak kelas di kontrol dan kelas eksperimen di TK X setelah penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik.
c. Memperoleh gambaran tentang pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap tingkat kemampuan pemecahan masalah pada anak usia dini di TK X.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini di TK X setelah mendapatkan pendekatan pembelajaran matematika realistik.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam melakukan penelitian pendidikan, khususnya tentang pengaruh pembelajaran matematika realistik terhadap tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini.
b. Bagi Guru
Penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini dan dapat dijadikan acuan serta perbandingan dalam memperbaiki kondisi pembelajaran di kelas.
c. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi positif bagi lembaga penyelenggara pendidikan, khususnya TK X dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada anak usia dini.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode yang berbeda.
E. Asumsi Penelitian
1. Menurut Gravemeijer matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari (Tarigan, 2006).
2. Matematika dapat dijadikan sebagai sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Membimbing anak untuk berpikir mendalam tentang berbagai realitas pandang matematika kemudian mencoba untuk menemukan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan memecahkannya secara logis dan sistematis (Sriningsih, 2008).
3. Pembelajaran matematika realistik memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan kemampuan pemecahkan masalah matematika pada anak usia dini.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi. Metode eksperimen kuasi ini digunakan untuk mencari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian kuasi eksperimen dilakukan karena penelitian ini tidak memakai teknik randomization (sampel yang diacak) tetapi menggunakan kelompok yang sudah tersedia (intact group) di sekolah.
Desain penelitian ini dilakukan dua kali observasi yaitu sebelum dan sesudah ekperimen (perlakuan). Observasi yang dilakukan sebelum perlakuan (X1), dan observasi sesudah perlakuan (X2). Perbedaan antara X1 dan X2 atau X2 dan X1 diasumsikan merupakan efek eksperimen (treatment) (Arikunto, 2006).