BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa kanak-kanak adalah masa dimana potensi-potensi dipotret. Usia ini merupakan usia perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan perkembangan masa selanjutnya. Berbagai studi yang dilakukan berbagai para ahli menyimpulkan bahwa pendidikan anak sejak usia dini dapat memperbaiki prestasi dan meningkatkan produktivitas kerja masa dewasanya. Begitu pentingnya masa usia dini, Santrock dan Yussen (Solehuddin, 2000 : 2) berpendapat bahwa usia dini adalah masa yang penuh dengan kejadian-kejadian penting dan unik (a highly eventful and unique period of life) yang meletakkan dasar bagi kehidupan seseorang di masa dewasa. Usia TK merupakan salah satu rentang umur pada anak usia dini, yaitu usia 4 sampai 6 tahun. Masa ini disebut masa keemasan, karena peluang perkembangan anak yang sangat berharga. Hurlock (1978 : 26) mengemukakan bahwa lima tahun pertama anak merupakan peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian masa anak-anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian masa dewasa seseorang. Adapun aspek perkembangan itu meliputi perkembangan moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni. Aspek-aspek perkembangan tersebut tidak berkembang secara sendiri-sendiri, melainkan saling terintegrasi dan saling terjalin satu sama lainnya.
Dari berbagai aspek perkembangan di atas, perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang penting untuk dikembangkan karena mempunyai tujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir teliti. Hal ini senada dengan pendapat Gunarsa (Dewi, 2005 : 11) bahwa kognitif adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.
Dalam kurikulum TK (2004) dijelaskan bahwa kompetensi dasar yang harus dikuasai dalam bidang pengembangan kognitif yaitu anak mampu mengenal konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Adapun hasil belajar yang diharapkan yaitu anak dapat mengenal konsep-konsep sains sederhana yang salah satu indikatornya adalah anak mampu mengenal konsep warna.
Pengenalan warna bagi anak dapat merangsang indera penglihatan, otak, estetis dan emosi. Retina pada mata merupakan mediator antara dunia nyata dan otak, di mana terjadi proses yang membentuk suatu model realita dalam pikiran. Dengan proses kerjasama antara otak dan mata maka akan timbul emosi bahkan estetis. Hal ini sesuai dengan penelitian Becker (Luscher, 1984 : 16) yang membuktikan bahwa ada satu jaringan syaraf yang langsung mengarah dari titik pusat retina ke pusat otak (mesencephalon) dan bagian yang mengeluarkan hormon (pituitary system). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi visual tergantung pada interprestasi otak terhadap suatu rangsangan yang diterima oleh mata. Daivd (Prawira, 1989 : 40) mengemukakan :
Warna digolongkan menjadi dua, yaitu warna eksternal dan warna internal. Warna eksternal adalah warna yang bersifat fisika, sedangkan warna internal adalah warna sebagai persepsi manusia, bagaimana manusia melihat warna kemudian mengolahnya di otak dan bagaimana mengekspresikannya.
Warna dapat menciptakan kesan dan mampu menimbulkan efek-efek tertentu. J. Linschoten dan Mansyur (Sanyoto, 2005 : 8) menyatakan kaitan warna dengan aspek psikologis bahwa, "Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda."
Pembelajaran mengenal warna kepada anak harus menggunakan metode yang sesuai dengan perkembangan anak. Penerapan metode pembelajaran yang tidak tepat khususnya metode pembelajaran klasikal, telah berdampak kepada menurunnya hasil belajar sebagian anak. Hal tersebut dianggap sebagai salah satu sumber kegagalan belajar, yang menjadikan anak untuk cenderung pasif, teacher oriented, dan berorientasi kepada hasil. Tuntutan kurikulum yang mengharuskan penyampaian materi secara total dengan target waktu tertentu mendorong timbulnya 'pemaksaan' tenaga kependidikan kepada anak untuk menyelesaikan materi dengan percepatan tanpa memikirkan pemahaman, pengertian dan pendalaman materi. Hal ini jelas berdampak pada hasil belajar anak, menjadikan anak kurang tertarik terhadap pembelajaran, menganggap sulit, tidak kreatif dan perkembangan anak menurun.
Selain itu, penerapan pembelajaran klasikal yang berorientasi kepada peningkatan pemahaman dan pendalaman materi akan berdampak kepada pembatasan materi yang disampaikan. Jika anak diberikan kebebasan untuk menentukan tahap penguasaan terhadap pembelajaran, maka target kurikulum tidak akan tercapai dan berdampak kepada dangkalnya pengetahuan anak terhadap bidang pengembangan yang disampaikan. Konteks seperti ini jelas menjadi dilema bagi para tenaga pengajar untuk memilih alternatif terbaik, jika metode klasikal masih tetap dipertahankan.
Fenomena dilema seperti diuraikan di atas terjadi di Taman Kanak-Kanak X di kelompok B. Keterbatasan sarana prasarana, dan anggaran pendidikan serta kemampuan tenaga pengajar dalam menerapan metode-metode pembelajaran menjadi salah satu penyebab dilema tersebut. Sebagai lembaga pendidikan yang belum berdiri lama dan sumber daya tenaga pendidikan yang masih harus dikembangkan menyebabkan beberapa tenaga pengajar masih menggunakan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga pada salah satu bidang pengembangan yaitu kognitif, anak mengalami kesulitan dalam pemahaman materi.
Salah satu kelemahan yang terjadi pada bidang pengembangan ini adalah rendahnya pemahaman sebagian anak dalam mengenal warna. Selain itu, penerapan konsep warna dalam prakteknya sulit dilakukan anak. Ini sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa anak hanya sebatas mengetahui warna yang telah ada, tanpa memahami dengan jelas warna secara konsep.
Anak cenderung tidak mengetahui dari mana warna-warna berasal. Hal ini disebabkan karena keterbatasan media pembelajaran. Anak mengenal warna hanya dari media seadanya, yaitu kertas warna. Oleh karena itu anak tidak dapat mengetahui dan memahami dengan pasti bagaimana konsep warna. Selain itu lemahnya kreatifitas guru menggunakan metode pembelajaran yang efektif dalam mengenalkan konsep warna sehingga anak sulit untuk memahami konsep warna dengan baik.
Kelemahan-kelemahan tersebut sangat tampak pada perkembangan anak tahun sebelumnya, sehingga telah mendorong peneliti untuk bisa memaksimalkan proses pengembangan potensi anak dengan penerapan metode pembelajaran yang inovatif.
Fenomena lainnya adalah ketergantungan terhadap tenaga pengajar yang masih mendominasi sikap anak. Khususnya dalam bidang pengembangan kognitif perlu diupayakan penerapan metode pembelajaran yang mendorong anak untuk lebih aktif, kreatif, tertantang dan menyenangkan dalam belajar. Salah satu metode pembelajaran yang dipandang cocok untuk mengembangkan potensi anak dalam mengenal konsep-konsep sederhana adalah metode discovery. Sund (Sudirman, 1992 : 3), menjelaskan bahwa "Discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.
Melalui penggunaan metode discovery dalam pembelajaran, anak akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai warna dan akan lebih tertarik terhadap warna jika mereka dilibatkan secara aktif dalam "melakukan" penemuan warna. Investigasi yang dilakukan oleh anak merupakan tulang punggung metode discovery. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep warna dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah anak. Hal ini jelas bahwa peran guru dalam mendidik, tidak hanya memberikan pengetahuan kepada anak, melainkan membantu membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman belajar yang bermakna.
Dari berbagai hasil penelitian, metode discovery efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Widiyastuti (2003 : 75) dalam penelitianya yang berjudul Eksperimentasi Pengajaran Matematika dengan Metode Penemuan melalui Tanya Jawab pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Ditinjau dari Aktivitas Belajar Anak, menyimpulkan bahwa (1) Ada dampak yang berarti antara metode mengajar guru terhadap prestasi belajar matematika, (2) Ada dampak yang berarti antara aktivitas belajar anak terhadap prestasi belajar matematika, (3) Tidak ada dampak yang berarti antara metode mangajar guru dengan aktivitas belajar dalam mempengaruhi prestasi belajar matematika. Penelitian Ernawati (2005 : 96) yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Metode Discovery melalui Media Gambar, menyimpulkan (1) Ada peningkatan motivasi anak dalam proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya 11 anak (33,33 %). Peningkatan persentase dari putaran I dan putaran II mencapai 12,5% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 27,75%. (2) Ada peningkatan keaktifan anak dalam proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya tiga anak (9,09%), peningkatan persentase dari putaran I dan II mencapai 5,2% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 16,66%. (3) Ada peningkatan kreativitas anak pada percobaan yang dilakukan dalam proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya delapan anak (24,24%). Peningkatan persentase dari putaran I dan II mencapai 16,87% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 23,63%. (4) Ada peningkatan kemampuan matematika anak selama proses pembelajaran matematika. Sebelum diadakan penelitian hanya tujuh anak (21,21%). Peningkatan persentase dari putaran I dan II mencapai 13,33% dan pada akhir penelitian peningkatanya mencapai 36,05%
Pengetahuan baru akan melekat lebih lama apabila anak dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran dan mengkonstruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut. Mulyasa (2005 : 110) menjelaskan bahwa metode discovery merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan metode penemuan lebih mengutamakan proses dari pada hasil belajar.
Salah satu bentuk dari discovery yaitu Guided Discovery Lesson (pelajaran dengan penemuan terpimpin). Dalam penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing anak dimana diperlukan. Dalam metode pembelajaran ini anak didorong untuk berpikir sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan oleh guru. Proses pembimbingan tergantung pada kemampuan anak dan materi yang sedang dipelajari.
Dengan metode ini, anak dihadapkan kepada situasi yang memberikan kebebasan untuk menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan dan membantu anak agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang bam. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas anak dan membantu mereka dalam menemukan pengetahuan bam tersebut.
Dari paparan di atas, penggunaan metode discovery merupakan formula yang dipandang lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna. Penggunaan metode discovery dalam mengenal warna diharapkan anak dapat mengekspresikan dan mengembangkan bakat, minat dan kreativitasnya, sekaligus mendapatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengembangkan sikap dan perilakunya. Selain itu diharapkan guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang mengasyikan supaya mendorong anak untuk belajar lebih aktif sehingga memberikan pengalaman belajar yang bam. Dalam metode pembelajaran ini anak dibiasakan untuk memecahkan masalah, bergelut dengan ide-ide dan menemukan sesuatu yang bam sehingga berguna bagi dirinya.
Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan anak disumh memecahkan masalah melalui percobaan. Dalam hal ini guru memberikan masalah dengan mengajukan pertanyaan, sehingga anak termotivasi untuk mencari jawabannya melalui percobaan. Hal ini mengantarkan anak untuk mengenal warna dengan cara menemukan sendiri. Selain itu tidak menutup kemungkinan anak akan menemukan warna-warna yang lain, sehingga pengetahuan anak menjadi semakin kaya. Adapun efektivitas metode discovery anak dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Prayitno (2008 : 1), menjelaskan : "Metode Discovery mempakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif”.
Dalam pembelajaran discovery, anak dihadapkan dengan objek langsung yang akan menuntut untuk menemukan informasi-informasi baru melalui pengalaman, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Dengan demikian pembelajaran menjadi proses "menkonstruksi" bukan "menerima" pengetahuan. Anak membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran yang didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis karena pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian anak menjadi pusat kegiatan dalam pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul "Peningkatan Kemampuan Mengenal Warna melalui Penggunaan Metode Discovery pada Anak TK (Penelitian Tindakan Kelas di TK Kelompok B Kabupaten X)"
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan metode discovery untuk meningkatkan kemampuan mengenal warna pada anak TK ?
Secara operasional rumusan masalah di atas dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi objektif proses pembelajaraan dalam mengenal warna di TK X ?
2. Bagaimana kemampuan anak mengenal warna di TK X ?
3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaraan dengan metode discovery untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X ?
4. Bagaimana kemampuan anak mengenal warna di TK X setelah pelaksanaan pembelajaran dengan metode discovery ?
5. Faktor-faktor apakah yang menghambat implementasi metode pembelajaraan discovery untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X ?
6. Faktor-faktor apakah yang mendukung implementasi metode pembelajaraan discovery untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X ?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan anak dalam mengenal warna dengan menggunakan metode discovery. Secara khusus penelitian tindakan ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh gambaran kondisi objektif pelaksanaan pembelajaraan dalam mengenal warna di TK X.
2. Memperoleh gambaran tentang kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X.
3. Memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pembelajaraan metode discovery untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X.
4. Memperoleh gambaran peningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X setelah penerapan metode discovery.
5. Memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang menghambat implementasi metode pembelajaraan discovery untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X.
6. Memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang mendukung implementasi metode pembelajaraan discovery untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal warna di TK X.
D. Manfaat Penelitian
Hasil pelaksanaan penelitian tindakan ini merupakan "self reflecting teaching" yang akan memberikan manfaat bagi para guru, anak, peneliti selanjutnya dan peneliti. Manfaat-manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Bagi guru, pelaksanaan penelitian tindakan ini akan memberikan masukan tentang metode pembelajaran yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mengenal warna bagi anak.
2. Bagi anak, metode discovery dapat melatih anak untuk berpikir lebih kritis. Diharapkan anak menjadi terbiasa dan dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan metode discovery untuk meningkatkan pemahaman anak terhadap suatu materi sehingga diharapkan anak dapat lebih kreatif dan mampu berfikir lebih kritis terhadap suatu masalah.
4. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam mengembangkan program pembelajaran khususnya kemampuan mengenal warna pada anak taman kanak-kanak.