BIJAK MENGHADAPI MUSIM DISKON

Sudah tradisi, perayaan Natal dan tutup tahun selalu dibarengi dengan musim potongan harga atau diskon. Pusat perbelanjaan serta distributor pemegang merek ramai-ramai memasang iklan dan memanggil para pembelanja untuk berkunjung. Tapi mengapa harus ada diskon?



Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, bersih-bersih inventory alias ruang pamer dan pergudangan yang berisi barang lama. Kedua, mengejar kuantitas penjualan agar target keuntungan tetap bisa tercapai. Ketiga, membangun kesetiaan konsumen.

Untuk tujuan pertama, produsen memasukan inventory sebagai bagian dari biaya yang harus dibebankan kepada harga. Ditambah ongkos karyawan dan operasional lain, plus target keuntungan, maka harga asli atau harga nilai pembelian awal digelembungkan. Hasilnya adalah harga jual.

Karena itu para pengecer merasa rugi memajang suatu barang yang tidak laku berlama-lama di gerainya. Ada waktunya bersih-bersih, menggantinya dengan barang anyar.

Sedangkan alasan kedua, cara berpikirnya sederhana. Daripada menjual barang dengan keuntungan 50 persen tapi hanya laku satu unit, lebih baik menjual lima unit walaupun keuntungan per unitnya hanya 20 persen. Toh jika diakumulasi, nilai keuntungannya lebih besar dari diskon gemuk tadi.

Untuk alasan ketiga, produsen berharap konsumen akan terikat. Sasarannya, konsumen akan kembali lagi untuk berbelanja sehingga akan melahirkan loyalitas.

Nah, pada musim diskon ini para pengecer tetap ingin memaksimalkan kepuasannya — biasa disebut sebagai utilitas — melalui surplus yang besar. Sejatinya, di musim diskon yang mendapat surplus lebih besar adalah konsumen. Namun para pengecer tidak kalah cerdik dalam berdagang.

Mari kita adu nyali dengan mereka.

Awas, tingkat kepuasan kena diskon
Permainan pertama. Konsumen cenderung mengunjungi gerai yang memasang pancingan diskon besar, katakanlah di atas 50 persen. Produsen berharap konsumen akan khilaf, sehingga stok barang lainnya yang memiliki diskon lebih kecil ikut terkuras.

Produsen ingin agar konsumen yang membeli satu mau menjadikannya dua, beli dua mau tiga padahal barangnya tidak dibutuhkan. Jika terjadi, konsumen masuk jebakan hipnotis produsen.

Apa artinya kasus ini bagi konsumen? Kesempatan mendapatkan surplus lebih besar, membayar barang lebih murah dari yang seharusnya, jadi justru terbalik. Tingkat kepuasan sebagai konsumen sudah direbut produsen. Sebab konsumen sudah membeli barang yang nilai keperluannya kecil.

Bahkan nilai ekonomisnya pun minim. Sehingga, tingkat kepuasan pembelanja terhadap barang pertama yang memang dibutuhkan dan didapat dengan harga ‘miring’, didiskon oleh kehadiran barang yang kurang dibutuhkan.

Waspadai diskon dengan simbol plus (+)
Permainan kedua. Ada juga produsen yang memancing dengan ilusi diskon. Misalnya, “Discount 60% + 20%”. Tentu sudah makin banyak yang mengerti trik ini. Namun, mata kerap tetap khilaf, sehingga menciptakan ilusi diskon 80 persen. Padahal yang terjadi, tambahan 20 persen itu dari harga setelah dihitung diskon 60 persen, bukan dari harga awal.

Untuk itu, seandainya harga barang sebesar 1.000.000, harga yang mesti dibayar bukannya 200.000, melainkan 320.000. Sebab, 200.000 merupakan hasil ilusi mata yang menghitung jumlah diskonnya 80 persen. Sementara diskon yang nyata adalah 68 persen.

Teliti rayuan beli-dua-dapat-tiga
Permainan ketiga. Untuk mengejar kuantitas, produsen kadangkala juga melakukan trik beli-dua-dapat-tiga. Memaksa konsumen agar belanja lebih dari satu, karena yang sedang dikejar produsen adalah penjualan secara kuantitas sekaligus bersih-bersih ruang pamer.

Jika barangnya tidak dibutuhkan lebih dari satu, sebaiknya barang dengan model penjualan seperti ini dihindari. Jangan memaksakan diri. Seperti dijelaskan di atas, bisa-bisa akan mengurangi tingkat kepuasan atau utilitas Anda sebagai konsumen yang sedang mendapat surplus lebih melalui potongan harga.

Berpikir ulang terima diskon dengan kupon
Permainan keempat. Soal ini juga biasa ditemui di pusat perbelanjaan. Tujuannya jelas ingin mengikat konsumen agar kembali lagi untuk berbelanja dengan kupon yang diberikan. Selain membangun loyalitas, dengan harapan konsumennya juga akan menengok barang lain dan memunculkan hasrat baru untuk berbelanja.

Jangan lupa, kupon memiliki batas waktu. Jika tidak diperlukan benar, jangan terpengaruh dengan bujukan kupon tersebut yang pada akhirnya memaksa diri Anda untuk kembali. Bahkan mengatur dengan waktu sebelum batas yang tercantum di kupon berakhir.

Satu hal yang perlu ditanamkan memasuki musim diskon ini adalah, saat ini waktunya konsumen mendapatkan kepuasan lebih dibanding sebelumnya. Membeli barang yang diinginkan dengan harga jauh di bawah daya beli. Karena itu, jangan sampai kita mendiskon tingkat kepuasan yang seharusnya didapatkan. Selamat berburu.

Sumber:isidunia.blogspot.com/

Postingan terkait: