TEMPO.CO, Jakarta -- Kasus simulator SIM kembali membenturkan aparat hukum di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beberapa pihak sudah meminta Presiden turun langsung agar meminta jajaran Kepolisian membuka jalan bagi KPK mengusut dugaan korupsi simulator SIM.
Menurut juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, Presiden meminta pihak yang terkait kasus simulator agar mematuhi proses hukum. "Mereka diminta menaati prosedur yang ada," kata Julian, 1 Agustus 2012.
Presiden SBY, pada 25 Juli 2012 lalu, seusai memimpin rapat sidang kabinet terbatas, meminta aparat penegak hukum agar berani melawan ajakan atau perintah atasan yang melanggar hukum. Menurut dia, aparat penegak hukum harus jeli dan waspada terhadap perintah yang berbau kecurangan. "Bisa menolak perintah atasan yang nyata-nyata melanggar hukum, itu nilainya 100," kata SBY.
Kejadian sebelumnya bisa menjadi gambaran sulitnya Presiden "menjinakkan" anak buahnya sendiri, berikut ini di antaranya.
SIKAP Wakil Presiden Jusuf Kalla
"Kami mendukung pemberantasan korupsi, tapi jangan menimbulkan ketakutan yang besar dan membuat ekonomi ambruk," kata Kalla saat membuka seminar internasional reformasi birokrasi di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. "Tindakan tegas KPK juga bisa mengakibatkan ketakutan."
SIKAP Kepolisian
Setelah beredarnya rekaman penyadapan Anggodo yang menyebutkan banyak pihak, Presiden meminta jajaran kepolisian mengusut. Sehari kemudian, dalam jumpa persnya di Mabes Polri, polisi menyatakan tak akan menindaklanjuti perintah Presiden untuk mengusut kebenaran isi rekaman. “Presiden bisa mempertanyakan, tapi tak bisa mengintervensi,” kata juru bicara Mabes Polri, Inspektur Jenderal Nanan Soekarna.
Menurut Nanan, polisi hanya menaati perintah Presiden bila perintah tersebut berbentuk produk hukum, seperti Keputusan Presiden. "Kalau instruksinya berbentuk kebijakan, tak bisa," ujarnya.
SIKAP Kejaksaan
Tim Delapan memberikan rekomendasi kepada Presiden SBY bahwa kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra tidak didukung bukti yang kuat. Rekomendasi yang diberikan agar kepolisian menghentikan penyidikan, sedangkan kejaksaan agar menghentikan penuntutan. Seruan Tim Delapan langsung ditanggapi keras oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak bisa mengintervensi proses hukum kasus Chandra dan Bibit. "Presiden tak bisa memerintahkan Kejaksaan untuk menghentikan kasus ini," kata Marwan di Kejaksaan Agung.
Presiden, kata Marwan, hanya bisa memberikan rekomendasi Kepala Polri dan Jaksa Agung. "Kalau ada korelasinya, data dari Presiden akan kami gunakan," ujarnya. Marwan mengatakan, bila Kejaksaan menolak rekomendasi Presiden, hal itu bukan merupakan pembangkangan. "Kejaksaan itu berpegang pada hukum," ujarnya.