Penumpang dari Makassar hendak ke Kabupaten yang berada di Sulawesi Selatan menaiki bus.
Berdasarkan pantauan Jumat (3/8/2012) siang, jajaran mobil plat hitam menunggu penumpang di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar hingga ke perbatasan Kabupaten Maros. Apalagi, menjelang mudik lebaran, mobil angkutan liar terus bertambah dan beroperasi di terminal bayangan tersebut.
Berbagai cara telah dilakukan oleh pihak terkait seperti aparat kepolisian dari Direktorat Lalulintas, Pemerintah Kota Makassar, Dinas Perhubungan, namun mobil angkutan umum yang legal maupun ilegal (liar yang menggunakan plat hitam) tetap membandel.
Angkutan umum antarkota dalam provinsi ini enggan masuk ke terminal, sebab banyak pungutan dari Perusahaan Daerah (PD) Terminal. Apalagi, di dalam terminal sepi penumpang. Kebanyakan penumpang yang hendak ke daerah, turun dari angkutan kota (petepete) dan langsung naik ke mobil angkutan umum antarkota dalam provinsi di luar terminal.
Penumpang enggan masuk ke dalam terminal, sebab terminal regional Daya berjarak 500 meter dari jalan trans Sulawesi. Terlebih lagi, masuk ke dalam terminal dipungut biaya dan penumpang tidak mendapatkan fasilitas yang nyaman. Jelas, penumpang memilih naik ke terminal bayangan dengan tarif angkutan sama, tanpa menunggu lama dan dipunguti biaya dari PD Terminal.
Sementara itu, penumpang yang memilih angkutan bus, mereka langsung mendatangi ke Perusahaan Otobus (PO) yang juga merupakan tempat parkir bus antarkota dalam provinsi.
Terkait persoalan itu, menjelang mudik lebaran 2012 ini, Direktorat Lalulintas Polda Sulsel kembali menggelar rapat koordinasi (Rakor) tim gabungan dari Polri, TNI dan Dishub. Dalam rakor tersebut, semua pihak berkomitmen untuk menertibkan terminal liar yang ada di Makassar.
"Memang perlu adanya kajian khusus tentang keberadaan terminal liar di Makassar. Namun demikian, tim ini akan berkomitmen untuk melakukan penertiban," tandas Wakil Direktur Lalulintas (Wadirlantas) Polda Sulsel, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Eldy Yudianto.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulsel, Komisaris Besar (Kombes) Polisi Chevy Achmad Sopari yang dimintai komentarnya mengakui, munculnya terminal bayangan menjadi sumber masalah pokok dari terminal itu sendiri. Penumpang dan pengemudi angkutan umum dipungut biaya tanpa mendapat fasilitas yang memadai.
"Kita bisa lihat sendiri kondisi terminal regional Daya. Bagaimana penumpang mau masuk ke terminal, sedangkan fasilitas kenyamanan dan pelayanan tidak ada. Terlebih lagi, jaraknya jauh dari jalan poros. Sedangkan tarif angkutan pun sama. Jelas, angkutan umum juga tidak mau masuk ke terminal yang sepi untuk menunggu, sedangkan di jalan poros banyak penumpang yang menunggu. Permasalahan ini jangan selalu menjadi dilihat dari angkutannya, tapi kita kembalikan ke pihak pengelolah terminalnya," kata mantan Kepala Polres Takalar ini.
Senada yang dikemukakan, anggota Direktorat Lalulintas (Ditlantas) Polda Sulsel, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Haris yang melakukan penelitian atas permalasahan itu mengaku kaget melihat angkutan umum antarkota dalam provinsi menunggu penumpang di pinggir jalan. Angkutan umum tersebut bisa terlihat mulai dari kota Makassar hingga ke Kabupaten Maros.
"Kalau kita lihat, 'terminal terpanjang di dunia berada' di Makassar. Sebab panjangnya hingga 10 kilometer. Bagaimana penumpang maupun mobil angkutan mau masuk ke terminal, kalau kursinya kurang, toiletnya kotor dan kurang. Apalagi, penumpang disuruh mengangkat sendiri barang bawaannya yang banyak tanpa ada troly. Ini permasalahan semua berada di terminal regional Daya," kata Haris.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2012/08/03/12524230/Wah.Terminal.Terpanjang.di.Dunia.Ada.di.Makassar