(Kode STUDPEMBX0019) : Tesis Pengelolaan Keuangan Daerah Perspektif Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pada Pemerintah Kota X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan-kebijakan pemerintah pusat terutama kebijakan dalam keuangan negara haruslah melibatkan pemerintah daerah. Sebab, kinerja dan pengelolaan keuangan daerah saat ini menduduki posisi penting dalam strategi pemberdayaan pemerintah daerah terlebih lagi dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah dan mewujudkan desentralisasi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Tuntutan terhadap pengelolaan keuangan rakyat (publik money) secara baik merupakan issue utama yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam mewujudkan tujuan pemerintahan yang bersih (clean goverment), dimana pengelolaan keuangan daerah yang baik adalah kemampuan mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel.
Dalam pengelolaan keuangan daerah telah diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagai pengganti Kepmen No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Regulasi aturan-aturan tersebut dirasakan sangat menyulitkan dalam hal pelaksanaannya karena di samping butuh waktu untuk mempelajari sekaligus memahami, kendala berikutnya adalah adanya aturan-aturan pelaksanaan yang belum dikeluarkan, baik itu turunan dari undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah itu sendiri sampai sekarang belum diwujudkan, tapi pemerintah tentunya tidak boleh hanya menunggu dengan tidak melaksanakan aturan yang ada. Kalau hal ini dilakukan sudah pasti apabila ada pemeriksaaan, maka akan menjadi temuan tentunya. Perubahan-perubahan aturan yang demikian cepat akan banyak menimbulkan masalah-masalah dalam hal pengelolaan keuangan daerah terutama pada pertanggungjawaban akhir kegiatan.
Akhirnya yang sangat merasakan dampaknya adalah masyarakat di daerah pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya, akibat dari banyaknya peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh regulator tapi kemudian diperbaharui, dicabut, diganti kembali sehingga tidak ada kepastian hukum. Hal ini juga mengakibatkan resiko bisnis di Indonesia dan khususnya di daerah-daerah, menimbulkan banyak problem, salah satunya adalah problem institusi-institusi kunci lemah dalam memberikan kepastian hukum.
Perubahan-perubahan pada aturan pelaksanaan inilah yang sangat merepotkan pada tatanan implementasi di Pemerintah Kota X karena perubahan-perubahan aturan tersebut. Namun, upaya untuk itu Pemerintah Kota X melakukan pelatihan-pelatihan dan menghadirkan para ahli keuangan untuk mengatasi ketidak pahaman aparatur pemerintah di masing-masing unit kerja yang ada.
Regulasi yang baik adalah penting, sebab diharapkan dapat menciptakan pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance), sehingga dalam pembuatan aturan-aturan pelaksanaan harus juga professional dan bertanggung jawab, jadi tidak hanya pihak-pihak yang akan melaksanakan saja yang harus mematuhi atau mengikuti aturan-aturan tapi pihak regulator atau pembuat aturan tidak mau mendengar, melihat dan memperhatikan best practice sekaligus diadakan uji publik dahulu, setelah itu baru diimplementasikan. Sehingga tidak membuat aparatur di daerah menjadi bingung. Hal ini dapat dimaklumi karena aparatur pemerintah daerah baru memahami dan melaksanakan aturan yang diberlakukan tahun anggaran 2003 (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002) kemudian pada tahun anggaran 2004 harus berubah total mengikuti aturan Permendagri No. 13 tahun 2006.
Masih banyaknya daerah, termasuk aparatur Pemerintahan Kota X, yang belum memahami Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) No. 13 Tahun 2006 yang menjadi salah satu kendala implementasi penyusunan anggaran tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Tetapi masalah ini tidak akan berlangsung lama, asalkan setiap daerah memiliki komitmen untuk segera mengimplementasikannya.
Berbicara mengenai kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terbitnya Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang No. 22 tahun 1999 memberikan warna baru landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan daerah berdasarkan pada Undang-undang No. 32 tahun 2004 tersebut bertumpu pada upaya peningkatan efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan keuangan publik baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Inti perubahan yang akan dilakukan antara lain mempertajam esensi pengelolaan keuangan daerah dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menyangkut penjabaran terhadap hak dan kewajiban daerah dalam mengelola keuangan publik, meliputi mekanisme penyusunan, pelaksanaan dan penatausahaan, pengendalian dan pengawasan, serta pertanggungjawaban keuangan daerah.
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance, pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota X dilakukan secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab sesuai dengan perudang-undangan yang berlaku. Pengelolaan keuangan daerah meliputi seluruh kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggung jawaban. Keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Dengan memperhatikan Undang-undang No. 17 Tahun 2003 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi menjadi:
1. Penyusunan dan Penetapan APBD
Anggaran sebagai perencanaan dan perwujudan pengelolaan keuangan daerah merupakan alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Penyusunan dan penetapan APBD dimaksudkan sebagai pedoman tercapainya tujuan penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka pencapaian tujuan.
2. Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan APBD merupakan tindak lanjut dari perencanaan APBD yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Realisasi pelaksanaan APBD selama semester pertama harus dilaporkan dan dibuat kembali untuk pelaksanaan semester selanjutnya. Perubahan dan penyesuaian dalam pelaksanaan APBD dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut : perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum daerah, keadaan yang mengharuskan terjadinya pergeseran anggaran, serta keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran berjalan.
3. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan dalam bentuk Laporan Keuangan yang sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan tersebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Kota X merupakan salah satu upaya konkrit pemerintah daerah dalam mewujudkan asas transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Laporan keuangan disusun dan disajikan tepat waktu dengan bentuk dan isi yang sesuai standar akuntansi pemerintahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005.
Sebagai perwujudan akuntabilitas laporan maka Laporan Keuangan diaudit oleh lembaga independen (dalam hal ini adalah BPK) sebelum disampaikan kepada DPRD dan pihak yang memerlukan.
Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota X nyatanya masih dijumpai kendala-kendala sebagai berikut :
1. Peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut pelaksanaan undang-undang belum seluruhnya diterbitkan.
2. Masih belum tersedianya sumber daya manusia yang memadai.
3. Belum optimalnya sinkronisasi jadwal penyusunan antara APBN, APBD Propinsi, dan APBD Kabupaten/Kota.
4. Transparansi penetapan formula pengalokasian dana-dana di luar DAU belum nyata (daerah kesulitan menentukan asumsi penerimaan untuk tahun yang akan datang).
5. Banyaknya dana dari pusat yang langsung diberikan kepada berbagai instansi sementara pemerintah Kabupaten/Kota tidak diberitahu berapa alokasi dana yang diberikan maupun peruntukannya.
Dengan melihat kendala di atas Pemerintah Kota X melakukan upayaupaya sebagai berikut :
1. Membentuk kerjasama dengan instansi terkait untuk mengadakan pelatihan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
2. Mengikuti pelatihan dan workshop mengenai perkembangan peraturan pengelolaan keuangan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun lembaga keuangan lainnya.
3. Mengupayakan adanya informasi sedini mungkin dari Pemerintah Pusat agar prediksi penerimaan daerah yang masuk ke dalam APBD makin realistis.
4. Meningkatkan koordinasi antar instansi untuk memonitor dan melaporkan pengelolaan keuangan yang menjadi tanggungjawabnya.
Melihat pentingnya pengelolaan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, serta untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan yang dilakukan pada Pemerintah Kota X tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul : Pengelolaan Keuangan Daerah Perspektif Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) No. 13 Tahun 2006 pada Pemerintah Kota X.”
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, sehubungan terjadinya permasalaha-permasalahan dalam mengimplementasikan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) No. 13 Tahun 2006, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:”Bagaimana Pengelolaan Keuangan Daerah Perspektif Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) No. 13 Tahun 2006 pada Pemerintah Kota X.”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Perspektif Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) No. 13 Tahun 2006 pada Pemerintah Kota X.
b. Untuk melihat apa saja yang terjadi sehubungan dengan Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Perspektif Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) No. 13 Tahun 2006 pada Pemerintah Kota X.
Adapun manfaat penelitian adalah :
a. Sebagai wahana untuk menambah dan pengembangan pegetahuan dalam membuat suatu karya tulis ilmiah.
b. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Pemerintahn Kota X dalam mengimplementasikan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) No. 13 Tahun 2006.
c. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti permasalahan yang sama dimasa yang akan datang.