Tesis Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa Di Kecamatan X Kabupaten X Propinsi X)

(Kode STUDPEMBX0021) : Tesis Hubungan Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintah Desa Dengan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa-Desa Di Kecamatan X Kabupaten X Propinsi X)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin menguatkan posisi daerah dalam upaya meningkatkan kemampuan di segala bidang, karena semua yang menyangkut kemajuan daerah diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada daerah, terutama Kabupaten dan Kota sebagai titik berat otonomi daerah.
UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah secara normatif mengatur tentang desa sebagai unit organisasi pemerintah terendah, yang sebelumnya pada UU No. 5 Tahun 1979 bercorak sentralistik. Pergeseran perubahan yang menonjol pada UU No. 22 Tahun 1999 maupun UU No. 32 Tahun 2004, terletak pada filosofi yang digunakan, yaitu keanekaragaman dalam kesatuan sebagai kontra konsep dari filosofi keseragaman yang digunakan dalam UU No. 5 Tahun 1979.
Dalam kerangka otonomi daerah, salah satu komponen yang masih perlu dikembangkan adalah wilayah pedesaan. Eksistensi desa memiliki arti penting dalam proses pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan, karena desa memiliki “hak otonomi”, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus secara bebas rumah tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan adat istiadat masyarakat setempat. Dengan demikian, pembangunan pedesaan menuju terciptanya desa yang mandiri tidak dapat dilakukan secara uniform dan stereotifikal untuk seluruh bangsa/negara.
Merujuk pada konsep pengembangan development from bellow, yang menekankan proses penyelenggaraan pembangunan pada optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan keahlian setempat, maka konsepsi pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Hal ini berarti surplus wilayah dikembalikan ke wilayah untuk mendiversifikasi ekonomi wilayah. Meskipun konsep wilayah lebih luas maknanya dibanding definisi desa, pusat perhatian konsep ini tetap menekankan pada elemen terkecil suatu wilayah untuk mengembangkan ekonomi wilayah yang lebih luas, dimana desa merupakan elemen terkecil dari sistem wilayah. Salah satu bentuk dari aplikasi konsep development from bellow adalah agropolitan development, sebagai konsep pembangunan wilayah yang memiliki basis perekonomian pertanian. Prasyarat yang dibutuhkan dalam implementasi konsep pembangunan ini adalah sistem pemerintahan yang demokratis dan tidak terlalu sentralistik. Prasyarat tersebut sejalan dengan apa yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, terutama di era otonomi daerah seiring dengan pemberlakuan UU No. 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Untuk mewujudkan kemandirian pelaksanaan pembangunan yang berbasis pada wilayah pedesaan, dituntut keterlibatan sosiokultural yang ada dalam masyarakat. Hal ini semakin membuka peluang bagi masyarakat desa untuk memanfaatkan nilai-nilai budaya serta pranata sosial setempat demi mewujudkan keberhasilan pembangunan di desanya masing-masing. Melalui otonomi desa, terbuka kesempatan yang luas untuk mengetahui sumber daya, masalah, kendala serta memperbesar akses setiap warga desa untuk berhubungan langsung dengan pemimpinnya, atau sebaliknya bagi pemimpin dapat mengetahui kebutuhan desa secara tepat. Pembangunan desa dengan demikian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dari masyarakat, oleh masyarakat serta untuk masyarakat desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf kehidupan yang layak.
Karakteristik pembangunan desa memiliki sifat yang multidimensional menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat di desa. Dari sudut pemerintahan, pembangunan desa dioperasionalisasikan melalui berbagai sektor dan program yang saling terkait dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan pemerintah. Pada realitasnya, mayarakat desa sampai saat ini tetap memiliki berbagai keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya modal. Kerjasama yang dibangun antara pemerintah dengan mayarakat akan menciptakan pola hubungan yang serasi dalam proses pelaksanaan pembangunan di pedesaan.
Pembangunan pedesaan, identik dengan pembangunan di sektor pertanian, karena sebagian besar mata pencaharian penduduk bergerak di sektor pertanian, meskipun dalam prakteknya di lapangan, karakteristik budaya masyarakat pedesaan di Indonesia sangat beragam. Mubyarto (2000), membagi tipologi desa berdasarkan mata pencahariannya, yakni desa persawahan, desa perkebunan, desa perternakan, desa industri kecil dan menengah, desa jasa dan perdagangan, serta desa perladangan. Fenomena yang sama juga dijumpai di wilayah Kabupaten X. Berdasarkan data statistik, wilayah Kecamatan X yang menjadi lokasi penelitian, sebagian besar masyarakatnya bergerak di sektor pertanian, yakni terdapat sekitar 41,72% (BPS Kecamatan X dalam Angka, 2007:19).
Secara tradisional, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata (Todaro, 1998:432). Fenomena ini dijumpai dalam sejarah pembangunan di Indonesia selama pemerintahan Orde Baru, yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor pendukung proses industrialisasi. Peranan sektor pertanian dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber bahan baku murah demi perkembangan sektor-sektor industri yang diharapkan mampu mengejar ketertinggalan ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia. Akibat dari marginalisasi konsep pembangunan wilayah pedesaan selama pemerintahan Orde Baru, menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat desa yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.
Beberapa persoalan yang dihadapi masyarakat di pedesaan antara lain kurangnya sarana dan prasarana, banyaknya pengangguran, kualitas gizi yang masih rendah, aparatur desa belum berfungsi dengan baik, lokasi desa yang terisolisasi dan terpencar, keterampilan penduduk yang rendah, tidak seimbangnya antara jumlah penduduk dengan luas wilayah pertanian, kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan, ketidakseimbangan struktural ataupun keterbalakangan pendidikan dan lain sebagainya.
Hal menonjol dilihat dari aspek pemerintahan adalah pelaksanaan organisasi pemerintahan desa yang belum secara optimal berjalan dengan baik, sehingga pertumbuhan dan perubahan sosial di desa relatif lambat, bahkan kemacetan sistem tidak dapat dihindarkan. Untuk melakukan perubahan sosial masyarakat desa, dibutuhkan perencanaan yang baik dalam pembangunan desa yang mampu mengangkat serta mengembangkan potensi lokal masyarakat di pedesaan.
Dalam perencanaan pembangunan desa, pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa mempunyai peran penting dan strategi dalam perencanaan bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam UU No. 32 Tahun 2004, memungkinkan setiap desa memiliki sebuah lembaga yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Lembaga ini bisa berupa lembaga adat atau lembaga kemasyarakatan desa yang ditetapkan dengan peraturan desa. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999, disebutkan bahwa lembaga kemasyarakatan ini merupakan mitra pemerintah desa dalam aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang bertumpu pada masyarakat.
Konsep perencanaan pembangunan di wilayah pedesaan menjadi demikian penting, karena akan menentukan arah pembangunan di suatu desa. Selain itu, menjadi kewajiban pemerintah desa untuk menampung aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Aspirasi masyarakat dapat ditampung dengan cara melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dalam proses perencanaan pembangunan desa bersama pemerintah desa, yaitu Kepala Desa beserta perangkatperangkatnya.
Untuk mencapai hasil maksimal pembangunan, dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga selesainya pembangunan, yang kata kuncinya diperlukan pengelolaan secara sistematik. Dalam konteks ini, sistem manajemen pemerintahan sebagai perangkat integral dan melekat dengan pengelolaan pembangunan desa berfungsi untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan itu, aspek kemampuan aparat pemerintahan desa sebagai penentu dan penyelenggara menajemen pemerintahan desa harus dapat menciptakan nilai keadilan dalam proses pembangunan desa. Nilai keadilan itu berkaitan dengan pemenuhan hal-hak warga negara yang harus terlayani secara menyeluruh oleh pemerintah desa. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan dan pembangunan desa dibutuhkan kemampuan manajerial aparat pemerintah desa yang handal dalam usaha memberikan kepuasan bagi masyarakat melalui pelaksanaan pembangunan desa sesuai tujuan keberadaan institusi pemerintahan sebagai organisasi publik.
Secara empirik penerapan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan pada desa-desa di wilayah Kecamatan X, belum berjalan secara optimal. Fenomena ini dapat dilihat dari pembuatan Daftar Usulan Rencana Proyek (DURP) yang seharusnya direncanakan oleh pemerintah desa dan BPD atas usul masyarakat desa, ternyata hanya dibuat oleh Kepala Desa dan aparat kecamatan. Proses pelaksanaan pembangunan juga tidak mengikutsertakan masyarakat. Pelaksana kegiatan dilakukan Kepala Desa dan aparat kecamatan tanpa mempertimbangkan aspek kepentingan masyarakat desa. Begitu pula pada aspek pengawasan hasil pembangunan, tidak pernah diperiksa oleh BPD, tetapi diperiksa oleh pihak kecamatan. Dengan demikian sejauh ini pelaksanaan pembangunan desa masih didasarkan atas kemauan dan keinginan Kepala Desa dan pihak kecamatan, belum atas dasar pertimbangan keinginan dan kemauan masyarakat desa.
Fenomena di atas menguatkan asumsi bahwa kemampuan manejerial aparat pemerintah desa dalam mengelola manajemen permintahan desa masih sangat rendah, bahkan aktivitas manajemen tidak dilaksanakan oleh aparat pemerintah desa. Kondisi ini, dapat menyebabkan kualitas pengelolaan manajemen pemerintah desa yang menunjang keberhasilan pembangunan desa menjadi rendah. Padahal pembangunan desa yang merupakan keterpaduan antar berbagai kebijakan pemerintah dengan partisipasi serta swadaya gotong-royong masyarakat, perlu didukung dengan kemampuan aparatur pemerintah dalam menciptakan iklim keterpaduan yang serasi dan berkesinambungan dalam memanfaatkan segala sumber daya di desa untuk didayagunakan dalam pelaksanaan program pembangunan desa.
Dalam kaitan itu, implikasi tingkat keberhasilan pembangunan desa, yang diukur dari tingkat taraf hidup masyarakat, ternyata masih sangat rendah. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa juga terlihat sangat rendah serta kurangnya kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri dalam menjaga dan melestarikan hasil-hasil pembangunan desa. Atas dasar kondisi objektif di atas, salah satu kunci keberhasilan organisasi pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan desa, terletak pada kemampuan manajerial aparat pemerintah desa. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seberapa besar hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintah desa dengan pembangunan desa di Kecamatan X Kabupaten X.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah pokok penelitian ini adalah "apakah terdapat hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan X Kabupaten X?". Secara rinci yang menjadi masalah penelitian ini diuraikan dalam poin-poin pertanyaan berikut:
1. Bagaimana kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa di Kecamatan X Kabupaten X?
2. Bagaimana tingkat pembangunan desa di Kecamatan X Kabupaten X?
3. Apakah terdapat hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan X Kabupaten X?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui, menjelaskan dan menganalisis hubungan antara kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan X Kabupaten X. Secara rinci tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa di Kecamatan X Kabupaten X.
2. Untuk mendeskripsikan tingkat pembangunan desa di Kecamatan X Kabupaten X.
3. Untuk menjelaskan dan menganalisis hubungan kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dengan pembangunan desa di Kecamatan X Kabupaten X.

1.4 Kegunaan Penelitian
1. Secara akademis, hasil penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam studi pembangunan dan pemerintahan di wilayah pedesaan yang mandiri dan mempertimbangkan kualitas taraf hidup masyarakat.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten X, dalam meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan desa melalui kemampuan manajerial dalam menunjang pembangunan desa.
3. Hasil penelitian ini juga berguna bagi para peneliti yang berminat pada kajian sejenis.

Postingan terkait: