SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS NARASI

(KODE PTK-0003) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS NARASI (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Dengan bahasa kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Bahasa memungkinkan manusia dapat memikirkan suatu masalah secara teratur, terus-menerus, dan berkelanjutan. Sebaliknya, tanpa bahasa peradaban manusia tidak mungkin dapat berkembang baik. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu sarana mengupayakan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara terarah. Maka dari itu melalui proses pengajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa mempunyai kemampuan yang memadai untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Dalam pengajaran atau proses belajar-mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, guru memegang tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah. Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam berbagai pengajaran, kemampuan memilih dan menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Hal tersebut tidak menjadi pengecualian bagi guru bahasa Indonesia karena tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang mempunyai peran yang penting dalam dunia pendidikan. Secara umum fungsi dan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai sarana: (1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa; (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya; (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah; dan (5) sarana pengembangan penalaran (Depdiknas, 2004: 10).
Pada hakikatnya bahasa adalah alat yang berfungsi untuk berkomunikasi, dengan bahasa manusia dapat menyampaikan pesan, pikiran, perasaan, dan pengalamannya kepada orang lain. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu: menyimak (mendengarkan), berbicara, membaca, dan menulis, (Sarwiji Suwandi, 2004:1). Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, baik itu di SD, SMP maupun SMA pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu mengembangkan keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut.
Pada setiap keterampilan berbahasa mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lain. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa biasanya melalui suatu hubungan yang berurutan dan teratur, mula-mula dengan belajar menyimak atau mendengarkan bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara biasanya dipelajari sebelum memasuki bangku sekolah, sedangkan membaca dan menulis dipelajari setelah memasuki bangku sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan atau merupakan catur tunggal, Dawson, dkk. (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:1).
Kaitannya dengan pembelajaran di sekolah dasar, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia meliputi aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa non sastra. Sedangkan aspek kemampuan bersastra meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan ragam sastra.
Membicarakan pengajaran bahasa Indonesia tidak akan lepas dari kegiatan menulis. Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Kemampuan menulis seperti halnya dengan kemampuan berbahasa yang lain, yaitu tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur (Henry Guntur Tarigan, 1993: 3).
Menulis merupakan salah satu kemampuan yang perlu dimiliki dan dikuasai oleh siswa sekolah dasar. Kemampuan menulis di sekolah dasar sangat penting karena merupakan penanaman dasar menulis ke jenjang yang lebih tinggi. Berbeda dengan kemampuan yang lain, kemampuan berbahasa, khususnya kemampuan menulis, sudah menuntut siswa untuk membangun pemahaman tentang tata cara menulis. Artinya, siswa sekolah dasar sudah dituntut mampu menggunakan ejaan, kosakata, dan mampu membuat kalimat dan menghubung-hubungkan kalimat dalam satu paragraf sesuai dengan tingkat kemampuan siswa SD. Meski demikian, selama ini pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah cenderung konvensional, bersifat hafalan, penuh jejalan teori-teori linguistik yang rumit. Serta tidak ramah terhadap upaya mengembangkan kemampuan berbahasa siswa. Hal ini khususnya dalam kemampuan membaca dan menulis (Helpian Purnama: 2007).
Pembelajaran menulis di SD antara lain mempelajari tentang pengenalan huruf, ejaan, pengembangan ide atau gagasan, membuat surat pribadi, dan dilanjutkan dengan pengembangan menyusun karangan. Demikian halnya dengan siswa kelas V SD, pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mereka mendapatkan materi tentang menulis. Adapun pembelajaran menulis pada siswa kelas V SD salah satunya membahas tentang menulis karangan berdasarkan pengalaman (menulis narasi). Sebagai salah satu materi pembelajaran, maka pembelajaran menulis tersebut perlu disampaikan dengan metode yang tepat sehingga mencapai standar kompetensi yang diharapkan yaitu siswa mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kompetensi pembelajaran menulis narasi siswa kelas V SD Negeri X tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal itu dibuktikan dengan siswa masih mengalami kesulitan menuangkan idenya ke dalam bentuk tulisan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan pemilihan kata atau diksi yang kurang tepat, misalnya dapat dilihat dari tugas karangan siswa. Pada umumnya siswa belum maksimal menuangkan gagasan mereka secara kronologis.
Secara umum memang siswa mampu menulis, namun mereka kurang memiliki ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan belum mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosa kata dan tata bahasa atau kaidah bahasa yang digunakan. Akibatnya nilai keterampilan menulis narasi siswa SD Negeri X Kelas V masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas untuk mata pelajaran menulis narasi (mengarang) yang hanya mencapai angka 6,0 (standar ketuntasan belajar minimal untuk Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SD Negeri X adalah 6,9).
Menurut hasil pengamatan peneliti, rendahnya kualitas pembelajaran menulis narasi di kelas V SD Negeri X tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) siswa kesulitan dalam menuangkan idenya kedalam bentuk tulisan yang utuh, (2) kurangnya kemampuan siswa dalam menentukan topik menulis narasi, (3) kurangnya kemampuan siswa dalam mengembangkan paragraf, (4) guru kesulitan dalam membangkitkan minat belajar siswa, (5) guru belum menemukan metode atau cara yang tepat untuk menyampaikan materi menulis.
Berdasarkan paparan di atas, masalah yang ada membutuhkan adanya perbaikan dalam pembelajaran menulis narasi. Hal ini dilakukan agar mendorong siswa secara keseluruhan terlibat aktif dalam mengikuti pembelajaran menulis. Untuk itu peneliti bersama guru kelas V SD Negeri X melakukan sharing ideas untuk mencari solusi yang tepat dalam mengatasi kesulitan siswa dalam menuangkan idenya dalam bentuk tulisan narasi sehingga kemampuan dan motivasi siswa untuk menulis meningkat.
Guru bersama peneliti menyadari bahwa kemampuan setiap anak tidak sama, melainkan memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Selain itu melihat pembelajaran yang selama ini diterapkan lebih didominasi oleh guru, sehingga siswa mendapat porsi yang sedikit dalam mengekspresikan ide dan gagasan mereka. Padahal, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya (Mohammad Ali Mochtar: 2003). Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Untuk itu peneliti bersama guru memberikan alternatif penerapan pendekatan kontekstual untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran menulis tersebut.
Pendekatan Kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada prospek keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2006: 253). Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam CTL, yaitu (1) konstruktivisme, (2) questioning, (3) inquiry, (4) learning community, (5) modelling, (6) refleksi, dan (7) authentic assessment.
Alasan dipilihnya pendekatan kontekstual ini adalah, bahwa melalui pendekatan kontekstual: (1) situasi pembelajaran lebih kondusif, karena siswa dilibatkan secara penuh dalam pembelajaran dan posisi guru lebih berpindah-pindah (depan, tengah, dan belakang), (2) Guru tidak lagi menggunakan metode konvensional, sehingga pembelajaran lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa menjadi aktif, dan (3) guru akan termotivasi untuk mencari media pembelajaran baru (modelling) dari berbagai sumber, karena pendekatan kontekstual mengarahkan guru untuk menggunakan media pembelajaran yang lebih bervariasi guna membangkitkan minat siswa dalam pembelajaran.
Selain itu, dengan menerapkan ketujuh komponen tersebut siswa diajak untuk terlibat langsung mulai dari pemahaman materi, diskusi, pembentukan kelompok belajar, sampai kegiatan refleksi. Melalui pendekatan kontekstual ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas dan antusias siswa dalam menulis narasi. Berdasarkan uraian di atas dan kaitannya dengan penelitian ini adalah bahwa pendekatan kontekstual perlu dioptimalkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi siswa kelas V SD Negeri X berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di depan, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seberapa jauh penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan proses keterampilan menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri X?
2. Seberapa jauh penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil keterampilan menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri X?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah peneliti paparkan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah.
1. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri X.
2. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat peneliti sampaikan terbagi dalam manfaat praktis dan teoretis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan kebahasaan, terutama dalam kegiatan menulis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Memudahkan siswa dalam berlatih dan belajar keterampilan menulis, khususnya menulis narasi dengan pendekatan kontekstual.
b. Bagi Guru
1) Menawarkan inovasi cara pembelajaran menulis narasi.
2) Memotivasi siswa dalam kegiatan menulis.
3) Meningkatkan kualitas mata pelajaran Bahasa Indonesia.
c. Bagi Sekolah
Meningkatkan kualitas pembelajaran menulis baik proses ataupun hasil sehingga menghasilkan kualitas siswa yang baik pula di sekolah tersebut.
d. Bagi Peneliti
Dengan melakukan penelitian di sekolah secara langsung, peneliti memperoleh pengalaman dan wawasan pembelajaran menulis di sekolah. Dari hasil pengamatan dan pengalaman langsung tersebut, peneliti dapat melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran menulis narasi dengan pendekatan kontekstual.

Postingan terkait: