SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN TEKNIK PARAFRASE WACANA DIALOG

(KODE PTK-0004) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN TEKNIK PARAFRASE WACANA DIALOG (MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA)


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Menulis merupakan aspek berbahasa yang tidak dapat dipisahkan dari aspek lain dalam proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Dalam kegiatan ini, seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Dari pernyataan itu, dapat diketahui bahwa menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang melibatkan berbagai keterampilan. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena menulis memerlukan keterampilan yang memerlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus (Nurchasanah, 1997: 68).
Keterampilan menulis juga digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan dari semua itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para pembelajar yang mampu menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif (Syarkawi, 2008: 2). Keterampilan ini meliputi keterampilan menyusun pikiran tentang gagasan atau ide yang akan disampaikan kepada pembaca dengan menggunakan kata-kata dalam susunan yang tepat berdasarkan pikiran, organisasi, pemakaian kata, pemilihan kata, dan struktur kalimat. Di samping itu, diperlukan juga keterampilan menyusun kalimat yang merupakan prasyarat untuk membentuk kesatuan isi dalam paragraf. Paragraf yang baik bukan hanya ditentukan oleh kaidah-kaidah sintaksis, kosa kata, dan penguasaan diksi yang tepat, melainkan juga bagaimana cara seseorang dalam menuliskan kalimat yang saling bertalian atau tersusun dengan baik sebagai ungkapan gagasan atau ide yang mereka ciptakan secara unik yang mewakili daya kreasi dan imajinasi orang tersebut.
Tujuan yang diharapkan dari kegiatan menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan ide atau gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis serta mempunyai hobi menulis. Melalui keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan dapat mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Akan tetapi, tidak semua orang mampu melaksanakan tugas menulis dengan baik. Itu bukan pekerjaan yang mudah karena merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan.
Pembelajaran keterampilan menulis pada jenjang sekolah dasar merupakan langkah awal menuju tingkat lanjut ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Kemampuan menulis ini diajarkan di SD kelas I sampai dengan kelas VI. Kemampuan menulis yang diajarkan di kelas I dan kelas II merupakan kemampuan tahap permulaan, sedangkan yang diajarkan di kelas III, IV, V, dan VI disebut tahap lanjut (Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 71). Melalui latihan menulis secara bertahap, siswa diharapkan mampu membangun keterampilan menulis lebih meningkat lagi. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa masih rendah bila dibandingkan dengan kegiatan berbahasa lainnya.
Fenomena rendahnya pembelajaran kemampuan menulis terutama pembelajaran menulis narasi juga terjadi di kelas V SD Negeri X. Hal ini dapat dilihat dari data pendukung yang diperoleh pada saat guru memberikan tugas mengarang pada awal semester. Rata-rata siswa mendapat nilai yang kurang menggembirakan, yakni memperoleh nilai 60, bahkan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah nilai 40.
Melihat kondisi demikian, kemudian peneliti melakukan wawancara terhadap guru kelas V SD Negeri X (Sri Sulastri, S. Pd) pada tanggal 8 September 2008. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa kegiatan pembelajaran menulis yang terjadi di SD Negeri X selama ini kurang berjalan dengan lancar dan menemui berbagai hambatan. Secara umum hal ini disebabkan aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Selanjutnya, guru yang bersangkutan bersama peneliti kemudian mengidentifikasi penyebab kegagalan siswa dalam kegiatan menulis.
Untuk identifikasi lebih lanjut, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa SD tersebut mengenai pembelajaran menulis yang diajarkan guru selama ini. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa para siswa kurang termotivasi mengikuti pembelajaran menulis karena pembelajaran yang diberikan guru selama ini masih bersifat konvensional (hanya berkutat pada teori) dan berjalan secara monoton tanpa ada variasi metode atau teknik pembelajaran yang diberikan. Menurut mereka, metode atau teknik pembelajaran yang dilakukan guru selama ini kurang inovatif karena dalam kegiatan pembelajaran menulis di kelas, siswa hanya dijejali dengan materi melalui ceramah saja kemudian siswa diminta mengerjakan latihan menulis yang terdapat dalam buku teks yang dimiliki guru atau lembar kerja siswa (LKS). Oleh sebab itulah, pembelajaran menulis di kelas selama ini dirasakan membosankan/menjenuhkan.
Dalam pelaksanaan pengajaran menulis, umumnya guru hanya menyampaikan teori menulis dan kurang memberi kesempatan siswa berlatih menulis. Fenomena tersebut menjadikan siswa kurang berminat dan termotivasi untuk menulis. Kurangnya minat dan motivasi siswa dalam kegiatan menulis menjadi salah satu alasan rendahnya kemampuan menulis. Akibatnya, siswa pun mengalami kesulitan dalam mengolah kosa kata dan menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan yang utuh.
Sebagian besar siswa mengaku masih belum terbiasa memanfaatkan media tulis sebagai ruang untuk mengungkapkan ide atau gagasan mereka. Dengan kata lain, kurangnya latihan menulis serta tidak optimalnya aktivitas siswa dalam menulis itu mengakibatkan siswa kurang terbiasa dalam menyusun kata-kata menjadi kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf sehingga kemampuan menulisnya pun tidak memadai.
Guna memastikan kebenaran informasi yang diberikan guru dan siswa saat prasurvei sebelumnya (tanggal 8 September 2008), peneliti melakukan observasi atau pengamatan terhadap pembelajaran menulis yang dilakukan guru tanggal 20 Oktober 2008 dengan mengikuti jalannya proses kegiatan belajar-mengajar. Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada saat itu meliputi: (1) guru memberikan apersepsi pada siswa terkait materi yang disampaikan; (2) siswa disuruh membaca sekilas tentang contoh karangan dalam buku lembar kerja siswa (LKS); (3) guru menyampaikan materi pelajaran tentang menulis; (4) guru menugaskan kepada siswa untuk menghasilkan sebuah tulisan dengan tema yang telah ditentukan oleh guru; (5) guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian kesimpulan.
Dari hasil pretes dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai 65 ke atas hanya berjumlah 5 orang, sedangkan sisanya sebanyak 14 siswa mendapat nilai 50 ke bawah. Nilai terendah yang diperoleh siswa pada pretes tersebut adalah nilai 30. Berdasarkan pretes ini dapat diketahui bahwa siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar hanya lima siswa sedangkan yang lain (sebanyak 14 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil pretes yang telah dilakukan, maka memperkuat bukti bahwa kemampuan menulis narasi para siswa masih rendah.
Dari observasi atau pengamatan yang telah dilakukan, peneliti dapat mengidentifikasi faktor penyebab atau permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran menulis di SD Negeri X. Pada umumnya rendahnya kualitas pembelajaran kemampuan menulis narasi di kelas tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) siswa kesulitan dalam menemukan ide atau gagasan, (2) kurangnya kemampuan siswa dalam menentukan topik tulisan narasi, (3) siswa belum mampu mengembangkan paragraf dengan baik, (4) siswa belum mampu menceritakan rangkaian peristiwa yang terjadi secara runtut dalam bentuk bahasa tulis, (5) guru kesulitan membuat siswa aktif di kelas, (6) guru kesulitan menemukan metode atau teknik pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan materi menulis narasi.
Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diungkapkan di atas terkait dengan rendahnya kemampuan menulis siswa, peneliti bersama guru mendiskusikan strategi untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri X. Dari diskusi tersebut dihasilkan solusi yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pembelajaran menulis, yakni guru harus menerapkan teknik pembelajaran yang berbeda dari teknik sebelumnya. Faktor metode/teknik yang digunakan dalam pembelajaran merupakan faktor yang dominan dalam menentukan keberhasilan pembelajaran menulis, khususnya di sekolah dasar (Suhartono, 2007: 148). Teknik pembelajaran yang dimaksud adalah teknik yang mampu menjadikan siswa aktif dan antusias di dalam kelas. Akhmad Sudrajat (2008: 2) menyatakan bahwa guru seharusnya dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Diterapkannya teknik yang berpengaruh di kelas tersebut membantu guru dalam mencapai tujuan yang dapat membantu siswa berkonsentrasi pada apa yang diajarkan melalui kegiatan yang dapat dilakukan dengan cara sederhana dan mudah (Baeulieu, 2008: 13).
Lebih lanjut, guru dan peneliti menemukan satu tindakan dari penjabaran teknik pembelajaran yang sebelumnya telah dibicarakan. Penerapan tindakan ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pembelajaran menulis, khususnya menulis narasi. Tindakan yang dimaksud adalah dengan penerapan teknik parafrase wacana dialog. Dengan teknik parafrase wacana dialog ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan dan mengurutkan ide secara runtut, logis, dan sesuai dengan logika bahasa sehingga alur pemikiran siswa tidak melompat-lompat lagi. Selain itu, guru diharapkan mampu memotivasi dan membangkitkan minat siswa agar mereka aktif selama proses pembelajaran dan pada akhirnya mampu menulis narasi dengan baik. Dengan demikian, teknik pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif guna meningkatkan kemampuan menulis narasi, khususnya pada siswa kelas V SD Negeri X.
Pemilihan tindakan ini atas dasar bahwa dengan teknik parafrase wacana dialog, seseorang bisa tepat mengatakan maksud atas tuturan tertentu dengan bahasanya sendiri dalam bentuk bahasa yang lebih sederhana, bebas, dan prosais (Situmorang, 1983: 34). Dengan kata lain, parafrase adalah mengulang apa yang dikatakan orang lain menggunakan kata-kata sendiri. Parafrase ini selalu diikuti dengan penafsiran. Karena tanpa adanya penafsiran dan parafrase, seseorang merasa sukar untuk mengerti maksud tuturan tertentu. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dengan teknik parafrase wacana dialog dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi para siswa.
Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan (1996: 66) mengemukakan bahwa parafrase yaitu ungkapan kembali maksud atau isi tulisan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Dalam penulisan, parafrase ini sering kali disebut kutipan tidak langsung. Lebih lanjut, diungkapkan bahwa parafrase merupakan ungkapan gagasan yang ditulis orang lain dengan bahasa kita sendiri. Dalam hal ini seseorang membaca atau menyimak ucapan kemudian kita mengungkapkan gagasan tersebut dengan kata-kata/kalimat kita sendiri.
Lebih jelas, pemilihan tindakan guna meningkatkan kemampuan menulis narasi ini juga mengacu pada pendapat Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani (2007: 195) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari pembelajaran dengan parafrase terarah adalah mengembangkan kecakapan menulis. Berdasarkan tujuan inilah, akhirnya peneliti dan guru memutuskan untuk menerapkan teknik parafrase wacana dialog guna meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri X.
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek parafrase adalah wacana dialog. Wacana dialog menjadi media yang tepat digunakan untuk menerapkan teknik parafrase yang dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan memunculkan ide tulisan. Gambaran nyata tentang wacana dialog adalah wacana yang berbentuk percakapan, biasanya melibatkan pembicara dan pendengar dan mereka berbicara secara bergantian.
Dengan memparafrasekan wacana dialog dalam bentuk sajian yang sederhana, yakni berupa rekaman percakapan sehari-hari diharapkan dapat menarik antusiasme dan membuat siswa aktif dalam pembelajaran, serta membangkitkan motivasi mereka dalam kegiatan pembelajaran menulis narasi. Dalam hal ini, siswa diharapkan lebih terpacu dalam mengikuti proses kegiatan belajar menulis narasi dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran pun selalu bertambah. Selain itu, dengan adanya penerapan teknik parafrase wacana dialog dalam proses kegiatan belajar-mengajar ini juga diharapkan siswa mampu memunculkan ide yang sebelumnya dibuat dalam kerangka karangan dan mampu mengembangkannya ke dalam bentuk tulisan narasi utuh. Hal tersebut dilakukan guna meningkatkan kemampuan menulis narasi para siswa agar mereka memperoleh hasil yang lebih baik.
Pembelajaran menggunakan teks wacana dialog ini pun telah diterapkan oleh Asep Aminuddin (2006: 1) pada siswa kelas VII MTs PUI Kancana Kabupaten Majalengka. Dalam hal ini, teks wacana dialog digunakan sebagai media untuk membantu penjelasan materi tentang menulis narasi. Melalui pemanfatan media teks wacana dialog, terbukti bahwa kekurangan dan kesalahan siswa dapat dikurangi serta mampu membuat siswa menjadi lebih mudah dalam mengembangkan karangan. Dalam penelitian tentang pembelajaran menulis narasi di kelas V SDN X ini, wacana dialog bukan digunakan sebagai media pembelajaran melainkan sebagai sumber pembelajaran yang digunakan untuk menerapkan teknik parafrase yang dapat membantu siswa memunculkan ide dalam bentuk kerangka karangan dan mengembangkannya menjadi bentuk karangan narasi utuh.
Secara umum alasan pemilihan penerapan teknik parafrase wacana dialog tersebut adalah sebagai respon awal agar siswa mempunyai skemata cerita yang nanti akan mereka tuangkan ke dalam tulisan narasi. Adapun secara rinci, alasan pemilihan penerapan teknik ini adalah sebagai berikut. Pertama, teknik ini dirasa mampu menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, karena cerita dalam wacana dialog diperdengarkan dalam bentuk rekaman. Kedua, wacana dialog ini digunakan sebagai rangsangan awal pada siswa agar mampu menulis narasi dengan baik dan runtut sesuai dengan logika bahasa yang logis. Ketiga, kegiatan pembelajaran menulis terkesan tidak monoton lagi karena para siswa diperdengarkan rekaman wacana dialog sehingga mereka merasa antusias dan tidak cepat merasa bosan. Keempat, jalan cerita dalam wacana dialog yang diperdengarkan melalui rekaman akan menumbuhkan keaktifan, keantusiasan, dan motivasi siswa terhadap kegiatan menulis cerita, khususnya menulis narasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti uraian sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
a. Apakah penerapan teknik parafrase wacana dialog dalam pembelajaran menulis narasi dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas V SD Negeri X?
b. Apakah penerapan teknik parafrase wacana dialog dalam pembelajaran menulis narasi dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri X?
Menulis narasi di sekolah dasar merupakan bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya aspek keterampilan berbahasa (aspek menulis) yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan minat, motivasi, keaktifan siswa selama proses pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan menulis pada siswa. Dalam menulis narasi ini diperlukan pengembangan ide dalam bentuk kerangka karangan berdasarkan kronologis peristiwa dan waktu serta penguasaan kosa kata yang memadai.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah:
a. untuk meningkatkan keaktifan siswa kelas V SD Negeri X dalam pembelajaran menulis narasi dengan penerapan teknik parafrase wacana dialog.
b. untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa kelas V SD Negeri X dalam pembelajaran menulis narasi dengan penerapan teknik parafrase wacana dialog.

D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
a. memperluas wawasan dalam khasanah keilmuan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran menulis narasi;
b. sebagai acuan pembelajaran menulis dengan model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif,dan menyenangkan (PAIKEM);
c. sebagai acuan pembelajaran menulis dengan penggunaan teknik parafrase wacana dialog.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1. memberikan kemudahan siswa dalam menemukan ide tulisan;
2. meningkatnya kemampuan menulis narasi siswa;
3. menjadikan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa termotivasi dan merasa antusias dalam mengikuti pembelajaran.
b. Bagi guru
1. meningkatnya kemampuan guru dalam mengatasi kendala pembelajaran menulis narasi dan mengelola kelas;
2. dapat mengembangkan pembelajaran menulis dengan penggunaan teknik pembelajaran yang inovatif.
c. Bagi sekolah
1. hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan inovasi pembelajaran bagi para guru lain dalam mengajarkan materi menulis;
2. kualitas hasil pembelajaran meningkat, terutama hasil pembelajaran menulis narasi.

Postingan terkait: