Kata konstitusi secara literal berasal dari bahasa prancis Constituin yang berarti membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi dimaksudkan dengan pembentukan suatu negara, konstitusi juga bias berarti peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan suatu negara.
Dalam bahasa belanda, istilah konstitusi dikenal dengan istilah Grondwet, yang berarti undang-undang dasar (grond=dasar, wet=undang-undang). Di jerman istilah konstitusi juga dikenal dengan istilah Grundgesetz, yang juga berarti Undang-Undang Dasar (grund=idasar dan gesetz=Undang-Undang).
Istilah konstitusi menurut Chairul Anwar adalah fundamental laws tentang pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai fundamentalnya. Sementara menurut Sri Soemantri, konstitusi berarti suatu naskah yang membuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi system pemerintahan negara. Dari dua pengertian bisa dikatakan bahwa konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya sebuah negara.
E.C.S. Wade mengatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah ”a document having a special legal sanctity which sets out the framework and the principal functions of the organs of government of a state and declares the principles governing the operation of those organs” (naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menetukan pokok cara kerja badan tersebut).
Dari berbagai pengertian konstitusi diatas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi dalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hokum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara Negara dan masyarakat (rakyat) dan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam peraktiknya, konstitusi ini terbagi kedalam 2 (dua) bagian, yakni yang tertulis atau dikenal dengan undang-undang dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal dengan konvensi.
Dalam perkembangannya, ada beberapa pendapat yang membedakan antara konstitusi dengan undang-undang dasar. Seperti yang dikemukakan oleh Herman Heler. Ia mengatakan bahwa konstitusi lebih luas dari pada undang-undang dasar. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis melainkan juga bersifat sosiologis dan politis. Sedangkan undang-undang dasar lainnya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yakni die geschreiben verfassung atau konstitusi yang ditulis (Milan,2001:14).
Pendapat yang sama dikemukakan oleh F.Lassale yang dikutip oleh Abu Daud Busroh dan Abubakar Busr. Ia membagi pengertian konstitusi kedalam dua pengertian, yaitu:
1. Pengertian sosiologis dan politis (sosiologiche atau politische begrip). Konstitusi merupakan shintese factor kekuatan yang nyata (dereele machtsfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara.
2. Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan
2. Tujuan Konstitusi
Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan antar negara dan warga negara. Konstitusi juga dapat dipahami sebagai bagian dari social contract (kontrak social) yang memuat aturan main dalam berbangsa dan bernegara. Lebih jelas, Suvernin Lohman menjelaskan bahwa dalam konstitusi harus memuat unsure-unsur sebagai berikut:
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak social), artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara sekalipun penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya.
3. Onstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan pemerintahan (Solly Lubis, 1982:48).
Konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Secara spesifik CF. strong memberikan batasan tentang tujuan konstitusi –sebagaimana dikutib Thalib-sebagai berikut : are to limit the arbitrary action of the government, to quarantee the right of the governed, and to define the operation of the sovereign power (Thaba, 2001:27). Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Loewenstein. Ia mengatakan bahwa konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat dikelasifikasikan menjadi 3 tujuan, yaitu:
1. Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik
2. Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri
3. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Pentingnya Konstitusi Dalam Suatu Negara
Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara merupakan sesuatu hal yang sangat krusial, karena tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara.
Dr. A. Hamid S. Attamimi menegaskan-seperti yang dikutip Thaib- bahwa konstitusi atau undang-undang dasar merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan, sejalan dengan pendapat tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa hakekat konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme yaitu pemabatasan terhadap kekuasaan pemerintah disuatu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk dipihak lain.
Sejalan dengan perlunya konstitusi sebagai instrument untuk membatasi kekuasaan dalam suatu negara Miriam Budiardjo mengatakan : “Di dalam Negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi”. (Budiardjo, 1978:96).
Dalam konteks pentingnya konstitusi Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi kedalam dua bagian, yakni membagi kekuasaan dalam negara, dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan, maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi diantara bebrapa lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk hidup, kesejahtraan hidup dan kebebasan.
Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu negara ini, Struycken dalam bukunya”het Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlander” mengatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisikan:
1. Hasil perjuangan politik bangsa diwaktu yang lampau
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan bik untuk sekarang maupun untuk waktu yang akan datang
4. Suatu keinginan. Dimana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang-undang tersebut, menunjukan arti pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa, serta memberikan arahan dan pedoman bagi generasi penerus bangsa dalam menjalankan suatu negara.
Eksistensi konstitusi dalam suatu negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengan adanya konstitusi akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian wewenang dan kekuasaan dalam menjalankan negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga negara, sehingga terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah.
Konstitusi Demokratis
Konstitusi merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk untuk mengatur dasar hubungan kerjasama antara negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur hubungan dalam bernegara, maka sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negara dan warga negara, agar satu sama lain merasa bertanggung jawab serta tidak menjadi penindasan dari yang kuat terhadap yang lemah.
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih demokrasi sebagai pilihannya, maka konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula.
Meskipun tidak dijumpai pemerintahan yang demokratis murni didunia ini, namun pada dasarnya, setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi sendiri.
Prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu:
1. Menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan
2. Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas
3. Pembatasan pemerintahan
4. Pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara yang meliputi:
a. Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan trias politika
b. Control dan keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan
c. Proses hukum
d. Adanya pemilihan umum sebagai mekanisme peralihan kekuasaan.
Prinsip-prinsip konstitusi demokratis ini merupakan refleksi dari nilai-nilai dasar terkandung dalam hak asasi manusia yang meliputi:
1. Hak-hak dasar (basic rights)
2. Kebebasan mengeluarkan pendapat
3. Hak-hak individu
4. Keadilan
5. Persamaan
6. Keterbukaan.
DAFTAR PUSTAKA
Dede Rosyada, A Ubaidilah, Abdul Rozak, Wahdi Sayuti, M.Arskal Salim GP, pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, TIM ICFE UIN Jakarta, 2000