SKRIPSI KEDUDUKAN DAN PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENYELENGGARAAN KAWASAN TERTIB DI KOTA X

(KODE ILMU-HKM-0056) : SKRIPSI KEDUDUKAN DAN PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENYELENGGARAAN KAWASAN TERTIB DI KOTA X




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Di era sekarang ini sangat gencar diperbincangkan tentang Otonomi Daerah, yaitu pemberian peluang yang seluas-luasnya kepada pemerintahan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam segala bidang.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia di dalam Pasal 18, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Agar mampu menjalankan perannya, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Perihal otonomi dan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Jika di dalam UU No. 22 Tahun 1999 lebih menitikberatkan pada penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, maka dalam UU No. 32 Tahun 2004 ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Seperti tersebut dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 32 Tahun 2004, menyatakan : "Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".
Prinsip otonomi seluas-luasnya yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Sebagai realisasi atas undang-undang pemerintahan daerah, maka pemerintah daerah meresponnya dengan cara membuat berbagai regulasi atau peraturan untuk mendukung pelaksanaan otonomi di daerahnya. Peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah merupakan salah satu penyangga (stick holder) atas pelaksanaan otonomi daerah. Pada prakteknya tidak ada artinya suatu regulasi dibuat tanpa didukung oleh pelaksanaan yang baik. Untuk mewujudkan pelaksanaan undang-undang dan peraturan daerah yang telah dibuat, maka pemerintah daerah khususnya, memerlukan suatu perangkat pelaksanaan baik berupa organisasi maupun sumber daya manusia.
Kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam terminologi otonomi tersebut memungkinkan dibuatnya berbagai perangkat-perangkat berupa aparatur daerah yang berfungsi sebagai pendukung dari pelaksanaan pemerintahan di daerahnya. Salah satu aparatur yang bertugas sebagai pendukung dari pelaksanaan pemerintahan daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Satuan ini merupakan perangkat pemerintah daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam pelaksanaan jalannya pemerintahan dan sebagai garda atau barisan terdepan dalam bidang ketenteraman dan ketertiban umum, seperti yang disebutkan pada Pasal 148 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 :
"Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja".
Kota X sebagai salah satu daerah otonom di provinsi Jawa Tengah juga tidak mau ketinggalan dengan daerah lain, khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dengan luas wilayah 44,040 Km2 dengan penduduk sekitar 553.458 jiwa pada malam hari dan lebih dari 1.650.000 jiwa pada siang hari dengan tingkat kepadatan penduduk 12.567 jiwa/Km2 serta pertumbuhan ekonomi sebesar 3,14% (Solopos,17 Februari 2007). Pemerintah Kota X benar-benar berusaha menjadi suatu daerah otonom yang mandiri dimana salah satunya ditandai dengan pembangunan di segala sektor, baik infrastruktur maupun suprastrukturnya dengan menggunakan seluruh potensi yang dimiliki. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi ketentraman dan ketertiban umum daerah yang kondusif merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya. Untuk mewujudkan kondisi daerah yang aman, tentram dan tertib, sehingga akan dapat mendorong perkembangan perekonomian dan investasi yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka dipandang perlu ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan kawasan tertib.
Salah satu upaya pemerintahan Kota X untuk mewujudkan hal diatas adalah membentuk suatu perangkat daerah yang bertugas membantu pemerintah daerah dalam pembinaan umum masyarakat, ketentraman, ketertiban daerah, dan penegakan peraturan daerah serta operasional ketentraman dan ketertiban di Kota X agar pembangunan benar-benar terlaksana dengan baik. Perangkat daerah yang dimaksud adalah Satuan Polisi Pamong Praja.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis memilih judul : "KEDUDUKAN DAN PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENYELENGGARAAN KAWASAN TERTIB DI KOTA X".

B. Perumusan Masalah
Untuk lebih memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat dibahas dengan lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka penting sekali bagi penulis untuk merumuskan permasalah yang akan dibahas.
Adapun perumusan masalah dalam penelitian yang dirumuskan penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kedudukan dan peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X?
2. Bagaimana mekanisme dan hasil kerja dari Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X?
3. Hambatan-hambatan apa sajakah yang ditemui Satuan Polisi Pamong Praja X dalam pelaksanaan tugasnya?

C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang hendak dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan maksud dilaksanakannya kegiatan tersebut. Demikian juga dengan penulisan hukum ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X.
b. Untuk mengetahui mekanisme dan hasil kerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X.
c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui Satuan Polisi Pamong Praja dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Tujuan subjektif
a. Untuk memperoleh data-data yang digunakan penulis dalam menyusun penulisan hukum (skripsi) sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum dalam Fakultas Hukum Universitas X.
b. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan wacana, ilmu hukum serta pemahaman penulis tentang kedudukan dan peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X.
c. Untuk melatih kemampuan dan ketrampilan penulis agar siap terjun di dalam masyarakat.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian akan lebih bermanfaat apabila mempunyai data yang akurat dan dapat menambah wawasan pembaca, oleh karena itu, penulis merumuskan manfaat penelitian sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum tata negara terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintahan daerah.
b. Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai kedudukan dan peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota X dalam
penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan tambahan untuk dapat dibaca dan dipelajari khususnya oleh mahasiswa fakultas hukum.
2. Manfaat praktis
a. Untuk lebih mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
b. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan faktor yang penting dalam penelitian disamping untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian juga agar mempermudah pengembangan data guna kelancaran penyusunan penulisan hukum.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data sampai data dengan analisis data dapat diperinci sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris atau non doctrinal yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan tentang sesuatu hal seperti adanya.
Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1986 : 10).
2. Lokasi penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota X.
3. Jenis data
a) Data primer
Data primer merupakan data atau fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama atau melalui penelitian lapangan. Data primer ini berupa penjelasan maupun keterangan dari wawancara dengan Kepala Seksi Perencanaan dan Pengendalian, Kepala Seksi Pembinaan dan Ketertiban Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kota X.
b) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data atau fakta atau keterangan yang secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan pustaka seperti, buku-buku literatur, peraturan perundangan dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Sumber data
a) Data primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung di lapangan, yaitu melalui wawancara dengan Kepala Seksi Perencanaan dan Pengendalian, Kepala Seksi Pembinaan dan Ketertiban Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kota X.
b) Data sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Sumber data ini diperoleh dari kepustakaan. Termasuk dalam sumber data ini adalah peraturan perundang-undangan, dokumen, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.
Data sekunder dalam dalam penelitian ini terdiri dari :
(1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2004 Tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja, Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota X, Keputusan Walikota No. 34 Tahun 2001 Tentang Pedoman Uraian Tugas Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota X dan Peraturan Walikota X Nomor 11.c Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Tertib.
(2) Bahan Hukum Sekunder
Adalah keterangan-keterangan yang bersifat mendukung data primer, yaitu sumber data yang secara tidak langsung memberi atau menunjang adanya sumber data primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku literatur hukum tata negara dan hukum pemerintahan daerah, surat kabar dan sebagainya.
(3) Bahan Hukum Tersier
Adalah keterangan yang bersifat mendukung data primer dari bahan hukum primer dan sekunder yaitu kamus dan ensiklopedi.
5. Teknik pengumpulan data
a) Studi Lapangan
Merupakan penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data primer, dalam hal ini dengan metode wawancara. Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu (Burhan Ashofa, 1996 : 95). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap Kepala Seksi Perencanaan dan Pengendalian, Kepala Seksi Pembinaan dan Ketertiban Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kota X.
b) Studi Kepustakaan
Merupakan cara pengumpulan data untuk memperoleh data dan keterangan yang diperlukan sebagai landasan berpikir yang dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, dokumen, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2002 : 103). Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo, 2002 : 35).
Tiga tahap tersebut adalah :
a) Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Pada saat pengumpulan data berlangsung, data reduction berupa membuat singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batas-batas permasalahan, dan menulis memo. Reduksi data berlangsung secara terus-menerus dari tahap awal sampai akhir penulisan laporan penelitian.
b) Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan yang meliputi berbagai jenis matrik, gambar, tabel, dan sebagainya.
c) Menarik Kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan. (HB. Sutopo, 2002 : 37).
Dengan memperhatikan gambar di atas, maka prosesnya dapat dilihat bahwa pada waktu pengumpulan data peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data. Artinya, data yang berupa fieldnote atau data yang diperoleh dari lapangan yang terdiri dari bagain deskripsi dan refleksinya adalah data yang dikumpulkan, kemudian peneliti menyusun pengertian singkatnya dengan memahami arti segala peristiwanya yang disebut reduksi data.
Kemudian penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis dengan parabor (matrik, gambar, dan sebagainya) yang diperlukan sebagai pendukung sajian data. Reduksi data dan sajian data harus disusun pada waktu peneliti sudah mendapatkan unit data di sejumlah data yang diperlukan dalam penelitian. Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, maka peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dengan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data.
Apabila kesimpulan dirasa kurang mantap karena terdapat kekurangan data reduksi dan sajian, maka peneliti dapat menggali dalam fieldnote. Bila ternyata dalam fieldnote tidak diperoleh data pendukung, peneliti wajib kembali melakukan pengumpulan data khusus. Dalam hal ini tampak bahwa penelitian kualitatif menggunakan "proses siklus".

F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mempermudah dan memberikan gambaran secara menyeluruh dalam penulisan hukum ini, maka penulis membagi dalam empat bab yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Pembahasan dan Penutup ditambah dengan Daftar Pustaka dan Lampiran.
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini terdiri dari dua hal, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tentang tinjauan umum mengenai pemerintahan daerah yang meliputi , tinjauan tentang pemerintah daerah, tinjauan tentang otonomi daerah dan tinjauan tentang polisi pamong praja yang meliputi pengertian polisi pamong praja, susunan organisasi satuan polisi pamong praja serta tugas dan fungsi satuan polisi pamong praja dan tinjauan umum tentang kawasan tertib.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan membahas lima hal pokok. Yang pertama mengenai sejarah Satuan Polisi Pamong Praja. Yang ke dua mengenai kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja dalam sistem pemerintah daerah kota X. Yang ke tiga mengenai. peranan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X. Yang ke empat mengenai mekanisme kerja dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota X. Dan yang ke lima mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam penyelenggaraan kawasan tertib di Kota X dan upaya untuk mengatasinya
BAB IV : PENUTUP
Bab ini terbagi dalam dua bagian yaitu kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Postingan terkait: