Empat PR Persebaya jelang Lawan QPR


Persebaya dijadwalkan akan berhadapan dengan Queens Park Rangers, 23 Juli 2012 mendatang. Penyelenggara perlu mempertimbangkan beberapa hal yang bisa membuat animo penonton turun.

Pertama, dari sisi nama, Queens Park Rangers masih perlu dipromosikan secara gencar di Surabaya. Anggapan bahwa QPR adalah klub semenjana perlu ditepis. Setidaknya publik perlu diingatkan, bahwa QPR sangat heroik saat menghadapi Manchester City di laga terakhir Liga Primer Inggris musim 2011/2012.

Mungkin perlu juga penyelenggara mencontoh penyelenggaraan Turnamen Emirates oleh Arsenal. Ini sebenarnya turnamen uji coba biasa, namun ada trofi di akhir laga bagi sang pemenang. Adanya trofi ini bisa membangkitkan suasana kompetitif. Jadi tak ada salahnya, jika laga Persebaya versus QPR nanti juga menyediakan trofi bagi sang pemenang.

Kedua, dari sisi waktu. Laga Persebaya versus QPR berlangsung saat Ramadan. Situasi ini berpotensi menurunkan minat publik, terutama mereka yang hanya menganggap sepakbola sebagai tontonan biasa dan tak memiliki ikatan emosional dengan Persebaya.

Ketiga, dari sisi akses transportasi ke Gelora Bung Tomo. Gelora Bung Tomo memang layak menjadi tempat pertandingan internasional. Namun dari sisi akses transportasi, banyak yang mengeluh. Ini juga yang membuat laga-laga Persebaya saat berhadapan dengan tim bukan unggulan menjadi sepi.

Persoalan bisa bertambah, karena pertandingan dilangsungkan malam hari. Butuh waktu lama untuk masuk dan keluar dari area Gelora Bung Tomo sebelum dan sesudah pertandingan, dibandingkan jika Persebaya bertanding di Gelora 10 Nopember. Kemudahan akses ini perlu dipikirkan, dan oleh karenanya, panitia penyelenggara perlu berkomunikasi dengan Pemerintah Kota Surabaya.

Terakhir, masalah harga tiket masuk. Masalah harga tiket masuk bisa mengundang kontroversi. Selama ini, rata-rata harga tiket masuk kelas ekonomi untuk pertandingan Persebaya adalah Rp 20 ribu-25 ribu. Harga yang melambung akan membuat penonton kelas menengah ke bawah sulit membeli tiket. Padahal, sebagian pendukung Persebaya berada di level ekonomi ini.

Ini memang risiko sepakbola industri. Tidak lagi bergantung kepada uang negara, Persebaya harus bisa menghidupi dirinya sendiri dengan pemasukan dari tiket penonton. Namun, sepakbola industri juga bisa menggusur penonton kelas ekonomi bawah yang secara tradisional menjadi pendukung Persebaya.

Chelsea semula dikenal sebagai klub dengan pendukung ekonomi kelas menengah ke bawah. Namun seiring berkembangnya industri sepakbola Inggris, Chelsea identik dengan klub glamor dan kosmopolit. Ini menggeser pendukung dari kelas ekonomi menengah bawah.

Dalam hal ini, pilihan penyelenggara laga Persebaya versus QPR ada dua: tetap tidak menaikkan harga tiket dengan harapan penonton berdatangan, atau menaikkan harga tiket dengan risiko penonton yang datang bakal lebih sedikit.

Jika pada akhirnya opsi kedua menjadi pilihan, maka penyelenggara harus memberikan kompensasi atas mahalnya harga tiket. Salah satu contoh, mungkin saja, penonton dengan tiket VIP atau VVIP diberikan kesempatan untuk melakukan meet and greet dengan para pemain bintang QPR dan Persebaya. Bisa juga penonton diberikan pernik-pernik souvenir yang menjadi memorabilia pertandingan tersebut.

Saya yakin, penyelenggara sangat memahami semua tantangan tersebut. So, Welcome to Surabaya, Rangers. It will be the hardest battle for you. It's The Battle of Soerabaia and we will never surrender. [wir]

Postingan terkait: