1. nilai tukar mata uang saat ini: PDB dihitung sesuai dengan nilai tukar yang sedang digunakan dalam pasar mata uang internasional,
2. nilai tukar keseimbangan kemampuan berbelanja: PDB dihitung sesuai keseimbangan kemampuan berbelanja (PPP) setiap mata uang relatif kepada standar yang telah ditentukan (BISAanya dolar AS)
Dalam era globalisasi saat ini keterkaitan ekonomi di satu negara dengan negara yang lain.semakin erat seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan dan arus modal lintas negara. Perkembangan dan kondisi perekonomian global memiliki dampak yang semakin signifikan terhadap kondisi perekonomian domestik. Di tahun 2008, perkembangan perekonomian global telah dibayang-bayangi oleh ancaman krisis ekonomi global yang bersumber dari gejolak finansial di Amerika Serikat pada tahun 2007. Eratnya keterkaitan antar pasar keuangan dan ekonomi antar negara telah mendorong terjadinya perluasan gejolak perekonomian Amerika Serikat ke berbagai negara lainnya, terutama ke negara-negara maju. Perluasan dampak tersebut antara lain terlihat pada jatuhnya indeks saham pasar modal di berbagai negara, mengetatnya likuiditas di pasar global, serta merosotnya volume perdagangan dunia.
Besarnya tekanan ekonomi pada tahun 2008 yang terjadi di dunia tampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara industri maju maupun berkembang. Secara umum laju pertumbuhan ekonomi di berbagai negara menunjukkan tren menurun dari awal triwulan I hingga triwulan IV tahun 2008. Tekanan terberat di tahun tersebut pada umumnya terjadi pada triwulan IV dimana banyak negara mengalami laju pertumbuhan negatif. Dampak penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada awalnya terjadi di negara-negara maju dan kemudian meluas ke negara-negara berkembang. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh besarnya peran pasar negara-negara maju terhadap produk-produk ekspor Negara berkembang, serta arus modal dan investasi negara maju ke negara-negara berkembang.
Pada triwulan I tahun 2008 mencatat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 2,54 persen. Pada triwulan-triwulan berikutnya, laju pertumbuhan tersebut menurun hingga mencapai minus 0,85 persen pada triwulan IV tahun 2008. Hal yang serupa terjadi di negara-negara maju di kawasan Eropa. Laju pertumbuhan ekonomi di Inggris, Jerman, dan Perancis, yang pada triwulan I tahun 2008 masing-masing sebesar 2,48 persen, 2,84 persen dan 0,4 persen terus menurun di triwulan-triwulan selanjutnya hingga masing-masing mencapai minus 1,61 persen, minus 1,65 persen dan minus 1,50 persen pada triwulan IV tahun 2008. Bahkan perekonomian Perancis telah mencatat laju pertumbuhan negatif sejak triwulan II tahun 2008.
Hal serupa terjadi pada Jepang dan Korea Selatan yang mengalami penurunan laju pertumbuhan sepanjang tahun 2008 dan mengalami pertumbuhan negatif di triwulan IV tahun 2008. Bahkan perekonomian Jepang telah mencatat laju pertumbuhan negatif sejak triwulan III tahun 2008. Pada triwulan IV tahun 2008, Jepang dan Korea Selatan masing-masing mengalami laju pertumbuhan sebesar minus 4,28 persen dan minus 3,40 persen.
Penurunan laju pertumbuhan ekonomi juga dialami oleh negara-negara berkembang, termasuk di kawasan Asia. China dan India, yang merupakan dua negara berkembang dengan kinerja ekonomi paling baik di Asia juga mengalami penurunan pertumbuhan, walaupun tidak mencapai laju pertumbuhan negatif di triwulan IV tahun 2008. Di kawasan Asia Tenggara, penurunan laju pertumbuhan juga dialami oleh negara-negara ASEAN dengan kecepatan yang berbeda. Di antara lima negara utama ASEAN, penurunan pertumbuhan selama tahun 2008 terlihat jelas pada perekonomian Singapura, diikuti oleh Thailand dan Malaysia. Pertumbuhan ekonomi Singapura yang pada triwulan I tahun 2008mencapai 6,70 persen menurun hingga mendekati 0,04 persen pada triwulan III dan kemudian mencapai minus 4,23 persen pada triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Thailand sebesar 6,0 persen pada triwulan I, melambat pada triwulan-triwulan berikutnya hingga mencapai pertumbuhan minus 4,25 persen pada triwulan IV. Negara-negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia, Philipina, dan Indonesia juga mengalami pola perlambatan yang sama, walaupun tidak mencapai pertumbuhan negatif pada triwulan terakhir tahun 2008.
2. nilai tukar keseimbangan kemampuan berbelanja: PDB dihitung sesuai keseimbangan kemampuan berbelanja (PPP) setiap mata uang relatif kepada standar yang telah ditentukan (BISAanya dolar AS)
Dalam era globalisasi saat ini keterkaitan ekonomi di satu negara dengan negara yang lain.semakin erat seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan dan arus modal lintas negara. Perkembangan dan kondisi perekonomian global memiliki dampak yang semakin signifikan terhadap kondisi perekonomian domestik. Di tahun 2008, perkembangan perekonomian global telah dibayang-bayangi oleh ancaman krisis ekonomi global yang bersumber dari gejolak finansial di Amerika Serikat pada tahun 2007. Eratnya keterkaitan antar pasar keuangan dan ekonomi antar negara telah mendorong terjadinya perluasan gejolak perekonomian Amerika Serikat ke berbagai negara lainnya, terutama ke negara-negara maju. Perluasan dampak tersebut antara lain terlihat pada jatuhnya indeks saham pasar modal di berbagai negara, mengetatnya likuiditas di pasar global, serta merosotnya volume perdagangan dunia.
Besarnya tekanan ekonomi pada tahun 2008 yang terjadi di dunia tampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara industri maju maupun berkembang. Secara umum laju pertumbuhan ekonomi di berbagai negara menunjukkan tren menurun dari awal triwulan I hingga triwulan IV tahun 2008. Tekanan terberat di tahun tersebut pada umumnya terjadi pada triwulan IV dimana banyak negara mengalami laju pertumbuhan negatif. Dampak penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada awalnya terjadi di negara-negara maju dan kemudian meluas ke negara-negara berkembang. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh besarnya peran pasar negara-negara maju terhadap produk-produk ekspor Negara berkembang, serta arus modal dan investasi negara maju ke negara-negara berkembang.
Pada triwulan I tahun 2008 mencatat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 2,54 persen. Pada triwulan-triwulan berikutnya, laju pertumbuhan tersebut menurun hingga mencapai minus 0,85 persen pada triwulan IV tahun 2008. Hal yang serupa terjadi di negara-negara maju di kawasan Eropa. Laju pertumbuhan ekonomi di Inggris, Jerman, dan Perancis, yang pada triwulan I tahun 2008 masing-masing sebesar 2,48 persen, 2,84 persen dan 0,4 persen terus menurun di triwulan-triwulan selanjutnya hingga masing-masing mencapai minus 1,61 persen, minus 1,65 persen dan minus 1,50 persen pada triwulan IV tahun 2008. Bahkan perekonomian Perancis telah mencatat laju pertumbuhan negatif sejak triwulan II tahun 2008.
Hal serupa terjadi pada Jepang dan Korea Selatan yang mengalami penurunan laju pertumbuhan sepanjang tahun 2008 dan mengalami pertumbuhan negatif di triwulan IV tahun 2008. Bahkan perekonomian Jepang telah mencatat laju pertumbuhan negatif sejak triwulan III tahun 2008. Pada triwulan IV tahun 2008, Jepang dan Korea Selatan masing-masing mengalami laju pertumbuhan sebesar minus 4,28 persen dan minus 3,40 persen.
Penurunan laju pertumbuhan ekonomi juga dialami oleh negara-negara berkembang, termasuk di kawasan Asia. China dan India, yang merupakan dua negara berkembang dengan kinerja ekonomi paling baik di Asia juga mengalami penurunan pertumbuhan, walaupun tidak mencapai laju pertumbuhan negatif di triwulan IV tahun 2008. Di kawasan Asia Tenggara, penurunan laju pertumbuhan juga dialami oleh negara-negara ASEAN dengan kecepatan yang berbeda. Di antara lima negara utama ASEAN, penurunan pertumbuhan selama tahun 2008 terlihat jelas pada perekonomian Singapura, diikuti oleh Thailand dan Malaysia. Pertumbuhan ekonomi Singapura yang pada triwulan I tahun 2008mencapai 6,70 persen menurun hingga mendekati 0,04 persen pada triwulan III dan kemudian mencapai minus 4,23 persen pada triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Thailand sebesar 6,0 persen pada triwulan I, melambat pada triwulan-triwulan berikutnya hingga mencapai pertumbuhan minus 4,25 persen pada triwulan IV. Negara-negara ASEAN lainnya, yaitu Malaysia, Philipina, dan Indonesia juga mengalami pola perlambatan yang sama, walaupun tidak mencapai pertumbuhan negatif pada triwulan terakhir tahun 2008.
PDB negara yang berbeda dapat dibandingkan dengan menukar nilainya dalam mata uang lokal menurut:
Pada triwulan IV tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi Malaysia mencapai 0,08 persen, sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Philipina masih lebih baik yaitu masingmasing mencapai 5,18 persen dan 4,51 persen. Dari pola yang ada, secara umum dapat diduga bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi terutama terjadi pada negara-negara dengan peran ekspor cukup besar dalam perekonomian nasionalnya. Negara-negara dengan karakteristik tersebut mengalami pukulan terberat akibat penurunan kinerja ekspor yang disebabkan oleh melemahnya permintaan (demand) darinegara-negara maju. Walaupun telah terjadi pertumbuhan ekonomi negatif di berbagai negara pada triwulan IV, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi global masih cukup baik di mana belum terjadi pertumbuhan negatif di sepanjang tahun 2008. Di antara negara-negara maju, penurunan laju pertumbuhan terbesar di alami oleh Inggris, Jepang dan Perancis dimana laju pertumbuhan ekonomi mereka mengalami penyusutan hampir sepertiga dari pertumbuhan tahun 2007. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, penurunan laju pertumbuhan ekonomi terbesar dialami oleh Singapura dan diikuti oleh Philipina.
Berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional laju pertumbuhan ekonomi global tahun 2008 mencapai 3,1 persen, atau turun 2,0 persen dibanding dengan tahun sebelumnya Penurunan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara maju maupun berkembang. Pertumbuhan negara maju menurun dari 2,6 persen di tahun 2007 menjadi 0,8 persen di tahun 2008, sementara laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang menurun dari 8,3 persen menjadi 6,0 persen.Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global telah membawa implikasi menurunnya aktivitas perdagangan di pasar internasional. Perlambatan ekonomi yang terjadi telah menyebabkan menurunnya permintaan (demand) di pasar dunia, terutama oleh negara-negara maju.
Tekanan eksternal sebagai dampak dari terjadinya krisis global telah mengakibatkan perlambatan pada pertumbuhan perekonomian Indonesia tahun 2008. Setelah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,3 persen pada tahun 2007, perekonomian Indonesia melambat menjadi 6,1 persen pada tahun 2008. Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah tangga menjadi sumber utama pertumbuhan diikuti oleh ekspor dan investasi. Sedangkan dari sisi sektoral pertumbuhan tersebut didominasi oleh pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor keuangan. Konsumsi rumah tangga yang mempunyai peran sekitar 60 persen dalam pembentukan PDB tumbuh sebesar 5,3 persen, meningkat dibandingkan tahun 2007 yang tumbuh sebesar 5,0 persen. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga disumbangkan oleh konsumsi makanan sebesar 4,3 persen dan konsumsi bukan makanan sebesar 6,2 persen. Kebijakan Penguatan konsumsi rumah tangga ditunjukkan oleh peningkatan indikator-indikator konsumsi, antara lain penerimaan PPN, penjualan mobil-motor, konsumsi listrik, dan kredit konsumsi. PPN dalam negeri dan PPN impor dalam tahun 2008 masing-masing tumbuhsebesar 14,2 persen dan 44,7 persen. Sementara itu, pertumbuhan penjualan motor dan mobil masing-masing mencapai 32,6 persen dan 39,3 persen. Indikator konsumsi dari sisi moneter, seperti kredit konsumsi tumbuh sebesar 33,4 persen.
Pengeluaran konsumsi Pemerintah selama tahun 2008 tumbuh sebesar 10,4 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang hanya tumbuh sebesar 3,9 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan belanja barang yang meningkat sebesar 22,6 persen sedangkan belanja pegawai justru melambat menjadi 4,5 persen. Meskipun pertumbuhannya relative tinggi, peranan konsumsi Pemerintah terhadap PDB relatif kecil, yaitu hanya sebesar 8,4 persen pada tahun 2008.
Investasi merupakan sumber ketiga pertumbuhan PDB dari sisi penggunaan. Selama tahun 2008, investasi mencatat pertumbuhan sebesar 11,7 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2007 yang tumbuh sebesar 9,4 persen. Pertumbuhan investasi yang peranannya dalam PDB mencapai 27,6 persen, didorong oleh tingginya investasi jenis alat angkutan dari luar negeri sebesar 41,4 persen. Sementara kontraksi justru terjadi pada investasi jenis mesin dan perlengkapan domestik yang turun 0,2 persen. Kinerja investasi masih menunjukkan kecenderungan meningkat yang cukup kuat sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa indikator, seperti impor barang modal yang tumbuh sebesar 56,6 persen, penjualan semen dalam negeri tumbuh 12,6 persen, realisasi PMA sebesar 43,7 persen, serta kredit investasi dan kredit modal kerja masing-masing tumbuh sebesar 37,4 persen dan 28,4 persen. Pertumbuhan ekspor pada tahun 2008 mencapai 9,5 persen atau lebih tinggi dibanding tahun 2007 yang mencapai 8,5 persen yang didukung oleh tumbuhnya ekspor barang sebesar 8,7 persen dan ekspor jasa sebesar 17,5 persen. Meningkatnya pertumbuhan ekspor barang ini terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan komoditi seperti Crude Palm Oil (CPO), minyak bumi dan barang pertambangan. Peranan ekspor menempati urutan kedua setelah konsumsi rumah tangga dalam PDB yaitu sebesar 29,8 persen. Pertumbuhan impor mencapai 10,0 persen pada tahun 2008 atau lebih tinggi dibanding tahun 2007 sebesar 8,97 persen. Pertumbuhan impor didorong oleh pertumbuhan impor barang sebesar 10,7 persen dan impor jasa 7,6 persen. Pertumbuhan impor barang ini sejalan dengan naiknya nilai impor migas sebesar 42,6 persen dan impor non migas sebesar 35,7 persen. Peranan impor dalam PDB mencapai 28,6 persen.
Dari sisi penawaran, kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2008 ditandai dengan positifnya pertumbuhan seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor-sektor nontradable, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor keuangan. Sektor pengangkutan dan komunikasi dalam tahun 2008 tumbuh sebesar 16,7 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 14,0 persen. Tingginya pertumbuhan sektor ini disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan subsektor komunikasi yang mencapai 31,3 persen sebagai dampak dari maraknya penggunaan telepon seluler.
Sedangkan subsektor pengangkutan mengalami perlambatan pertumbuhan terutama pada subsektor angkutan laut dan udara akibat terjadinya beberapa kecelakaan kapal laut dan pesawat udara. Peranan sektor pengangkutan dan komunikasi dalam PDB sebesar 6,31 persen, sementara kontribusinya sebesar 1,2 persen. Sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh 10,9 persen pada tahun 2008, meningkat dibanding tahun 2007 yang sebesar 10,3 persen. Meningkatnya pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh subsektor gas kota dan air bersih yang masing-masing tumbuh sebesar 33,2 persen dan 3,7 persen. Walaupun pertumbuhan sektor tersebut cukup tinggi, namun kontribusi terhadap pertumbuhan PDB tidak terlalu besar (0,08 persen).
Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 3,7 persen menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,7 persen. Menurunnya pertumbuhan sektor ini terkait dengan terjadinya krisis global yang menyebabkan turunnya permintaan produk-produk domestik terutama industri makanan, minuman, dan tembakau, kertas dan barang cetakan, semen dan barang galian bukan logam, serta logam dasar besi dan baja. Sektor industri pengolahan memberikan peranan tertinggi terhadap PDB yakni sebesar 27,9 persen yang berasal dari peranan subsektor industri bukan migas sebesar 22,3 persen dan subsektor industri migas sebesar 4,9 persen. Sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB mencapai 1,0 persen.
Sementara itu, sektor perdagangan tumbuh sebesar 7,2 persen, lebih rendah dibandingkandengan pertumbuhan tahun 2007 yang sebesar 8,4 persen. Mengurangi penurunan dayabeli masyarakat dan cenderung tingginya suku bunga ikut mendorong penurunan pertumbuhan sektor ini. Sektor perdagangan memberikan peranan terbesar kedua dalam PDB, yaitu sebesar 14,0 persen yang berasal dari peranan subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 11,1 persen, subsektor restoran sebesar 2,5 persen, dan subsektor hotel sebesar 0,4 persen. Sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB mencapai 1,2 persen. Sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 3,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,8 persen pada tahun 2008. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan khususnya padi.
Perekonomian dunia yang melemah sebagai akibat terpuruknya sektor keuangan (subprime mortgage) dan meroketnya harga minyak internasional telah mempengaruhi kinerja perekonomian nasional. Memasuki tahun 2009, tekanan terhadap laju pertumbuhan ekonomi global semakin terasa. Pada triwulan III tahun 2009, masih terjadi pertumbuhan negatif yang relatif lebih kecil dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan Amerika Serikat di triwulan tersebut kembali meningkat dibanding triwulan II 2009, yaitu mencapai minus 2,5 persen. Di kawasan Eropa Barat, negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, dan Perancis juga mengalami hal yang sama dimana pertumbuhan ekonomi masingmasing pada triwulan III 2009 mencapai minus 5,0 persen, minus 4,8 persen, dan minus 2,4 persen. Penurunan pertumbuhan juga dialami oleh Jepang. Pada triwulan III 2009, laju pertumbuhan ekonomi Jepang menurun hingga mencapai minus 5,1 persen.
Berbeda dengan Jepang, AS, dan negara maju Eropa Barat, laju pertumbuhan Korea Selatan menunjukkan adanya pembalikan. Setelah mengalami pertumbuhan negatif di triwulan II 2009, perekonomian Korea Selatan berhasil tumbuh positif di triwulan III 2009, yaitu sebesar 0,9 persen. Tren penurunan pertumbuhan ekonomi secara umum juga masih terjadi di negaranegara berkembang di kawasan Asia, termasuk India dan China yang mengalami pertumbuhan tinggi selama ini. Pada triwulan III 2009 perekonomian India tumbuh lebih baik dibanding triwulan sebelumnya, meningkat dari 6,1 persen menjadi 7,9 persen. Perekonomian China meningkat dari 7,9 persen menjadi 8,9 persen.
Di kawasan Asia Tenggara, perekonomian Malaysia masih memiliki laju pertumbuhan negative yaitu sebesar minus 1,2 persen. Sementara Philipina, yang pada triwulan II 2009 masih tumbuh sebesar 0,8 persen, di triwulan ketiga 2009 masih tumbuh 0,8 persen. Singapura mengalami kenaikan pertumbuhan yaitu sebesar 0,6 persen dan Thailand mengalami penurunan pertumbuhan sebesar minus 2,8 persen. Indonesia merupakan satu-satunya negara diantara kelima anggota utama ASEAN yang masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 4,2 persen. Memasuki triwulan III tahun 2009 beberapa indikator ekonomi seperti indeks kegiatan produksi, penjualan retail serta tingkat kepercayaan masyarakat di beberapa Negara mulai menunjukkan adanya potensi pembalikan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik.
Walaupun telah dilakukan berbagai respon kebijakan untuk mengatasi krisis laju pertumbuhan ekonomi global di tahun 2009 diperkirakan masih mengalami kontraksi. IMF, dalam World Economic Outlook (September 2009), memperkirakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi global tahun 2009 akan mencapai minus 1,1 persen. Pertumbuhan negatif tersebut terutama dipengaruhi oleh kontraksi perekonomian yang terjadi di negara-negara maju. IMF memperkirakan bahwa negara-negara maju akan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar minus 3,6 persen sementara negara-negara berkembang hanya akan tumbuh sebesar 1,7 persen.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara pada triwulan I tahun 2009 membawa dampak pada menurunnya aktivitas perdagangan dunia. Laju pertumbuhan ekspor barang dunia (rata-rata bergerak 3 bulan) di bulan Januari dan Februari 2009 mencapai kisaran minus 61 persen hingga 63 persen. Penurunan ekspor ini terutama terjadi pada barang konsumsi tahan lama (durable goods) seperti kendaraan bermotor, elektronik, dan lainnya. Memasuki triwulan II tahun 2009, mulai terlihat adanya pemulihan aktivitas perdagangan dunia. Laju pertumbuhan ekspor barang, walaupun masih mengalami pertumbuhan negatif, telah terjadi pembalikan di bulan April 2009. Dalam asumsi APBN 2009, pertumbuhan ekonomi domestik semula diperkirakan mencapai 6,0 persen, melambat dibandingkan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar 6,1 persen. Namun, seiring dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia, perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2009 mengalami koreksi menjadi 4,5 persen dalam Dokumen Stimulus.
Dengan melihat kondisi terkini, proyeksi pertumbuhan ekonomi kembali disesuaikan menjadi 4,3 persen dalam RAPBN-P 2009. Pada triwulan III tahun 2009, pertumbuhan PDB mencapai 4,2 persen, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,3 persen. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dalam triwulan III tahun 2009 meliputi konsumsi rumah tangga (4,7 persen), konsumsi Pemerintah (10,2 persen), investasi (4,0 persen), serta ekspor dan impor (minus 8,2 persen dan minus 18,3 persen). Laju pertumbuhan tertinggi bersumber dari konsumsi Pemerintah sebesar 10,2 persen yang jauh meningkat dibandingkan triwulan III tahun sebelumnya sebesar 14,1 persen. Penurunan ini terkait dengan penyerapan anggaran sudah dimulai sejak awal tahun, sedangkan tahun sebelumnya dimulai setelah triwulan I. Sementara itu, konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 4,7 persen, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2008 yang mencapai 5,3 persen. Menurunnya konsumsi masyarakat tersebut karena melemahnya daya beli masyarakat akibat terjadinya krisis.
Laju pertumbuhan investasi triwulan III tahun 2009 mencapai 4,0 persen, jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,2 persen. Dari sisi perdagangan internasional, tekanan krisis global terhadap produk domestik mengakibatkan kontraksi yang tajam pada kinerja ekspor-impor Indonesia. Turunnya harga minyak dan volume perdagangan dunia menjadi faktor penyebab negatifnya pertumbuhan ekspor dan impor. Ekspor barang dan jasa tumbuh sebesar minus 8,2 persen sedangkan impor minus 18,3 persen. Perekonomian Indonesia diperkirakan mulai pulih pada akhir tahun 2009.
Dengan memperhatikan perkembangan dalam triwulan III dan perkiraan kedepan laju pertumbuhan PDB tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen. Perkiraan realisasi tersebut didukung oleh sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yaitu konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh 5,1 persen, konsumsi Pemerintah 12,9 persen, investasi 3,7 persen, dan eksporimpor tumbuh minus 16,1 persen dan minus 18,5 persen. Konsumsi rumah tangga diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan perkiraan dalam Dokumen Stimulus yaitu dari 4,0 persen menjadi 5,8 persen. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya daya beli masyarakat terkait dengan terkendalinya laju inflasi. Selain itu, pencairan berbagai bantuan sosial Pemerintah dan penyelenggaraan Pemilu juga mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Adapun konsumsi Pemerintah diperkirakan mencapai 12,9 persen, lebih tinggi bila dibandingkan Dokumen Stimulus sebesar 10,0 persen.
Dari sisi perdagangan, laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa diperkirakan mengalami penurunan tajam, yaitu dari 0,0 persen dalam Dokumen Stimulus menjadi minus 13,9 persen. Penurunan permintaan dari China, Jepang, dan Amerika Serikat sebagai negara utama tujuan ekspor, relatif cukup besar dalam memicu penurunan pertumbuhan ekspor. Sejalan dengan menurunnya kinerja ekspor dan kegiatan ekonomi, pertumbuhan impor diperkirakan juga mengalami penurunan menjadi minus 8,5 persen atau lebih rendah dari perkiraan dalam Dokumen Stimulus sebesar minus 2,2 persen.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan tertinggi pada triwulan III tahun 2009 dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 18,2 persen. Pertumbuhan sektor tersebut relatif lebih stabil dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 18,3 persen. Pertumbuhan terendah terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh minus 0,6 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan didukung oleh sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja, antara lain sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor lainnya. devisa dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai US$72.965 juta, atau meningkat dibandingkan posisi pada tahun sebelumnya. Peningkatan cadangan devisa ini bersumber dari surplus transaksi berjalan dan neraca modal dan finansial. Surplus transaksi berjalan diperkirakan mencapai US$2.939 juta (0,2 persen terhadap PDB), lebih rendah dibandingkan surplus tahun sebelumnya yang mencapai US$8.416 juta (0,3 persen terhadap PDB). Penurunan ini terjadi karena peningkatan nilai ekspor yang lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan impor dan defisit pos jasa-jasa karena meningkatnya aktivitas ekonomi domestik akan mendorong kenaikan impor barang dan jasa secara signifikan. Nilai ekspor diperkirakan mencapai US$127.514 juta atau naik sekitar 10,3 persen dibandingkan nilai tahun 2009. Nilai impor diperkirakan mencapai US$99.856 juta atau naik sekitar 16,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam tahun 2009 tekanan terhadap perekonomian domestik sebagai dampak krisis global diperkirakan memasuki puncaknya. Pada triwulan II, ekspor dan impor dalam PDB mengalami kontraksi yaitu masing-masing sebesar 8,2 persen dan 18,3 persen. Investasi juga tumbuh melambat sebesar 4,0 persen, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 12,2 persen. Hal yang cukup membantu di dalam menopang perekonomian nasional adalah belanja Pemerintah dan konsumsi masyarakat. Laju pertumbuhan tertinggi dialami oleh konsumsi Pemerintah sebesar 10,2 persen. Sementara itu, konsumsi masyarakat mampu tumbuh 4,7 persen, lebih rendah dibanding periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 5,7 persen. Secara agregat pertumbuhan komponen PDB tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 4,2 persen. Dengan memperhatikan realisasi pada triwulan I tahun 2009, pertumbuhan PDB hingga akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen.
Dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang positif, stabilitas ekonomi harus tetap dijaga. Oleh karena itu, perlu adanya pengendalian inflasi dan nilai tukar untuk menciptakan kondisi yang kondusif. Perkembangan laju inflasi tahunan pada bulan September 2009 sebesar 2,83 persen , sedangkan laju inflasi tahun kalender dari Januari hingga September 2009 mencapai 2,28 persen. Dengan memperhatikan perkembangan inflasi sampai dengan bulan September dan membaiknya ekspektasi inflasi pada bulan-bulan selanjutnya, inflasi akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,5 persen. Adapun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang periode Januari–September 2009 menunjukkan kecenderungan menguat. Penguatan tersebut didorong oleh kembali meningkatnya arus modal masuk antara lain dari pasar saham dan obligasi. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada periode tersebut mencapai Rp10.720 per dolar AS. Penguatan tersebut diperkirakan terus berlanjut sehingga rata-rata selama tahun 2009 diharapkan dapat mencapai Rp10.500 per dolar AS. Rendahnya laju inflasi dan terjaganya pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menjadi faktor penguat pulihnya kondisi ekonomi nasional. Kondisi ini turut memberi