ZAKAT GAJI DI KALANGAN PEGAWAI PADA KANWIL DEPAG PROPINSI DAERAH


BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai agama universal tidak hanya berisi ajaran mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa ibadah, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang disebut mu’>amalah. Mu’>amalah merupakan kegiatan manusia yang berperan sebagai khal>ifah dimuka bumi, yang bertugas menghidupkan dan memakmurkan bumi dengan cara interaksi antar umat manusia, misalnya melalui kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi adalah kegiatan dalam upaya memudahkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, manusia senantiasa bertarung dengan kekuatan alam untuk mengeluarkan dari padanya makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal. Karena adanya berbagai macam kebutuhan, situasi dan lingkungan hidup yang berbeda-beda, maka terjadilah antara sesama warga masyarakat berbagai macam perhubungan (Mu’amalah).
Untuk menjamin keselamatan, kemakmuran, dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat, Islam mengatur mu’a>malah tersebut dalam sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan kepada al-Qur’a>n dan al-Hadi>{s, yang menekankan kepada nilai-nilai keadilan dan keseimbangan. Dengan demikian Islam adalah agama yang memandang pentingnya keadilan demi terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Hal ini tercermin dari perhatiannya yang besar kepada kaum yang lemah, yaitu menjamin dan melindungi kehidupan mereka. Maka melalui sebuah wadah lembaga zakat orang yang mampu memberikan hartanya kepada yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin, yatim piatu, kaum d{hu’af>a dan lain sebagainya.
Zak>at adalah ibadah m>aliyah ijtim>a’iyyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan) dan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syar>i’at Islam.[1]
Bagi orang yang mengeluarkan zak>at, hati dan jiwanya akan menjadi bersih, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 103, yang artinya : “Ambilah zak>at dari sebagian harta mereka, dengan zak>at itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Selain harta dan jiwanya bersih, kekayaan akan bersih pula. Dari ayat ini tergambar, bahwa zak>at yang dikeluarkan oleh para muzakki akan dapat membersihkan dan mensucikan hati manusia, tidak lagi mempunyai sifat yang tercela terhadap harta, seperti rakus dan kikir.[2]
Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan syawal tahun kedua hijrah Nabi SAW. Kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa ram>ad{han dan zakat fitrah. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah mulai terbentuk, dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina masyarakat muslim, yakni sebagai bukti solidaritas sosial, dalam arti bahwa hanya orang kaya yang berzakat yang patut masuk dalam barisan kaum beriman. Adapun ketika umat Islam masih berada di Mekah, Allah SWT sudah menegaskan dalam al-Qur’>an tentang pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi berupa kewajiban inf>aq, yaitu bagi mereka yang mempunyai kelebihan wajib membantu yang kekuraangan. Besarnya tidak dipastikan, tergantung kepada kerelaan masing-masing. Yang tentunya kerelaan itu berkaitan erat dengan kualitas iman yang bersangkutan.
Sunah Nabi yang merupakan penjabaran al-Qur’>an menyebutkan secara eksplisit 7 (tujuh) jenis harta benda yang wajib dizakati beserta keterangan tentang batas minimum harta yang wajib dizakati (nis{>ab) dan jatuh tempo zakatnya, yakni : emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rik>az). Tetapi hal ini tidak berarti, bahwa selain tujuh jenis harta benda tersebut diatas tidak wajib dizakati.[3]
Didalam al-Qur’>an banyak terdapat ayat yang secara tegas memerintahkan pelaksanaan zakat. Perintah Allah SWT tentang zakat tersebut sering kali beiringan dengan perintah s{al>at. Term zakat dalam al-Qur’>an ditemukan sebanyak 32 kali, 26 kali diantaranya di sebut bersamaan dengan kata s{al>at. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban mengeluarkan zakat seperti halnya dengan kewajiban mendirikan s{al>at, merupakan perintah yang sangat penting dan mendapat perhatian yang besar dalam ajaran Islam.
Pentingnya menunaikan zakat, terutama karena perintah ini mangandung misi sosial, yang memiliki tujuan yang sangat jelas bagi kemaslahatan umat manusia.. Tujuan dimaksud antara lain untuk memecahkan problem kemiskinan, meratakan pendapatan, dan meningkatkan kesejahteraan umat dan negara. Tujuan luhur ini tidak akan terwujud apabila masyarakat muzakki[4]tidak memiliki kesadaran untuk menunaikannya.[5]
Didalam al-Qur’>an Allah telah berfirman
يا ايها الذين آمنوا أنفقوا من طيبات  ما كسبتم [6]
 Syar>i’atIslam memang telah sempurna diturunkan bersamaan dengan wafatnya Rosulullah SAW. Sementara tuntutan dan kenyataan sejarah justru berkembang secara spektakuer dalam periode sepeninggal rosul. Perkembangan ini membawa implikasi hukum yang harus dihadapi oleh setiap muslim.[7]
Begitu pentingnya perintah ini maka para fuqoh>a(ahli hukum Islam) telah menyepakati dilakukannya tindakan tegas pada mereka yang lalai membayar zakat yang diwajibkan. Sejarah Islam mencatat banyak kejadian dimana negara mengambil langkah tegas untuk melaksanakan pembayaran zakat seperti yang kita ketahui di masa Khal>ifah Abu Bakar, Khal>ifahIslam pertama.[8]
Dalam rangka untuk memotifasi umat dalam melaksanakan ibadah yang mulia ini, maka di kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah dibentuk badan amil zakat, infak, s{ad>aqah (BAZIS)[9]. Sebagaimana umumnya BAZIS di tempat-tempat lain, BAZIS unit Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dimaksudkan sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat, infak dan s{ad>aqah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional.
BAZIS unit Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini sifatnya terbatas untuk mengelola zakat, infak dan s{ad>aqahdari segenap pejabat/pegawai di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Daerah  Istimewa  Yogyakarta  sendiri,  satu hal yang sangat memudahkan BAZIS
ini adalah diberinya wewenang untuk secara rutin setiap bulan memotong gaji segenap pejabat/pegawai di lingkungan Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai dana yang harus dikelola.
Adapun yang selama ini telah berjalan adalah dipotongnya masing-masing dari pegawai pada setiap bulannya. Sedangkan besarnya pemotongan itu disama ratakan sebanyak 2,5 % dari gaji yang diterima. Namun ini sifatnya adalah lebih kepada kesukarelaan dari masing-masing pegawai, karena memang pada Kanwil Depag sebelum adanya peraruran mengenai pemotongan gaji yang digunakan sebagai zakat selalu mengadakan  yang sifatnya lebih kepada pengajian-pengajian sebagai wahana sosialisasi dari pada kewajiban untuk mengeluarkan zakat dari gaji masing-masing pegawai.
Mengapa penyusun katakan sifatnya lebih kepada sukarela? Karena tidak semua pegawai mengeluarkan zakat dari gajinya karena alasan-alasan tertentu. Ada sebagian kecil yang merasa keberatan untuk mengeluarkan zakat dari gajinya karena alasan ekonomi, padahal penghasilannya lebih dari pegawai yang lainnya. Pelaksanaan zakat pada Kanwil Depag pemotongannya disamaratakan yaitu sebesar 2,5 % dari gajinya. Dan itu dikenakan kepada semua pegawai, tidak memandang apakah gaji dari pegawai itu telah mencapai nisab atau tidak. Yang jelas setiap pegawai dipotong gajinya sebesar 2,5 % dan tentunya yang bersedia untuk mengeluarkan itu. Adapun yang berkeberatan tentunya tidak dipotong sebesar itu, hanya saja mereka tetap mengeluarkan sebesar kesanggupan dan keihlasan dari masing-masing pegawai, dan ini dikeluarkan sebagai sadaqah semata.
Zakat pada gaji yang selama ini berjalan di Kanwil Depag adalah setiap bulan sekali. Artinya pengeluaran zakat itu setiap bulannya. Hal ini diqiyaskan kepada zakat pertanian, karena pertanian itu dikeluarkan zakatnya pada saat panen. Begitu juga dengan gaji, karena gaji menerimanya setiap bulannya, maka pengeluarannya adalah setiap bulan.
Hal ini mengisyaratkan bahwa zakat gaji yang selama ini berjalan di Kanwil Depag disamakan dengan zakat pertanian dalam masalah pengeluarannya dan yang lainnya disamakan dengan zakat uang karena jumlahnya sebesar 2,5 %. Namun sekali lagi tidak ada keterangan di sana mengenai batasan minimum seorang pegawai diwajibkan untuk mengelurkan zakat karena semuanya terkena kewajiban tanpa memandang jumlah gaji yang diperoleh.
Sampai disini ada yang patut untuk dicermati mengenai hal ihwal penarikan zakat terhadap gaji sebanyak 2,5 % itu, padahal gaji para pegawai satu dengan yang lainnya adalah berbeda sesuai dengan golongan dan jabatan masing-masing. Sehingga berakibat adanya perbedaan penarikan zakat terhadap gaji yang mereka peroleh, karena salah satu syarat wajibnya mengeluarkan zakat itu adalah telah mencapai nis{>ab. Dan bagaimanakah dengan gaji pegawai, apakah secara keseluruhan telah mencapai nis>{absebagaimana ketentuan yang ada dalam fiqh zakat ? Bagaimana pula dengan haul terhadap zakat tersebut, karena gaji itu dikeluarkan zakatnya setiap kali menerima yaitu sebulan sekali.
B. Pokok Masalah.
Bardasarkan latar belakang yang telah penyusun kemukakan diatas maka pokok masalah yang hendak dikaji dalam studi ini yaitu berkaitan dengan kadar dan nis{>ab zakat gaji serta landasan hukumnya. Agar masalah tersebut dapat dipahami lebih jelas dan mudah, maka perlu dirumuskan kembali dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dasar sebagai berikut :
1.      Sejauh mana kepastian hukum pada nisab dan haul zakat gaji di Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.      Apakah kadar pengeluaran zakat pada gaji di Kanwil Depag sesuai dengan fiqih zakat dan dinisbatkan atas apakah kadar pengeluarannya itu ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui pelaksanaan zakat pada gaji serta mengetahui hal ihwal kadar, nisab dan haul zakat  yang selama ini telah berjalan di Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.    Untuk mengetahui kekuatan dalil-dalil yang berkaitan dengan zakat gaji.

Dapatkan File Selengkapnya  (BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV - Kesimpulan, dan Daftar Pustaka .).. Lihat Disini

Postingan terkait: